DASAR-DASAR PEMBENTUKAN MASYARAKAT ISLAM; Analisa Pemikiran Sayyid Quthb dalam buku Ma’alim fi ath Thariq



Pendahuluan. Islam sebagai sumber dan jalan kebenaran yang berasal dari Allah ta’ala adalah pandangan hidup yang bukan saja diperuntukkan bagi kesejahteraan dan kebahagiaan ummat Islam melainkan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Islam yang bersumber dari kebenaran ilahiyah baik yang terkandung dalam ayat-ayat al Qur’an dan sunnah Rasulullah saw adalah petunjuk jalan segala zaman. Demikian pula Islam mengatur hubungan manusia dengan sesamanya, dengan Tuhannya dan dengan alam lingkungannya.

Sebagai agama yang menjadi rahmatan lil ‘alamin, maka tujuan hidup, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat adalah dalam rangka merealisasikan kebenaran ajaran Allah tersebut baik dalam skala pribadi maupun bermasyarakat dalam segala aspeknya.

Kunci kepribadian masyarakat Islam adalah akidah, syari’at dan akhlak Islam. Jika akidah memberikan arah tujuan pergerakan masyarakat, syari’at memberikan batasan-batasan cara maupun metode menempuh arah tujuan tersebut dengan benar maka akhlak menghiasi jalan menempuh tujuan tersebut sehingga indah dan menyenangkan.

Da’wah Islam yang di bawa oleh Rasulullah saw adalah mata rantai terakhir dari perjalanan da’wah yang panjang untuk mengajak manusia bertakwa dan mentauhidkan Allah ta’ala. Dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda,

إِنَّ " مَثَلِي وَمَثَلَ الأَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِي، كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى بَيْتًا فَأَحْسَنَهُ وَأَجْمَلَهُ، إِلَّا مَوْضِعَ لَبِنَةٍ مِنْ زَاوِيَةٍ، فَجَعَلَ النَّاسُ يَطُوفُونَ بِهِ، وَيَعْجَبُونَ لَهُ، وَيَقُولُونَ هَلَّا وُضِعَتْ هَذِهِ اللَّبِنَةُ؟ قَالَ: فَأَنَا اللَّبِنَةُ وَأَنَا خَاتِمُ النَّبِيِّينَ

“Perumpamaanku dan nabi-nabi sebelumku seperti seseorang yang membangun suatu rumah lalu dia membaguskannya dan memperindahnya kecuali ada satu labinah (tempat lubang batu bata yang tertinggal belum diselesaikan) yang berada di dinding samping rumah tersebut, lalu manusia mengelilinginya dan mereka terkagum-kagum sambil berkata; ‘Duh seandainya ada orang yang meletakkan labinah (batu bata) di tempatnya ini”. Beliau bersabda: ”Maka akulah labinah itu dan aku adalah penutup para nabi”.(1) 

Bagaimana Rasulullah saw mampu menciptakan bangsa Arab menjadi satu masyarakat yang memikul risalah, menciptakan peradaban dan membuat suatu sejarah yang mengagumkan? Kerja keras, cinta dan kesungguhan beliau berda’wah berhasil memalingkan pandangan dunia dan menorehkan catatan gemilang dari bangkitnya sebuah generasi yang sebagian besar pengikutnya adalah orang-orang lemah dan tertindas.

Beliau palingkan khamr, maisir, nafsu syahwat dan nafsu perang demi kekuasaan  kepada kerja keras mambangun peradaban yang modern, berkeadilan, kesamaan hak didepan hukum, terjaminnya kepemilikan pribadi dan teraturnya kepentingan bersama. Bahkan orang-orang tertindas itu -- para sahabat -- ketika tiba masa mereka menjadi gubernur atau kepala daerah tidak mewarisi dendam kesewenangan atas kekuasaan dan keserakahan atas jabatan.

Buku Ma’alim Fith Thariq mencatat tiga hal utama yang memacu perubahan besar pada masyarakat Islam pada generasi pertama da’wah Islam. Pertama, mereka menuntut ilmu untuk suatu tindakan perubahan bukan semata-mata koleksi ilmu. Kedua, Mereka memutuskan hubungan dengan masa lalu jahiliyyah dan tak ingin kembali ke masa lalu walaupun sekejap. Ketiga, mereka tegak dihadapan al Qur’an dengan penuh kesiagaan, seperti seorang prajurit yang siap siaga menerima perintah.

Sukar membayangkan suatu perubahan dari masa lampau yang begitu jahiliyyah dan penuh kegelapan kepada keadaan yang gilang gemilang. Persoalan mendasar pada masa kini adalah bagaimana membangkitkan kembali masyarakat Islam sebagaimana masyarakat pada generasi pertama da’wah Islam.  Sementara di tengah gempuran invasi pemikiran yang demikian dahsyat justru kelompok-kelompok ummat Islam tak segera menemukan format yang menyenangkan dalam bekerjasama, sementara itu sebagian besar ummat Islam sedang bergelimang dalam kesenangan syahwat dunia yang melenakan.

Pembahasan dalam makalah ini berupaya mengungkapkan pemikiran Sayyid Quthb tentang dasar-dasar pembentukan masyarakat Islam. Masyarakat yang memiliki kesamaan persepsi tentang hakikat kehidupan dunia dan akhirat, kesamaan cita-cita perjuangan Islam serta kesamaan komitmennya dihadapan Allah ta’ala.

Dasar-Dasar Pembentukan Masyarakat Muslim

1. Membebaskan Masyarakat dari Penghambaan Kepada selain Allah.

Menurut Sayyid Quthb dalam setiap periode sejarah manusia, seruan untuk bertakwa kepada Allah memiliki satu sifat kesamaan, yang menjadi seruan terpenting sekaligus landasan pokok pembentukan masyarakat, yaitu:

“إسلام العباد لرب العباد، وإخراجهم من عبادة العباد إلى عبادة الله وحده، بإخراجهم من سلطان العباد في حاكميتهم وشرائعهم وقيمهم وتقاليدهم، إلى سلطان الله وحاكميته وشريعته وحده في كل شأن من شؤون الحياة”

“Ketundukan seorang hamba kepada tuhannya, membebaskan diri dari penghambaan atas sesama manusia menuju penghambaan kepada Allah semata. Mengeluarkan mereka dari cengkraman ketuhanan dan hukum-hukum buatan manusia, mengeluarkan mereka dari kungkungan sistem-sistem nilai dan tradisi-tradisi buatan manusia kepada kekuasaan Allah, otoritas dan syari’at-Nya semata dalam segala ruang lingkup kehidupan.”(2)

Dari pendapat Sayyid Quthb tersebut diatas dapat kita fahami bahwa pembebasan masyarakat dari penghambaan kepada selain Allah merupakan prinsip dari sebuah komitmen awal yang pada tahap selanjutnya menjadi dasar bagi tegaknya sistem nilai, otoritas dan syari’at Allah.

Ketauhidan difahami sebagai sebuah pondasi bagi tegaknya bangunan Islam, atau ruh kehidupan bagi manusia. Dengannya tauhid seluruh sistem kehidupan menjadi tegak, kokoh dan memberikan arti.

Muhammad Quthb berkata

“إن الله لم ينزل "لا إله إلا الله"؛ لتكون مجرد كلمة تنطق باللسان. إنما أنزلها؛ لتشكل واقع الكائن البشرية كله، لترفعه إلى المكان اللائق به.. الذي فضله الله به على كثير ممن خلق.... ترفعه فرداً وجماعة وأمة، ليتكون في الأرض المجتمع الصالح الذي يريده الله، وتقوم في الأرض أمة لا إله إلا الله”  (3)

Sesungguhnya Allah tidak menurunkan kalimat la ilaha illallah hanya untuk sekedar diucapkan oleh lisan belaka. Tetapi agar kalimat itu berpengaruh dalam kehidupan nyata ummat manusia dan mengangkatnya ke tempat yang layak sesuai dengan kemuliaan yang Allah berikan kepada mereka… kalimat ini membimbing individu, kelompok dan ummat agar menjadi suatu masyarakat yang berguna sesuai dengan keinginan Allah.

Demikianlah komitmen ketauhidan, ia tidak sekedar mengatur hubungan individu secara vertikal kepada Allah ta’ala, melainkan juga mencakup hubungan horizontal dengan sesama manusia dan seluruh makhluk, dan hubungan-hubungan ini harus sesuai dengan kehendak Allah. Dr. Amin Rais berpendapat, “Allah berkehendak memberikan visi kepada manusia tauhid untuk membentuk suatu masyarakat yang mengejar nilai-nilai utama dan mengusahakan tegaknya keadilan sosial. Pada gilirannya visi ini memberikan inspirasi bagi manusia-manusia tauhid untuk mengubah dunia sekelilingnya sesuai dengan kehendak Allah”(4)

Pembebasan masyarakat dari penghambaan kepada selain Allah akan membawa perubahan besar kearah kemajuan masyarakat. Hal ini di karenakan pandangan hidup tauhid tidak mempertentangkan antara dunia dan akhirat, antara yang nyata dan yang ghaib, yang imanen (berada dalam kesadaran) dan yang transcendental(bersifat ghaib), antara jiwa dan raga. Bahkan konsep Islam tentang hal-hal tersebut di atas sangat jelas dan rasional. Berbeda dengan keyakinan lain selain tauhid.

Dari berbagai pendapat di atas dapat kita simpulkan bahwa pembebasan masyarakat dari penghambaan kepada selain Allah berfungsi mentransformasikan masyarakat menjadi memiliki sifat-sifat yang mulia yang terbebas dari belenggu ideologi, sosial, politik, ekonomi dan budaya yang bertentangan dengan ketauhidan.

2. Mengorganisir Masyarakat untuk Menghilangkan Kejahiliyahan.

Sayyid Quthb menuliskan,

“لا يتحقق بمجرد قيام القاعدة النظرية في قلوب أفراد مهما تبلغ كثرتهم، لا يتمثلون في تجمع عضوي متناسق متعاون،... ويعملون هذا تحت قيادة مستقلة عن قيادة المجتمع الجاهلي”

“Masyarakat Islam tidak tidak dapat hadir secara sederhana dalam menegakkan kaidah-kaidah keyakinan (syahadat) dalam hati individu-individu muslim sebanyak apapun jumlah mereka, tanpa mereka menjadi sebuah kelimpok yang aktif, serasi dan bekerjasama  dan bekerja di bawah kepemimpinan sendiri terbebas dari kepemimpinan jahiliyyah”(5) 

Inilah pergerakan yang konstruktif yang memindahkan unsur keyakinan kepada perilaku praktis. Tentu saja hal ini tidak akan terwujud hanya dengan penjelasan lisan atau tabligh semata melainkan juga melalui pewarisan nilai-nilai atau yang dikenal dengan pendidikan dan pembinaan.

Hasan al Banna menyebut proses ini sebagai pembentukan dan penempatan para juru da’wah Islam, mengordinasikan serta menggerakkannya untuk menjalin hubungan dengan masyarakat luas sebagai objek da’wah.(6)

Allah ta’ala mensifati mereka yang bekerjasama dalam menyeru kepada kebaikan sebagai khairu ummah. Allah berfirman dalam surat ali Imran 104,

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

Prof. Dr. Miqdad Yaljun, menguraikan bahwa masyarakat terbaik atau khairu ummah memiliki berdasarkan karakteristiknya yaitu, Pertama, Masyarakat yang senantiasa memiliki semangat meyebarkan kebaikan. Kedua, masyarakat yang memilki semangat ukhuwwah insaniyyah. Ketiga, masyarakat yang senantiasa memperluas persatuan dan kekuatan. Keempat, masyarakat yang berorientasi kepada kemaslahatan bersama. Kelima, masyarakat yang memiliki semangat tunduk pada peraturan. Keenam, masyarakat yang semangat meraih kemajuan di berbagai bidang.(7)

Sedangkan Sayyid Quthb menafsirkan masyarakat terbaik adalah dari aspek gerak da’wahnya yang begitu membumi,
 
“إنها حركة خفية المسرى، لطيفة الدبيب. حركة تخرج على مسرح الوجود أمة. أمة ذات دور خاص. لها مقام خاص، ولها حساب خاص” (8)

Ia adalah suatu gerakan yang halus yang rahasia, suatu gerakan yang indah yang merayap perlahan, namun gerakan ini sanggup mengeluarkan ummat kepentas dunia, ummat yang memiliki peranan khusus, maqam khusus dan hisab yang khusus pula.

Karena dalam perspektif Sayyid Quthb da’wah tak mesti harus melalui podium-podium, disambut oleh banyaknya pendengar atau gebyar kegiatan yang meriah. Melainkan da’wah merayap secara masif melalui keluhuran akhlaq setiap da’inya. Senantiasa berwajah ceria, memuliakan tetangga, menghormati yang tua, menyayangi yang muda, menutup aib saudaranya, meringankan beban orang lain, dsb adalah gerakan da’wah indah yang merayap perlahan namun masif.

Al mawardi mengatakan, “أَصْلِحْ نَفْسَك لِنَفْسِك يَكُنْ النَّاسُ تَبَعًا لَك” (9) perbaikilah dirimu niscaya manusia akan mengikutimu. Muhammad Mahmud al Hijazi berkata “أصلح نفسك ثم ادع غيرك، ولا شك أن مرتبة دعوة الغير إلى الهدى والخير مرتبة عالية، ولا يلقاها إلا أفراد قلائل زكت نفوسهم وطهرت أرواحهم وامتلأت إيمانا ويقينا” (10) perbaikilah dirimu kemudian serulah kepada orang lain, dan jangan ragu sesungguhnya berda’wah kepada orang lain hingga mendapatkan petunjuk dan kebaikan adalah dejarat yang tinggi, dan derajat yang mulia itu tidak diberikan Allah kecuali kepada sebagian kecil manusia yang mensucikan jiwa dan ruhnya serta memenuhi dirinya dengan iman dan keyakinan.

Pendapat lain tentang masyarakat terbaik adalah yang dikemukakan oleh al Qurthubi. Penyebab generasi pertama disebut sebagai masyarakat terbaik adalah karena kerapihan mereka bekerjasama dalam kebaikan, bahwasanya Abu Hurairah ra berkata, “نَحْنُ خَيْرُ النَّاسِ لِلنَّاسِ نَسُوقُهُمْ بِالسَّلَاسِلِ إِلَى الْإِسْلَامِ” (11) Kami manusia terbaik diantara manusia karena mengajak manusia secara terkoordinir kepada Islam.”

Hamzah Manshur berkata,” إن الرسالة العظيمة تحتاج إلى قدر عال من الالتزام للنهوض بها”. “Sesungguhnya risalah yang agung ini membutuhkan semua kekuatan terbaik dari komitmen untuk kebangkitannya.(12)

Demikianlah da’wah membangun masyarakat Islam, ia merupakan sebuah kerja besar yang membutuhkan banyak sumber daya. Selanjutnya Hamzah Manshur menambahkan, “da’wah merupakan kepentingan mulia yang mendesak, jalan yang tidak terukur, jalur sulit pendakian yang banyak. Hal ini akan menumbuhkan keragu-raguan bersikap dan keinginan menarik diri dari aktifitas amal.” Lemahnya perencanaan, minimnya keteladanan, serta tujuan yang samar adalah bukti pentingnya pengorganisasian da’wah.

Allah ta’ala berfirman dalam surat yusuf ayat 108,

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".

Inilah jalan da’wah yang Rasulullah teladankan bagi kita, ia memiliki beberapa unsur, gerak da’wah yang berkesinambungan, tujuan yang jelas, metode yang paripurna, pemimpin-pemimpin yang ikhlas dan para aktivis da’wah yang siap sedia.    
    
3.  Menjadikan Islam sebagai Landasan Prilaku Individu dan Hubungan Antar sesama dalam Masyarakat.

Sayyid Quthb menuliskan dalam Ma’alim fith Thariq,

“فإن الإسلام - وهو يبني الأمة المسلمة على هذه القاعدة وفق هذا المنهج، ويقيم وجودها على أساس التجمع العضوي الحركي، ويجعل آصرة هذا التجمع هي العقيدة - إنما كان يستهدف إبراز " إنسانية الإنسان " وتقويتها وتمكينها، وإعلاءها على جميع الجوانب الأخرى في الكائن الإنساني”

“Di atas kaidah dan manhaj Islam masyarakat di tegakkan, menjadi landasan bagi hubungan-hubungan antar individu-individu dalam kelompok dan terikat atas aqidah ini. Tidak lain tujuan utamanya adalah membangkitkan semangat kemanusiaan bagi manusia, mengembangkan, membuatnya menjadi kokoh, dan menjadi factor yang paling berpengaruh diantara semua aspek dalam kehidupan manusia.” (13)

Tahapan ini merupakan tahapan yang progresif bagi soliditas masyarakat Islam.  Berdasarkan Islam mereka selalu melakukan penilaian terhadap kualitas kehidupannya, etika, tradisi dan faham hidupnya. Tujuan hidupnya sangat jelas, ibadah, kerja keras dan bahkan jiwanya ditujukan kepada Allah. Sehingga setiap individu dalam masyarakat Islam tidak akan pernah terjerat pada nilai-nilai palsu atau bekerja tanpa nilai yang hakiki yaitu mencari keridhaan Allah.

Kembali kepada kemurnian pemahaman, ibadah serta nilai-nilai perjuangan adalah jalan yang seharusnya ditempuh oleh masyarakat muslim. Hilangnya ashobiyah, tidak ada dosa warisan dan setiap orang bertanggung jawab terhadap amal masing-masing, perintah taat hanya pada kebenaran memberikan batasan yang jelas dan lugas akan posisi kemuliaan dalam Islam. Bahwa kemuliaan dalam Islam bukanlah karena nasab, dan dapat diraih dengan upaya normal manusia serta kemuliaan diukur dengan ketakwaan menginspirasi semangat ibadah dan pengorbanan.

Maka hubungan dalam masyarakat Islam bukanlah hubungan bangsa melainkan suatu ummat dari keyakinan, masyarakat terbentuk di atas satu pijakan yang sama dalam hubungan kasih sayang dimana ikatan tersebut terbentuk karena kekuatan hubungan mereka kepada Allah.

Menjadikan Islam sebagai landasan prilaku dan hubungan dalam masyarakat juga menjamin terciptanya masyarakat yang berkeadilan secara mutlak. Perlindungan harta dan kehormatan, jaminan keamanan serta kesamaan di hadapan hukum adalah bukti pencapaian yang tinggi dari syari’at Islam.
           
Kesimpulan

Untuk kebangkitannya kembali masyarakat Islam menghadapi tugas berat yang perlu keikhlasan dan kerjasama semua kelompok pejuang da’wah. Kemunduran ummat Islam yang disebabkan bertumpuknya persoalan intern dan ekstern memerlukan upaya yang bersungguh-sungguh. Sehingga harus dikerjakan secara terencana, bertahap dan berkesinambungan, terwarisi dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Hal pertama yang perlu dilakukan dari kebangkitan kembali masyarakat Islam adalah menjelaskan tuntutan kalimat la ilaha illallah serta membebaskan masyarakat dari penghambaan kepada selain Allah. Upaya propaganda, penyiaran dan penyebaran kabar-kabar gembira tentang Islam harus dilakukan seiring dengan upaya pendidikan, pengkaderan dan pelimpahan tanggung jawab da’wah bersama.

Terakhir adalah berupaya menjadikan Islam sebagai landasan dalam prilaku individu maupun hubungan antar sesama, dalam pengertian ini adalah kekuatan aqidah, keadilan syari’at, dan keindahan akhlaq terjelma dalam masyarakat Islam.
Hasbunallah wa ni’mal wakil.


Catatan Kaki
  1. Bukhari,  1422 H, Shahih al Bukhari, Beirut : Daar Thuq an Najah , 4/186, hadits no.3535.
  2. Sayyid Quthb, tt, Ma’alim fi athThariq, Beirut: Daar asy Syuruq, h. 46.
  3. Muhammad Quthb, 1413 H, La Ilaha Ilallah Aqidatun wa Syari’atun wa Minhaju Hayatin, Mesir: Darul Wathan, h.18.
  4. Muhammad Amin Rais, 1987, Cakrawala Islam antara Cita dan Fakta, Bandung: Mizan, h.15.
  5. Sayyid Quthb, op.cit, h.51
  6. Hasan al Banna, tt, Majmu’ah Rasail al Imam Hasan al Banna, Mesir : Daar ad Da’wah, h. 134.
  7. Miqdad Yaljun, 2011, Peranan Pendidikan Akhlaq Islam dalam Pembentukan Individu, Masyarakat dan Peradaban manusia, terjemahan Dr. Azra’ie Zakaria, MA. LP2M Universitas Islam Asy Stafi’iyyah, h.87.
  8. Sayyid Quthb,1412 H, Fii Dzilal al Qur'an, Beirut: Daar Asy Syuruq. jilid 1, hlm 447.
  9. Al Mawardi,1986 M, Adab ad-Dunya wa ad-Diin, Daar al Maktabah al Hayah, hlm 358.
  10. Muhammad Mahmud al Hijazy, 1413 H, at Tafsir al Wadhih, Beirut: Daar al Jaliil al Jadiid, jilid 3, hlm 340.
  11. Imam al Qurthubi, 1384 H, al Jami’ li Ahkam al Qur’an, Qahirah: Daar al Kutub al Mishriyah, jilid 4, hlm 170.
  12. Hamzah Manshur : Hakadza ‘Alimtuny Da’wah al Ikhwan, 1419 H, hlm 24.
  13. Sayyid Quthb, loc.cit.