Keutamaan Generasi Muda Dalam Islam



Sigit Suhandoyo. Generasi muda remaja merupakan asset yang potensial bagi sebuah bangsa, karena remaja merupakan generasi penerus bagi bangsa tersebut. Masa depan sebuah bangsa dapat terlihat dari kondisi remajanya pada saat ini.


Bagi bangsa Indonesia besarnya komposisi jumlah remaja merupakan sebuah tantangan yang dilematis.(1)  Remaja dapat dipandang sebagai sebuah asset potensial yang konstruktif jika mereka dapat dididik dan digerakkan guna mendukung program pembangunan bangsa, akan tetapi remaja akan menjadi potensi destruktif jika mereka bersikap pasif dan apatis dan hanya menjadi beban tanggungan bagi kelompok masyarakat lain. 


Jumlah remaja yang besar tersebut terkadang hanya dijadikan sebagai komoditas politik belaka, padahal remaja merupakan agen perubahan, dan generasi yang sangat diharapkan eksistensinya. Sementara itu, pengakuan nyata terhadap remaja dalam struktur sosial -- yang menjadi elemen penting dalam kehidupan sosial kemasyarakatan -- kurang mendapatkan tempat yang memadai.(2)  Remaja menjadi pragmatis, bersikap apatis, acuh tak acuh terhadap problematika yang berkembang di masyarakat, atau hanya aktif secara akademis untuk meraih prestasi yang tinggi tanpa peduli pada kehidupan orang lain. 


Lemahnya pengakuan masyarakat terhadap kalangan remaja, dapat menjadikan mereka mengalami problem identitas. Konteks ini berpotensi menggiring pada melemahnya ikatan-ikatan sosial di antara remaja dan masyarakat. Remaja saat ini mengalami disorientasi sosial terhadap fungsi dan perannya sebagai pelaku perubahan.(3)  Padahal, salah satu hal yang membuat peran remaja menjadi sangat penting adalah keberadaan remaja yang mengisyaratkan adanya semangat perubahan.(4)  Terutama perubahan positif yang membawa kemajuan bagi sebuah bangsa. 


Bangsa Indonesia membutuhkan adanya perubahan-perubahan yang positif. Bagi masyarakat yang mampu beradaptasi, perubahan menghadirkan peluang yang menawarkan kesempatan baru bagi kemajuan. Dalam konteks inilah, remaja perlu mendapatkan tempat dan perhatian dari berbagai elemen masyarakat, karena remaja merupakan asset yang penting bagi sebuah bangsa untuk meneruskan identitas bangsa tersebut.


Sebagai generasi harapan bangsa yang menjadi penerus identitas bangsa, remaja diharapkan memiliki semangat menempa hard skill dan soft skill. Remaja harus mempersiapkan diri untuk menjadi generasi yang berprestasi secara akademik, memiliki keterampilan tinggi serta berdaya saing dan harus memiliki mental dan moralitas yang baik agar dapat meneruskan estafeta kepemimpinan bangsa dalam berbagai bidang kehidupan. 


Untuk memenuhi harapan tersebut, para orang tua  mendukung pendidikan mereka; para pendidik bekerja keras dengan penuh dedikasi untuk membangun karakter mereka dan membekali mereka dengan ilmu pengetahuan dan ketrampilan; dan pemerintah terus membuat kebijakan-kebijakan pembangunan bidang pendidikan dan mengembangkan program-program pendidikan yang relevan dan bermutu, untuk menghantarkan para pelajar menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Mengiringi para orang tua, guru-guru dan pemerintah, tokoh agama dan tokoh masyarakat terus aktif memberikan bimbingan-bimbingan, pengawasan, dan dukungan terhadap berbagai kebijakan atau program pendidikan.


Dalam Agama Islam masa remaja merupakan masa yang sangat penting untuk dimanfaatkan dalam kebaikan, sebagaimana nasihat Rasulullah saw kepada seorang pemuda yang tertera dalam hadits berikut,

 

أَخْبَرَنِي الْحَسَنُ بْنُ حَلِيمٍ الْمَرْوَزِيُّ، أَنْبَأَ أَبُو الْمُوَجَّهِ، أَنْبَأَ عَبْدَانُ، أَنْبَأَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي هِنْدٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِرَجُلٍ وَهُوَ يَعِظُهُ: " اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هِرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاءَكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ(5)  


Dari Ibnu ‘Abbas ra telah berkata, Rasulullah saw telah berkata kepada seorang pemuda;“Rebut lima perkara sebelum datang lima perkara : Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, Hidupmu sebelum datang kematianmu.”


Menurut al Qāri masa muda merupakan sebuah fase terpenting dalam fase kehidupan seorang manusia. Pada fase ini seseorang manusia berada dalam kondisi fisik yang prima untuk mewujudkan keta’atan kepada Allah.(6)  Masa remaja sebagai masa terbaik dikemukakan pula oleh Ikrimah dan Ibnu Abbas ra, sebagaimana dikemukakan oleh ath-Thabarī dalam menafsirkan firman Allah ta’ala yang tertera dalam surat at Tiin ayat ke 4, “لقد خلقنا الإنسان في أحسن تقويم” yang berarti “sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” Menurut ath-Thabadi yang dimaksud sebaik-baik bentuk  atau ahsani taqwīm adalah masa muda yang kuat ketika awal pertumbuhannya.(7)  


Demikian hebat potensi masa muda ini diterangkan pula dalam sebuah riwayat dari sahabat nabi saw berikut,


عَنْ عُتْبَةَ بْنِ عَبْدٍ السُّلَمِيِّ، وَكَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِنَّ الشَّابَّ الْمُؤْمِنَ لَوْ يُقْسِمُ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ»(8)  

Dari ‘Utbah bin ‘Abdin as Salamiy, bahwasanya sahabat nabi saw telah berkata “Sesungguhnya seorang pemuda yang beriman bersumpah dengan nama Allah niscaya Allah akan menerimanya”. 


Riwayat tersebut di atas menerangkan bahwa potensi potensi fisik dan akal pemuda jika digabungkan dengan potensi keimanan (spiritual) maka merupakan modal yang sangat besar bagi pemuda untuk dapat memenuhi semua keinginannya.


Urgensi masa muda juga diterangkan dalam sebuah hadits, bahwa masa muda merupakan salah satu perkara yang akan Allah swt minta pertanggung-jawabannya kepada setiap manusia kelak di hari kiamat. Dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ra, bahwasanya Rasulullah saw telah bersabda,


حَدَّثَنَا حُمَيْدُ بْنُ مَسْعَدَةَ قَالَ: حَدَّثَنَا حُصَيْنُ بْنُ نُمَيْرٍ أَبُو مِحْصَنٍ قَالَ: حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ قَيْسٍ الرَّحَبِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا عَطَاءُ بْنُ أَبِي رَبَاحٍ، عَنْ ابْنِ عُمَرَ، عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «لَا تَزُولُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ، عَنْ عُمُرِهِ فِيمَ أَفْنَاهُ، وَعَنْ شَبَابِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ، وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ، وَمَاذَا عَمِلَ فِيمَا عَلِمَ.(9) 


“Tidak akan bergeser kedua kaki anak Adam di hari kiamat dari sisi Rabb-Nya, hingga dia ditanya tentang lima perkara (yaitu): tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang masa mudanya untuk apa ia gunakan, tentang hartanya dari mana ia dapatkan, dan dalam hal apa (hartanya tersebut) ia belanjakan dan apa saja yang telah ia perbuat dari ilmu yang dimilikinya”


Menurut Syaifuddin at-Thibi, sebagaimana dikutip oleh al Qāri, maksud dari pertanyaan tentang masa muda adalah terkait evaluasi Allah atas kualitas keta’atan seorang hamba pada saat ia berada dalam kondisi yang prima untuk beribadah kepada-Nya.(10)  


Keutamaan masa muda sebagai masa terbaik juga tertera dalam hadits berikut, bahwa Allah mensifati para penghuni surga dengan kemudaan. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Nabi saw telah bersabda,


أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَزِيدَ الرِّفَاعِيُّ، حَدَّثَنَا مُعَاذٌ يْعَنِي ابْنَ هِشَامٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَامِرٍ الْأَحْوَلِ، عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَبٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «أَهْلُ الْجَنَّةِ شَبَابٌ، جُرْدٌ، مُرْدٌ، كُحْلٌ، لَا تَبْلَى ثِيَابُهُمْ، وَلَا يَفْنَى شَبَابُهُمْ»(11) 

“Penghuni surga adalah pemuda, yang halus kulitnya, tidak memiliki rambut pada jenggotnya, tampan lagi memakai celak, pakaiannya tidak pernah usang dan kemudaannya tidak pernah pudar.”


Hadits-hadits tersebut di atas menunjukkan betapa besarnya perhatian Islam terhadap hal-hal yang mendatangkan kebaikan bagi seorang remaja muslim sekaligus menjelaskan keutamaan mereka untuk memanfaatkan segenap potensi mereka dalam kebaikan. Dalam hadits lain yang diriwayatkan dari ‘Uqbah bin ‘Āmir ra, bahwasanya Rasulullah telah bersabda,


حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ، عَنْ أَبِي عُشَّانَةَ، عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللهَ لَيَعْجَبُ مِنَ الشَّابِّ لَيْسَتْ لَهُ صَبْوَةٌ.(12) 

“Sesungguhnya Allah benar-benar kagum terhadap seorang anak muda yang tidak memiliki shabwah”


Maksud dari anak muda yang tidak memiliki shabwah, adalah anak muda yang tidak memperturutkan kecenderungan syahwat masa mudanya yang mengajak untuk berbuat keburukan.(13)  Karakter remaja muslim yang dikagumi oleh Allah ta’ala adalah remaja yang kuat menundukkan dan mengarahkan gejolak syahwatnya hingga ia tidak terjerumus dalam kehidupan yang nista. 


Relevan dengan hadits di atas, diriwayatkan dari ‘Abdullah ibnu Umar bahwasanya Nabi saw telah bersabda,


حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُمَرَ بْنِ سَلَّامٍ، ثنا أَحْمَدُ بْنُ الْجَعْدٍ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ بَكَّارٍ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ الْفَضْلِ بْنِ عَطِيَّةَ، عَنْ سَالِمٍ الْأَفْطَسِ، عَنْ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الشَّابَّ الَّذِي يُفْنِي شَبَابَهُ فِي طَاعَةِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ»(14) 

“Sesungguhnya Allah mencintai anak muda yang menghabiskan masa mudanya dalam keta’atan kepada Allah ‘azza wa jalla”


Remaja yang memanfaatkan masa mudanya dengan ketaatan juga disifati sebagai hamba Allah yang sejati, sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ra, bahwasanya Rasulullah saw telah bersabda,


حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ نَيْرُوزَ الْأَنْمَاطِيُّ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ نَافِعٍ، ثنا عَلِيُّ بْنُ الْحَسَنِ، ثنا عُمَرُ بْنُ صُبْحٍ، عَنْ أَبِي حَبَّانَ، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنَّ أَحَبَّ الْخَلَائِقِ إِلَى اللَّهِ شَابٌّ حَدَثُ السِّنِّ، جَمِيلٌ فِي صُورَةٍ حَسَنَةٍ، جَعَلَ شَبَابَهُ وَجَمَالَهُ فِي عِبَادَةِ اللَّهِ، فَذَاكَ الَّذِي يُبَاهِي بِهِ الرَّحْمَنُ مَلَائِكَتَهُ، يَقُولُ: هَذَا عَبْدِي حَقًّا "(15) 


“Sesungguhnya mahluk yang paling dicintai diantara makhluk Allah adalah anak muda yang sedang menjalani usia mudanya,indah perangainya,menjadikan usia muda dan keindahan perangainya untuk beribadah kepada Allah, maka dengan segala kebaikannya itu Allah yang Maha Rahman berkata kepada malāikat-Nya; inilah hambaku yang sejati.”


Demikianlah profil remaja muslim yang diharapkan. Dalam hadits-hadits tersebut di atas menggambarkan remaja sebagai sebuah pribadi yang mampu mengendalikan gejolak syahwatnya yang mengajak kepada keburukan, menghabiskan waktu dalam keta’atan kepada Allah, serta memiliki kemuliaan secara sosial.


Catatan Kaki

  1. Komposisi generasi muda merupakan jumlah terbesar dari penduduk Indonesia, yaitu sebesar 37% dari total Penduduk Indonesia yang 220 juta. Lihat BPS. (n.d.), “Data Statistik Indonesia”, dalam Retrieved Mei 2008, from http:// www.datastatistik indonesia.com
  2. Pandu Dewanata & Saifullah, Rekonstruksi Pemuda (Jakarta: Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga, 2008), hlm. 13
  3. Aziz Syamsudin, 23 Karakter Pemuda Pilihan (Jakarta: RMBOOKS, 2009), hlm. xiii.
  4. Ibid, hlm 3.
  5. Abu Abdullah al Hakim an Naisabury, al Mustadrak ‘Ala ash Shahihain, (Beirut: Daar al Kutub al ‘Ilmiyyah, 1411 H), Juz 4, hlm 341, hadits no. 7846. Hadits ini shahih menurut syarat ash shahihain.
  6. Ali bin Muhammad Abul Hasan Nuruddin al Qari, Mirqatul Mafatih Syarh Miskatul Mashabih, (Beirut: Daar al Fikr, 1422 H),  Juz 8, hlm 3239.
  7. Muhammad bin Jarir Abu Ja’far ath Thobary, Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an, (Beirut: Muassasatu ar Risalah, 1420H), Juz 24, hlm 508.
  8. Abu Abdurrahman Abdullah Ibnul Mubarak, az-Zuhdu wa ar-Raqāiq li Ibn al-Mubarak , (Beirut: Dār al-Kutub al ‘Ilmiyah, tth),  Juz 1, hlm 117.
  9. Muhammad bi ‘Isa at-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, (Mesir: Penerbit Musthofa al Halabi, 1975), Juz 4, hlm 612. hadits no 2416. Hadits ini hasan shahih, lihat kanzul ‘ummal 14/372 dan Majma’uz Zawaid 10/346.
  10. Nuruddin al Qari, op.cit, juz 4, hlm 3254.
  11. Abu Muhammad ad Dārimī, Musnad ad Dārimī, (Saudi Arabia: Dār al Mughnī, 2000), cet 1,  Juz 3, hlm 1866, hadits no 2868. Menurut Husain Salim Asad hadits ini hasan. 
  12. Abu Abdullah Ahmad bin Hanbal asy-Syaibaniy, Musnad al Imam Ahmad, (Beirut: Muassasatu ar Risalah, 2001), Juz 28, hlm 600, hadits no 17.730. Menurut Syu’aib al Arnauth hadits ini hasan lighairihi.
  13. Zainuddin Muhammad al Manawi, at Taisir bi Syarhil Jami’ush Shagīr, (Riyadh: Maktabah al Imam asy-Syafi’i, 1998), Juz 1, hlm 262.
  14. Abu Nu’aim al Ashbahānī, Hilyatu al-Auliyā wa Thobaqātu al-Ashfiyā, (Beirut: Dar al Kutub al ‘Ilmiyah, 1409), cet 1, juz 5, hlm 360. Hadits ini Gharīb, lihat Jāmi’ al-Ahadīts li asy-Suyuti 8/236 no 7206.
  15. Abu Hafs Umar Ibn Sahin, at Targhību fī Fadhāili al-a’māl, (Beirut: Dār al Kutub al Ilmiyyah, 2004), cet 1, hlm 78, hadits no 230. hadist ini dha’īf. lihat Kanzul ‘Umal 15/785 no 43103 dan Jāmi’ al-Ahadīts li asy-Suyuti, 7/125 no 5957.