Pengertian Tazkiyah & Tadsiyah



Penyucian atau at tazkiyah dalam bahasa arab berasal dari kata zakaa - yazku  - zakaa-an yang berarti suci. At tazkiyah berarti (النَّمَاءُ وَالْبَرَكَةُ وَزِيَادَةُ الْخَيْرِ) tumbuh, suci dan berkah.[1]

Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa at tazkiyah adalah menjadikan sesuatu menjadi suci baik zatnya maupun keyakinan dan fisiknya. (وَالتَّزْكِيَةُ جَعْلُ الشَّيْءِ زَكِيًّا: إمَّا فِي ذَاتِهِ وَإِمَّا فِي الِاعْتِقَادِ وَالْخَبَرِ)[2]

Allah ta’ala mensifati orang-orang yang menyucikan jiwa itu dengan keberuntungan dan mensifati orang-orang yang mengotorinya dengan kerugian. 

Allah ta’ala berfirman ,
ق فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا (8) َدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا (9) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا (10)
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketaqwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyuci-kan jiwa itu dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya” (asy  syams).

Ibnu jarir ath thobari menafsirkan bahwa orang-orang yang beruntung adalah mereka yang Allah sucikan jiwanya dari kekufuran dan kemaksiatan, serta memperbaikinya dengan amal sholeh. (قد أفلح من زكَّى الله نفسه، فكثَّر تطهيرها من الكفر والمعاصي، وأصلحها بالصالحات من الأعمال).[3]
           
Untuk mendapatkan keberuntungan tersebut dari Allah ta’ala ibnu katsir menjelaskan bahwa manusia harus menempuh jalan yaitu mentaati Allah, membersihkan jiwanya dari akhlaq tercela serta membersihkan jiwa dari berbagai hal yang hina.[4]
           
Sedangkan at tadsiyah atau pengotoran jiwa adalah menenggelamkan jiwa kedalam dosa dan kemaksiatan.[5] Ibnul qayyim al jauziyah menafsirkan (قد خاب وخسر من أخفاها ، وحقرها وصغرها بمعصية اللّه) sungguh merugi orang yang menyembunyikan, merendahkan dan menghinakan jiwanya dengan kemaksiatan kepada Allah[6]
           
Orang-orang yang mengotori jiwanya adalah mereka yang tersesat dari jalan kebaikan. Ath thobari menafsirkan mereka merugi karena tidak mendapatkan kebaikan bagi dirinya sendiri dalam perjalanannya menempuh kehidupan.[7]
           
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa sesunggunya Allah memberikan dua jalan bagi manusia yaitu kebaikan dan keburukan. Orang-orang yang menempuhi jalan kebaikan dengan mentaati Allah dan meninggalkan perbuatan hina maka merekalah yang menempuh jalan tazkiyah, merekalah orang-orang yang beruntung. Sedangkan mereka yang merugi adalah yang tersesat, memilih jalan tadsiyah, dengan menenggelamkan jiwanya ke dalam kemaksiatan. 
Wallahu a’lam

Catatan Pustaka
[1] Ibnu Taimiyah : Majmu al Fatawa. Saudi Arabia: Percetakan Mushaf Raja Fahd . 1416 H, 10/97.
[2] Idem
[3] Imam Ibnu Jarir ath Thobari: Jami’ al Bayan an Ta’wil Ayi al Qur’an. Beirut: Muassasah ar Risalah, 1420 H, 24/454.
[4] Imam Imaduddin Ibnu Katsir: Tafsir al Qur-an al Adzhim. Daar thoyyibah li an nashr wa at tauzi’, 1420 H, 8/412
[5] Majmu al fatawa 10/628
[6] Imam Ibnul Qayyim al Jauziyah: Tafsir al Qur’an al Karim. Beirut: Daar wa Maktabah al Hilal. 1410 H, 571.
[7] Jami’ al Bayan an Ta’wil Ayi al Qur’an, 24/457.

Tafsir Tadabbur : Surat an Nashr



إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ (1) وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا (2) فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا (3)
Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan (1) dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong (2) maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima Taubat (3)

Sebab Turunnya Ayat
Al wahidy meriwayatkan bahwa surat ini diturunkan pada masa akhir kehidupan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, pada perang hunain dan Rasulullah hidup setelah turunnya ayat ini selama 2 tahun. Mengabarkan kepada kami sa’id bin Muhammad al muadzin, mengabarkan kepada kami abu umar bin abi ja’far al muqri, mengabarkan kepada kami al hasan bin sufyan, mengabarkan kepada kami ‘abdul ‘aziz bin salam, mengabarkan kepada kami ishaq bin Abdillah bin kisyan berkata: meriwayatkan kepadaku ayahku dari ikrimah dari ibnu abbas berkata:
لَمَّا أَقْبَلَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - مِنْ غَزْوَةِ حُنَيْنٍ وَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى: {إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ} قَالَ: "يَا عَلِيُّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ وَيَا فَاطِمَةُ قَدْ جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ، وَرَأَيْتُ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا، فَسُبْحَانَ رَبِّي وَبِحَمْدِهِ وَأَسْتَغْفِرُهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا".
Ketika Rasulullah saw memulai perang Hunain Allah ta’ala menurunkan surat (إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ) kemudian ia bersabda: Wahai Ali bin abi thalib dan Fatimah sungguh telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kau akan melihat manusia memeluk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah kepada Allah dan memuji-Nya dan aku akan memohon ampun kepada-Nya sesungguhnya Ia Maha Menerima Penerima Taubat.[1]

Munasabah
Abu Ja’far al Gharnaty menuliskan dalam kitabnya mengenai surat ini,
لما كمل دينه واتضحت شريعته واستقر أمره - صلى الله عليه وسلم -، وأدى أمانة رسالته حق أدائها عرف عليه السلام نفاذ عمره وانقضاء أجله، وجعلت على ذلك علامة دخول الناس في دين الله جماعات
Ketika mulai sempurna dan jelas syari’at Islam dan Allah menegaskan perintah-Nya. Dan pelaksanaan risalah sudah mulai bagus, Rasulullah saw mengetahui bahwa usianya sudah menjelang akhir, dan semua itu menjadi pertanda masuknya manusia memeluk agama Allah secara berbondong-bondong.[2]

Imam as Suyuti menuliskan dalam kitabnya bahwa keterkaitan surat ini dengan surat al kafirun adalah,
فكان فيه إشعار بأنه خلص له دينه، وسلم من شوائب الكدر والمخالفين ، وهو مجيء الفتح والنصر، فإن الناس حين دخلوا في دين الله أفواجًا، فقد تم الأمر وذهب الكفر، وخلص دين الإسلام ممن كان يناوئه؛ ولذلك كانت السورة إشارة إلى وفاته صلى الله عليه وسلم.
pada surat ini terdapat pemberitahuan bahwa syari’at Allah itu bersih baginya dan terhindar dari cacat, kekotoran dan penyimpangan, dan dari situlah akan muncul pertolongan dan kemenangan, ketika manusia masuk kedalam agama Allah secara berbondong-bondong, maka benar-benar telah sempurna kalimat Allah dan terusirlah orang-orang kafir. Dan murnilah agama Allah bagi siapa saja yang melaksanakan. Dan surat ini menjadi isyarat kepada akhir hidup Rasulullah saw.[3]

Al Imam Fakhrurrazi berpendapat,
كأنه تعالى يقول: لما أمرتك في السورة المتقدمة بمجاهدة جميع الكفار، بالتبري منهم، وإبطال دينهم، جزيتك على ذلك بالنصر والفتح، وتكثير الأتباع7.  قال: ووجه آخر؛ وهو: أنه لما أعطاه [الله] 8 الكوثر؛ وهو: الخير الكثير، ناسب تحميله مشقاته وتكاليفه، وأشار إلى دنو أجله، فإنه ليس بعد الكمال إلا الزوال.
Seakan akan Allah ta’ala berfirman ketika Aku memerintahkan kepadamu dalam surat terdahulu untuk bermujahadah kepada seluruh orang-orang kafir, dengan menolak mereka dan membatalkan agamanya, Aku telah membalasmu dengan pertolongan dan kemenangan serta banyaknya pengikut. Pada sisi lain Allah memberikan al kautsar atau kebaikan yang banyak ketika ada kesulitan dan tanggung jawab yang berat. Dan sesungguhnya (kemenangan) itu adalah isyarat atas akhir hidup Rasulullah. Dan tidaklah setelah kesempurnaan itu melainkan kesudahan.[4]

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ
Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan (1)

Makna kata an nashr adalah (الْعَوْنُ) pertolongan. Diriwayatkan bahwa yang dimaksud pertolongan pada ayat ini adalah (نَصْرُ الرَّسُولِ عَلَى قُرَيْشٍ) pertolongan yang diberikan kepada Nabi saw atas orang-orang quraisy.[5] Ada pula pendapat bahwa yang dimaksud adalah (نَصَرَهُ عَلَى مَنْ قَاتَلَهُ مِنَ الْكُفَّارِ، فَإِنَّ عَاقِبَةَ النَّصْرِ كَانَتْ لَهُ) pertolongan untuk Nabi saw atas semua orang kafir yang memerangi beliau, hingga pada akhirnya kemenangan berada dipihak beliau.[6] Dikatakan pula maksudnya adalah (إذا جاء نصره بإظهاره إياك على أعدائك) apabila telah datang pertolongan Allah dengan mengunggulkan Rasulullah saw atas musuh-musuhnya.[7]

Sedangkan yang dimaksud dengan (الفَتْحُ) adalah pembebasan kota Mekah. Makna ini disampaikan Sa’id bin Jubair dan Ibnu Abbas.[8] Ada pula yang berpendapat maknanya adalah (فَتْحُ الْمَدَائِنِ وَالْقُصُورِ) pembebasan kota-kota dan negeri lain, (مَا فَتَحَهُ عليه من العلوم) terbukanya ilmu-ilmu baru yang belum diketahui manusia.[9]

Sayyid Quthb mendeskripsikan makna ayat ini dengan mendalam,
فهو نصر الله يجيء به الله في الوقت الذي يقدره. في الصورة التي يريدها. للغاية التي يرسمها. وليس للنبي ولا لأصحابه من أمره شيء، وليس لهم في هذا النصر يد. وليس لأشخاصهم فيه كسب. وليس لذواتهم منه نصيب. وليس لنفوسهم منه حظ! إنما هو أمر الله يحققه بهم أو بدونهم. وحسبهم منه أن يجريه الله على أيديهم، وأن يقيمهم عليه حراسا، ويجعلهم عليه أمناء
Ia adalah pertolongan Allah yang didatangkan oleh Allah, pada waktu yang ditetapkan-Nya, dengan bentuk yang dikehendaki-Nya, dan untuk tujuan yang telah digariskan. Tidaklah Nabi dan para Sahabat berperan dalam hal ini. Tangan mereka tak punya andil dalam pertolongan ini. Diri pribadi mereka tidaklah berprestasi dalam hal ini. Jasad dan jiwa mereka tak memiliki andil di dalamnya. Pertolongan itu samata-mata hanyalah perkara Allah yang diwujudkan-Nya dengan atau tanpa mereka. Cukuplah bagi mereka jika Allah mewujudkan perkara itu melalui diri mereka dan menjadikan mereka sebagai penjaganya dan sebagai pemegang amanat tersebut.[10]

Demikian pula pendapat az zuhaili, makna dari annashr adalah,
أن النصر لا يكون إلا من اللَّه: هو أنه نصر لا يليق إلا باللَّه، ولا يليق أن يفعله إلا اللَّه، أو لا يليق إلا بحكمته. والمراد تعظيم هذا النصر.
bahwa sesungguhnya pertolongan itu tidak terjadi kecuali dengan kehendak, perbuatan dan kebijaksanaan Allah. Dan yang demikian itulah yang dimaksudkan dengan keagungan perto-longan ini. [11]

وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا
dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong (2)

al qurthubi mengartikan bahwa yang dimaksud adalah (جَمَاعَاتٍ: فَوْجًا بَعْدِ فَوْجٍ) masuk Islam secara berjama’ah, seperti ombak yang terus menggulung. Ada juga yang mengartikan (أَفْوَاجًا: أُمَّةً أُمَّةً. قَالَ الضَّحَّاكُ: وَالْأُمَّةُ: أَرْبَعُونَ رَجُلًا) kelompok demi kelompok, adh dhohak berkata satu ummat itu 40 laki-laki.[12] Al baghawi berpendapat bahwa yang dimaksud afwaja adalah (زُمَرًا وَأَرْسَالًا الْقَبِيلَةُ بِأَسْرِهَا وَالْقَوْمُ بِأَجْمَعِهِمْ مِنْ غَيْرِ قِتَالٍ) Berbondong-bondong dan datanglah kabilah-kabilah dengan keluarga mereka dan kaum-kaum secara berkelompok tanpa peperangan.[13]

Ikrimah meriwayatkan dari ibnu Abbas ia berkata, ketika nabi membaca firman Allah ta’ala, “apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan”. Datanglah para penduduk Yaman yang memiliki kelembutan hati, kesantunan perilaku, kedermawanan sikap dan keagungan dalam ketaqwaan. Mereka secara serempak mengikrarkan diri masuk Islam.[14]

Dalam shahih Bukhari disebutkan sebuah riwayat dari Abu Hurairah ra, ia berkata, Rasulullah saw pernah bersabda:
أَتَاكُمْ أَهْلُ اليَمَنِ، أَضْعَفُ قُلُوبًا، وَأَرَقُّ أَفْئِدَةً، الفِقْهُ يَمَانٍ وَالحِكْمَةُ يَمَانِيَةٌ
“telah datang kepada kalian para penduduk Yaman, mereka memiliki hati yang sangat lembut dan perasaan yang sangat halus. Mereka juga membawa ilmu yamani dan hikmah yamaniyah.[15]

Al mawardi meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda,
إنّ الناس دخلوا في دين الله أفواجاً وسيخرجون أفواجاً
Sesungguhnya manusia masuk kedalam agama Allah secara berbondong-bondong, namun mereka juga akan keluar secara berbondong-bondong.[16]

Serupa dengan riwayat tersebut adalah riwayat dari Abu Amar. Ia berkata: aku pernah ditanya oleh Jabir tentang kondisi ummat Islam di masa yang akan datang, lalu aku memberitahukan kepadanya tentang bagaimana mereka berbeda pendapat dan terpecah belah. Kemudian iapun menangis dan berkata, Aku juga pernah mendengar Rasulullah saw bersabda:
أن الناس دخلوا فِي دِينِ اللَّهِ أَفْواجاً وسيخرجون من دين الله أفواجا
Sesungguhnya manusia masuk kedalam agama Allah secara berbondong-bondong namun mereka juga akan keluar secara berbondong-bondong.[17]

فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
Maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima Taubat (3)

Kalimat tasbih dalam ayat ini menurut al Qurthubi adalah (إِذَا صَلَّيْتَ فَأَكْثِرْ مِنْ ذَلِكَ) sholatlah kamu dengan memuji nama Allah.[18] Pendapat ini sebagaimana pendapat ibnu abbas (فصل بِأَمْر رَبك شكرا لذَلِك) maka sholatlah dengan perintah Rabbmu sebagai ungkapan rasa syukur atas pertolongan dan kemenangan.[19]
Ath Thobari menjelaskan bahwa maksudnya adalah,
فسبح ربك وعظمه بحمده وشكره، على ما أنجز لك من وعده. فإنك حينئذ لاحق به، وذائق ما ذاق مَنْ قبلك من رُسله من الموت
Maka bertasbihlah kepada Rabbmu, agungkanlah Dia, Pujilah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya atas janji yang telah dipenuhi-Nya untukmu, karena sesungguhnya pada saat itu engkau pasti berjumpa dengan-Nya dan akan merasakan kematian yang telah dirasakan oleh para rasul sebelummu.[20]

Abu Hurairah mengatakan,
اجتهد النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ نُزُولِهَا، حَتَّى تَوَرَّمَتْ قَدَمَاهُ. وَنَحَلَ جِسْمُهُ، وَقَلَّ تَبَسُّمُهُ، وَكَثُرَ بُكَاؤُهُ
Setelah diturunkannya surat ini Rasulullah saw lebih giat dalam beribadah, bahkan hingga kedua kakinya memar, tubuhnya semakin kurus, senyumnya berkurang dan lebih banyak menangis.
Ikrimah mengatakan,
لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَطُّ أَشَدَّ اجْتِهَادًا فِي أُمُورِ الْآخِرَةِ مَا كَانَ مِنْهُ عِنْدَ نُزُولِهَا
Rasulullah saw tidak pernah terlihat lebih keras dalam perkara akhirat kecuali setelah diturunkannya surat ini.[21]

Dalam sebuah riwayat Aisyah ra menceritakan tentang dzikir rasulullah dari ‘ia berkata, tidaklah Rasulullah saw sholat semenjak diturunkannya ayat, (إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ), kecuali dalam sholatnya mengucapkan, “سُبْحَانَكَ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي” Maha suci Engkau wahai Tuhan kami, dan dengan segala pujian untuk-Mu. Ya Allah ampunilah aku.[22]

Sayyid Quthb menjelaskan hakikat perintah istighfar dalam ayat ini adalah Istighfar dari kondisi jiwa yang banyak, lembut dan halus celah masuknya,
الاستغفار من الزهو الذي قد يساور القلب أو يتدسس إليه من سكرة النصر بعد طول الكفاح، وفرحة الظفر بعد طول العناء.
Istighfar dari rasa bangga yang kadang bermunculan di hati atau menyelinap kedalamnya akibat mabuk kemenangan sesudah perjuangan panjang dan akibat kesenangan memperoleh kemenangan sesudah penderitaan panjang

الاستغفار مما قد يكون ساور القلب أو تدسس إليه في فترة الكفاح الطويل والعناء القاسي، والشدة الطاغية والكرب الغامر.. من ضيق بالشدة، واستبطاء لوعد الله بالنصر
Istighfar dari perasaan yang kadang bermunculan di hati atau menyelinap ke dalam hati saat perjuangan panjang, penderitaan yang berat, kesulitan yang menghimpit dan kesedihan yang memilukan seperti rasa sempit menghadapi kesulitan dan perasaan terlalu lama menunggu kapankah datangnya pertolongan Allah.

الاستغفار من التقصير في حمد الله وشكره. فجهد الإنسان، مهما كان، ضعيف محدود، وآلاء الله دائمة الفيض والهملان
Juga istighfar dari kekurangan dalam memuji Allah dan mensyukuri nikmat-Nya. Karena upaya manusia apapun adanya sangat lemah dan terbatas, sedangkan nikmat-nikmat Allah selalu melimpah ruah dan mengalir.

Demikianlah dalam permulaan surat ini Allah menegaskan bahwa kemenangan, pertolongan  dan agama adalah milik-Nya, semua berasal dari-Nya dan kembali pula kepada-Nya. Perintah sholat memperbanyak memuji Allah, memohon ampunan kembali menguatkan bahwa demikianlah seharusnya sikap para pejuang dalam berbagai kondisi medan da’wahnya, kesulitan, kemudahan maupun kemenangan.

Hikmah
1. Da’wah seharusnya menjadi penentu arah, ketegasan kepada syari’at, memurnikan manhaj adalah diantara hikmah yang terdapat pada surat al kafirun, hingga kemudian mendatangkan kemenangan pada perjuangan Rasulullah saw dan para sahabatnya. Sudah saatnya da’wah menjadi penentu arah, mengejar ketertinggalan adalah sebuah kesalahan. Kejelasan visi, kepastian langkah, kesatuan pasukan, keikhlasan pemimpin, ketaatan kader dan kesungguhan berkorban adalah keniscayaan.

2. Kemenangan, kekalahan, kemudahan dan kesulitan adalah ujian dari Allah ta’ala, tidaklah penting peristiwa-peristiwa itu silih berganti kita lalui, melainkan apakah peristiwa itu memberikan dampak pada perubahan diri kita kepada kebaikan. Siapa yang lambat amalnya tak dapat dipercepat oleh nasabnya. Menyerahkan segala urusan kepada Allah, adalah bukti kejujuran iman, para pejuang di jalan Allah adalah mereka yang berjuang karena-Nya dan bersama-Nya semata.

3. Adalah sebuah keteladanan ketika pertolongan dan kemenangan itu datang kepada kekasih Allah, Beliau saw melupakan kegembiraan kegembiraan sesaat seraya menundukkan dirinya untuk bersyukur, memuji Rabbnya dan beristighfar memohon ampunan,  sebagaimana yang diajarkan Rabbnya kepadanya.[23] Dan dengan keyakinan penuh bahwa Rabbnya lah satu-satunya penerima dan pengabul segala do’a dan permohonan, terminal akhir dan satu-satunya pengharapan yang tiada lain selain-Nya.

wallahu a'lam
sigit suhandoyo 

Catatan Pustaka
[1] Abul Hasan Ali bin Ahmad al Wahidiy: Asbab an Nuzul al Qur’an. Ad Damam : Daar al Ishlah, 1412 H, 468. Dhiya-uddin al Maqdisy meriwayatkan pula dalam al ahadits al mukhtaroh 12/128. Ath Thabrani meriwayatkan dalam mu’jam al kabir 11/371 dari ikrimah & ibnu Abbas bahwa surat ini turun pada perang khaibar.
[2] Abu Ja'far al Gharnaty: al Burhan fi Tanasubi Suwari al Qur'an. Al maghribi: wizaratu al awqaaf wa syu’uni islamiyyah. 1410 H, 383.
[3] Jalaluddin as suyuthi: asrar at tartib al qur’an. Daar al fadhilah li annashr wa attauzi’, tt. 169
[4] Fakhruddin ar Raazi: Mafatih al Ghaib. Beirut: Daar ihya at turats al ‘araby. 1420 H, 32/335.
[5] Ibnu Jarir ath Thobari: Jami’ al Bayan an Ta’wil Ayi al Qur’an. Beirut: Muassasah ar Risalah, 1420 H, 24/667.
[6] Imam al Qurthubi: al Jami’ li Ahkam al Qur’an, Qahirah: Daar al Kutub al Mishriyah, 1384 H, 20/230.
[7] Al Mawardi: an Nukat wal Uyun. Beirut: Daar al Kutub al ‘Ilmiyyah. tt. 6/359.
[8] Mujahid bin Jabr: Tafsir Mujahid. Mesir: Daar al fikr al islamiy al haditsah. 1410 H, 758.
[9] Al Jami’ li Ahkam al Qur’an, 20/230.
[10] Sayyid Quthb: Fii Dzilal al Qur'an, Beirut: Daar Asy Syuruq. 1412 H. 6/3996.
[11] Wahbah Musthofa az Zuhaili: tafsir al Muniir fil ‘aqidati wasyari’ati walminhaj. Damaskus: Daar al fikr al mu’ashir. 1418 H, 30/449.
[12] Al jami’ li ahkam al Qur’an, 20/230
[13] Al Baghawi: ma’alim at tanzil fi tafsir al qur’an. Beirut: Daar ihya at turats al ‘arabiy. 1420 H, 5/325
[14] Al jami’ li ahkam al Qur’an, 20/230
[15] Imam al Bukhari: Shahih Bukhari. Damaskus: Daar an najah, 1422H, 5/174
[16] An nukat wal uyun, 6/360.
[17] Ats tsa’laby: al kasyfu wal bayan ‘an tafsir al qur’an. Beirut: Daar ihya at turats al ‘arabiy. 1422H, 10/320.
[18] Al jami’ li ahkam al Qur’an, 20/231.
[19] Abdullah bin Abbas: tanwir al miqbas min tafsir ibnu abbas. Libanon: Daar al kutub al ilmiyyah. tt.  521
[20] Jami’ al Bayan an Ta’wil Ayi al Qur’an, 24/668.
[21] Al jami’ li ahkam al Qur’an, 20/232
[22] Shahih al Bukhari, 6/178 hadits ke 4967.
[23] Fi Dzilal al Qur’an, 6/3998.

Tafsir Tadabbur Surat al Kafirun




قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ (1) لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ (2) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (3) وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ (4) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (5) لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (6)

Katakanlah: "Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku

Sebab Turunnya Ayat

Al Wahidy[1] menuliskan bahwa surat ini diturunkan terkait dengan sekelompok orang quraisy, mereka berkata:

يَا مُحَمَّدُ هَلُمَّ فَاتَّبِعْ دِينَنَا وَنَتَّبِعُ دِينَكَ، تَعْبُدُ آلِهَتَنَا سَنَةً وَنَعْبُدُ إِلَهَكَ سَنَةً، فَإِنْ كَانَ الَّذِي جِئْتَ بِهِ خَيْرًا مِمَّا بِأَيْدِينَا كُنَّا قَدْ شَرَكْنَاكَ فِيهِ وَأَخَذْنَا بِحَظِّنَا مِنْهُ، وَإِنْ كَانَ الَّذِي بِأَيْدِينَا خَيْرًا مِمَّا فِي يَدِكَ كُنْتَ قَدْ شَرَكْتَنَا فِي أَمْرِنَا وَأَخَذْتَ بِحَظِّكَ، فَقَالَ: "مَعَاذَ اللَّهِ أَنَّ أُشْرِكَ بِهِ غَيْرَهُ"، فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى: {قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ} إِلَى آخِرِ السُّورَةِ، فَغَدَا رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - إِلَى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَفِيهِ الْمَلَأُ مِنْ قُرَيْشٍ، فَقَرَأَهَا عَلَيْهِمْ حَتَّى فَرَغَ مِنَ السُّورَةِ، فَأَيِسُوا مِنْهُ عِنْدَ ذَلِكَ

Ya Muhammad marilah mengikuti agama kami dan kami akan mengikuti agamamu, kamu sembah agama kami setahun dan kami sembah agamamu setahun, maka jika ajaran yang kamu bawa lebih baik dari pada yang kami percayai maka kami sudah berusaha untuk mengikutimu dan kami pasti akan mendapatkan apa yang kami usahakan itu, dan apabila yang kami percayai ini lebih baik dari ajaran yang kamu bawa, maka kamu sudah berusaha untuk ikut bersama kami dan kamu pasti akan menerima hasil dari usahamu itu. Maka rasulullah saw, menjawab: aku berlindung kepada Allah atas segala yang kamu bersekutu dengannya selain Allah, kemudian Allah ta’ala menurunkan surat al kafirun hingga akhir surat. Maka Rasulullah saw berangkat ke masjid al haram dan di dalamnya ada orang-orang penting dari quraisy, maka ia membacakan surat ini kepada mereka hingga akhir surat. Maka mereka berputus asa setelah itu.

Munasabah

Keterkaitan surat al kautsar dengan al kafirun adalah, bahwa setelah Allah menegaskan bahwa orang-orang kafir itulah yang terputus, Allah menyusulkannya dengan penjelasan yang terinci dan tertulis. Allah berfirman, “katakanlah hai orang-orang kafir” dengan tujuan menjelaskan bahwa orang-orang yang terputus itu ialah siapa saja yang mengikuti kekafiran dan setia dengan kekafirannya maka tidak ada jalan keluar dari kekafirannya dan tidaklah akan tetap keimanan padanya selamanya. Sebagaimana firman Allah,

وَلَوْ أَنَّنَا نَزَّلْنَا إِلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةَ وَكَلَّمَهُمُ الْمَوْتَى وَحَشَرْنَا عَلَيْهِمْ كُلَّ شَيْءٍ قُبُلًا مَا كَانُوا لِيُؤْمِنُوا إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ يَجْهَلُونَ
Kalau sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu ke hadapan mereka niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui (al an’am 111)[2]

Menurut as suyuti keterkaitan surat ini dengan surat sebelumnya adalah, bahwa Allah ta'ala berfirman, fasholli li rabbika" kemudian  Allah memerintahkan menyampaikan kepada orang-orang kafir bahwa tidak ada yang pantas disembah kecuali Allah, dan bukanlah yang disembah itu seperti apa yang mereka sembah, penyampaian seperti ini terulang dan dilengkapi dengan bahwa bagi mereka agama mereka.[3]

Keutamaan

Imam at tirmidzi meriwayatkan Menceritakan kepada kami ’ali bin hujrin berkata, mengabarkan kepada kami yazid bin harun ia berkata, mengabarkan kepada kami yaman bin al mughirah al anaziy, ia berkata, menceritakan kepada kami atha’ dari ibnu abbas ia berkata: Rasulullah saw bersabda:

إِذَا زُلْزِلَتْ تَعْدِلُ نِصْفَ القُرْآنِ، وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ تَعْدِلُ ثُلُثَ القُرْآنِ، وَقُلْ يَا أَيُّهَا الكَافِرُونَ تَعْدِلُ رُبُعَ القُرْآنِ
Idza zulzilat sebanding dengan setengah al Qur’an, dan qul huwallahu ahad sebanding dengan sepertiga al Qur’an dan qul yaa ayyuhal kafirun sebanding dengan seperempat al Qur’an.[4]

Menceritakan kepadaku malku bin isma’il, menceritakan kepada kami mundal bin ali dari ja’far bin abi ja’far al asyja’i dari ayahnya dari ibnu umar berkata,
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- بِأَصْحَابِهِ فِي سَفَرٍ صَلَاةَ الْفَجْرِ، فَقَرَأَ: {قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُون} ، وَ {قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَد}،  وَقَالَ: "قَرَأْتُ بِكُمْ ثُلُثَ الْقُرْآنِ، وَرُبُعَهُ"
Rasulullah saw sholat fajar bersama para sahabatnya dalam sebuah perjalanan, kemudia membaca surat al kafirun dan al ikhlas, setelah itu beliau bersabda “telah kubacakan bagi kalian sepertiga al Qur’an dan seperempat dari al Qur’an.”[5]

Menceritakan kepada kami abu hisyam Muhammad bin sulaiman bin alhakam alqudaydiyy, menceritakan kepadaku ayahku, dari isma’il bin kholid al khuza’i, bahwa Muhammad bin jubair bin muth’im mendengar dan ia berkata: berkata kepadaku Rasulullah saw berkata kepadaku,

أَتُحِبُّ يَا جُبَيْرُ إِذَا خَرَجْتَ سَفَرًا أَنْ تَكُونَ مِنْ أَمْثَلِ أَصْحَابِكَ هَيْئَةً , وَأَكْثَرِهِمْ زَادًا؟» فَقُلْتُ: نَعَمْ، بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي، قَالَ: «فَاقْرَأْ هَذِهِ السُّوَرَ الْخَمْسَ، قُلْ يَأَيُّهَا الْكَافِرُونَ، وَإِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ، وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ، وَقُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ، وَقُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ، وَافْتَحْ كُلَّ سُورَةٍ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، وَاخْتِمْ قِرَاءَتَكَ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Wahai jubair apakah kamu ingin menjadi seseorang yang paling rupawan dalam perjalanan dan yang paling banyak membawa bekal dibandingkan dengan yang lain? Aku menjawab, tentu demi ayahku anda dan ibuku. Rasulullah saw bersabda: maka bacalah olehmu lima surat ini, al kafirun, annashr, al ikhlas, al falaq dan annaas, dan bukalah setiap surat dengan bismillahi arrahmanni arrahim dan tutuplah bacaanmu dengan bismillahi arrahmanni arrahim.

Jubair berkata, sebelumnya aku adalah seorang yang tidak memiliki banyak harta, dan jika aku sedang bepergian maka aku adalah orang yang paling kumuh dan tidak membawa banyak bekal, namun semenjak aku membaca surat-surat tersebut aku menjadi orang yang paling gagah dan yang paling banyak membawa bekal diantara kawan-kawan seperjalananku bahkan hingga kami semua pulang dari perjalanan tersebut[6]

Menceritakan kepada kami annufail, mencaritakan kepada kami zuhair, menceritakan kepada kami abu ishaq, dari farwah bin naufal, dari ayahnya, bahwa Rasulullah saw bersabda kepada naufal,
اقْرَأْ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ ثُمَّ نَمْ، عَلَى خَاتِمَتِهَا، فَإِنَّهَا بَرَاءَةٌ مِنَ الشِّرْكِ
Bacalah surat al kafirun setiap engkau hendak berangkat tidur, sesungguhnya surat itu adalah pembebasan dari kemusyrikan.[7]

Ibnu Abbas pernah berkata
لَيْسَ فِي الْقُرْآنِ أَشَدُّ غَيْظًا لِإِبْلِيسَ مِنْهَا، لِأَنَّهَا تَوْحِيدٌ وَبَرَاءَةٌ مِنَ الشِّرْكِ
Tidak ada yang lebih dibenci iblis dari al Qur’an kecuali surat al kafirun, karena surat ini berisikan tentang tauhid dan pembebasan diri dari kemusyrikan.[8]
Al ashma’i berkata
كَانَ يقال ل (- قل يا أيها الكافرون) ، و (قل هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ) الْمُقَشْقِشَتَانِ، أَيْ أَنَّهُمَا تُبَرِّئَانِ مِنَ النِّفَاقِ
surat al kafirun dan al ikhlas adalah dua obat, maksudnya kedua surat tersebut adalah pembebas dari kemusyrikan.[9]

 -- قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ --
Katakanlah hai orang-orang kafir

Ibnu Katsir berpendapat bahwa surat ini berisi perintah Allah ta’ala kepada rasul-Nya Muhammad saw, untuk berlepas diri atas kemusyrikan orang-orang kafir dan menjalankan ibadah dengan ikhlas. (هَذِهِ السُّورَةُ سُورَةُ الْبَرَاءَةِ مِنَ الْعَمَلِ الَّذِي يَعْمَلُهُ الْمُشْرِكُونَ، وَهِيَ آمِرَةٌ بِالْإِخْلَاصِ فِيهِ) Meskipun khitab ini khusus bagi orang kafir quraisy namun mencakup seluruh orang kafir di muka bumi.[10]

Sayyid Quthb berpendapat bahwa ayat ini adalah sebuah bentuk penegasan dari Allah ta’ala,
فهو الأمر الإلهي الحاسم الموحي بأن أمر هذه العقيدة أمر الله وحده. ليس لمحمد فيه شيء. إنما هو الله الآمر الذي لا مرد لأمره، الحاكم الذي لا راد لحكمه
Ini merupakan perintah Ilahi yang tegas dan mengisyaratkan bahwa aqidah ini adalah perintah Allah semata, Rasulullah hanyalah penyampai risalah-Nya. Sesungguhnya hanya Allah lah pemberi perintah yang tidak ada seorangpun yang mampu menolak, Yang Maha Menentukan Hukum yang tiada seorangpun mampu menolak hukum-Nya.[11] Kemudian Allah memanggil mereka dengan hakikat yang ada pada diri mereka dan memberi sifat kepada mereka dengan sifat diri mereka yaitu kekafiran yang tidak ada titik temu antara keimanan dan kekafiran.

Ibnul Qayyim juga menegaskan pendapat tersebut bahwa penetapan kalimat (يا أَيُّهَا الْكافِرُونَ) dan tidak dikatakan (يا أيها الذين كفروا) adalah untuk menunjukkan bahwa orang yang sifatnya kafir dengan kekafiran yang tetap dan pasti dan tidak berpisah darinya, maka dia lebih layak bagi Allah untuk membebaskan Diri darinya yang berarti dia juga terbebas dari Allah. Seakan-akan Rasulullah bersabda,

كما أن الكفر لازم لكم ثابت لا تنتقلون عنه فمجانبتكم والبراءة منكم ثابتة لي دائما أبدا
Karena kekafiran sudah menjadi keharusan bagi kalian dan sudah tetap pada diri kalian, maka kalian tidak dapat beralih dari keadaan itu. Maka menjauhi kalian dan memungkiri kalian sudah merupakan sesuatu yang pasti dan berlaku untuk selama-lamanya.[12]

 --لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ. وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ . وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ . وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ--
Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.

Menurut ath thobari pengulangan yang disebutkan dalam surat ini merupakan bentuk penegasan sebagaimana firman Allah ta’ala dalam surat al insyirah dan surat at takatsur 6-7.[13]
(فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا) ، وكقوله: (لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ)
“karena sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulian itu ada kemudahan.” “Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka jahannam dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ainul yaqin.

Al Qurthubi juga mengemukakan pendapat serupa bahwa pengulangan tersebut adalah penegasan makna bahwa yang mereka lakukan adalah sia-sia belaka.
نَزَلَ الْقُرْآنُ بِلِسَانِ الْعَرَب، وَمِنْ مَذَاهِبِهِمُ التَّكْرَارُ إِرَادَةَ التَّأْكِيدِ وَالْإِفْهَامِ
Al Qur’an itu diturunkan menurut lisan orang Arab, dan kebiasaan mereka adalah mengulang perkataan untuk mempertegas ucapan mereka dan lebih dapat difahami.[14]

Selain makna tersebut al Qurthubi juga mengemukakan bahwa ada yang berpendapat bahwa pengulangan tersebut bermakna (التَّغْلِيظِ) ancaman.[15]
Ibnu Katsir menjelaskan makna ayat ini adalah sebuah ketegasan akan penetapan Allah sebagai satu-satunya Ilah dan penafian akan tata cara orang-orang kafir dalam beribadah
          
لَا أَسْلُكُهَا وَلَا أَقْتَدِي بِهَا، وَإِنَّمَا أَعْبُدُ اللَّهَ عَلَى الْوَجْهِ الَّذِي يُحِبُّهُ وَيَرْضَاهُ؛ وَ لَا تَقْتَدُونَ بِأَوَامِرَ اللَّهِ وَشَرْعِهِ فِي عِبَادَتِهِ، بَلْ قَدِ اخْتَرَعْتُمْ شَيْئًا مِنْ تِلْقَاءِ أَنْفُسِكُمْ لَا أَسْلُكُهَا وَلَا أَقْتَدِي بِهَا، وَإِنَّمَا أَعْبُدُ اللَّهَ عَلَى الْوَجْهِ الَّذِي يُحِبُّهُ وَيَرْضَاهُ؛ وَ لَا تَقْتَدُونَ بِأَوَامِرَ اللَّهِ وَشَرْعِهِ فِي عِبَادَتِهِ، بَلْ قَدِ اخْتَرَعْتُمْ شَيْئًا مِنْ تِلْقَاءِ أَنْفُسِكُمْ
Aku tidak akan menempuh jalan kalian dan tidak juga mengikutinya. Melainkan aku akan senantiasa beribadah kepada Allah dengan cara yang Dia sukai dan ridhai. Dan kalian tidak akan mengikuti perintah-perintah dari Allah dan syari’atn-Nya dalam menyembah-Nya, tetapi kalian telah memilih sesuatu dari diri kalian sendiri.[16]

Pemahaman seperti ini sangat jelas, sebagaimana pendapat beberapa ulama tafsir bahwa kebiasaan orang-orang kafir Quraisy pada masa itu adalah mereka senang berganti-ganti berhala, jika mereka merasa bosan maka mereka akan membuang berhala tersebut dan menggantikannya dengan berhala baru yang mereka sukai – bahkan jika berhala baru itu berupa potongan kayu atau belahan batu – dan kemudian mengagunggung-agungkannya serta menyejajarkannya dengan berhala-berhala yang masih mereka sukai.

Penafsiran seperti ini berdasarkan fakta bahwa orang-orang kafir Quraisy menyembah berhala adalah untuk mendapatkan visualisasi tentang tuhan. Mereka meyakini bahwa ada kekuasaan ghaib yang menciptakan semesta namun mereka menyekutukannya.

Makna demikian juga dikemukakan Sayyid Quthb secara global sebagaimana firman Allah ta’ala dalam surat az zumar ayat 3 dan al ankabut ayat 61.
مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى -- وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ
Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya. – Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, “siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan? Tentu mereka akan menjawab Allah.

Bercampur aduknya persepsi mereka dan pengakuan mereka tentang Allah selain penyembahan tuhan-tuhan lain bersama-Nya, bisa jadi mengesankan bahwa mereka bisa berbagi dengan Rasulullah sebagaiman Rasulullah juga bisa berbagi dengan mereka dalam hal penyembahan.

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku

Al Qurthubi berpendapat bahwa pada ayat ini terdapat makna ancaman, sama seperti yang terdapat pada firman Allah ta’ala dalam surat al Qashash ayat 55. 
لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ
Bagi kami amal-amal kami dan bagi kalian amal-amal kalian. Dengan demikian ayat ini bermakna, kalian telah ridha dengan agama kalian dan kami juga ridho dengan agama yang kami anut. Sehingga kalian akan mendapat balasan atas perbuatan kalian demikian pula kami akan mendapatkan balasan atas perbuatan kami.[17]

Sayyid Quthb menegaskan bahwa sesungguhnya da’wah Islam hanya tegak di atas landasan ketegasan, transparansi, keberanian dan kejelasan akan perbedaan aqidah tauhid dan kemusyrikan
التوحيد الخالص الذي يتلقى تصوراته وقيمه، وعقيدته وشريعته.. كلها من الله.. دون شريك.. كلها.. في كل نواحي الحياة والسلوك
Inilah agamaku, tauhid murni yang menerima semua persepsi, nilai, aqidah dan syari’atnya dari Allah tanpa sekutu, secara utuh dalam seluruh aspek kehidupan dan perilaku.[18]

Demikian pula ibnul qayyim menjelaskan dalam tafsirnya,
فتضمنت الآية أن هذه البراءة اقتضت أنا اقتسمنا خطتنا بيننا ، فأصابنا التوحيد والإيمان ، فهو نصيبنا وقسمنا الذي نختص به لا تشركونا فيه ، وأصابكم الشرك باللّه والكفر به ، فهو نصيبكم وقسمكم الذي تختصون به لا نشرككم فيه
Ayat ini mengandung pengertian bahwa ayat ini mengharuskan kita untuk memilih bagian di antara kita. Kami mendapatkan bagian tauhid dan iman. Inilah bagian kami yang khusus bagi kamu dan kalian tidak boleh bersekutu di dalamnya. Sementara kalian mendapatkan bagian syirik dan kufur kepada Allah. Itulah bagian kalian yang dikhususkan bagi kalian dan kami tidak akan bersekutu dengan kalian di dalamnya.[19]

Wallahu a’lam.
Sigit Suhandoyo

Catatan Pustaka
[1] Abul Hasan Ali bin Ahmad al Wahidiy: Asbab an Nuzul al Qur’an. Ad Damam : Daar al Ishlah, 1412 H, 467. Riwayat semakna juga dikemukakan oleh imam ats tsa’labi dalam al kasyfu wal bayan an tafsir al qur’an 10/315, imam al baghawi dalam ma’alim at tanzil fi tafsir al qur’an 5/317 & imam az zamakhsyari dalam al Kasyaf an haqaaiqi ghawamidu at tanzil 4/808. Ibnu Hajar mendhoifkannya dalam fathul bari 8/733 karena pada sanadnya terdapat abu khalaf abdullah bin isa.
[2] Abu Ja'far al Gharnaty: al Burhan fi Tanasubi Suwari al Qur'an. Al maghribi: wizaratu al awqaaf wa syu’uni islamiyyah. 1410 H, 381
[3] Jalaluddin as suyuthi: asrar at tartib al qur’an. Daar al fadhilah li annashr wa attauzi’, tt. 169
[4] Abu Isa at Tirmidzi: Sunan At Tirmidzi. Mesir: Syirkatu maktabatu wa mathba’atu musthofa al baby al halby, 1395 H, 5/166. At Tirmidzi mengomentari hadits ini gharib para ulama hadits tidak mengenalnya kecuali dari hadits yaman ibnul mughirah. Menurut Muhammad Nashirudin al Albani hadits ini shahih kecuali keutamaan al zalzalah.
[5] Abu Muhammad  Abdul hamiid : al muntahob min musnad abdu bin hamid. Daar balansiyah linnashr wattauji’. 1423 H, 2/61. Sanadnya sangat lemah, padanya terdapat mundal bin ali ia seorang yang lemah, demikian pula ja’far bin abi ja’far al asyja’i. al bukhari mengatakan hadits ini mungkar.
[6] Abu Ya’la Ahmad bin Ali: Musnad Abi Ya’la. Damaskus: Daar al Ma’mun litturats. 1404 H, 13/414.
[7] Abu Dawud Sulaiman bin al Asy’ats: Sunan Abi Dawud. Beirut: Maktabah al ‘asyriyah. tt, 4/313. Menurut Muhammad nashirudin al albani hadits ini shahih.
[8] Imam al Qurthubi: al Jami’ li Ahkam al Qur’an, Qahirah: Daar al Kutub al Mishriyah, 1384 H, 20/225.
[9] Idem.
[10] Imaduddin Ibnu Katsir: Tafsir al Qur-an al Adzhim. Daar thoyyibah li an nashr wa at tauzi’, 1420 H, 8/507
[11] Sayyid Quthb: Fii Dzilal al Qur'an, Beirut: Daar Asy Syuruq. 1412 H. 6/3991.
[12] Ibnul Qayyim al Jauziyah: at tafsir al Qur’an al Karim. Beirut: Daar wa  maktabah al Hilal, 1410 H, 595.
[13] Ibnu Jarir ath Thobari: Jami’ al Bayan an Ta’wil Ayi al Qur’an. Beirut: Muassasah ar Risalah, 1420 H, 24/623.
[14] Al Jami’ li ahkam al Qur’an, 20/226.
[15] ibid
[16] Tafsir al Qur'an al Adzhim, 8/507.
[17] Al jami’ li ahkam al Qur’an 20/229.
[18] Fi Dzilal al Qur’an, 6/3993.
[19] Tafsir al Qur'an al Karim, 595.