Membayar Zakat Fitrah Dengan Uang


Sigit Suhandoyo.  Zakat fitrah merupakan kewajiban atas setiap jiwa baik laki-laki dan perempuan yang beragam Islam, dewasa maupun anak-anak. Kewajiban membayar zakat fitrah dilakukan pada bulan Ramadhan. Zakat fitrah dimaksudkan untuk mensucikan jiwa dan menyempurnakan puasa di bulan Ramadhan.

Secara garis besar, terdapat 2 pendapat terkait pembayaran zakat fitrah. Pendapat pertama adalah pendapat yang menetapkan bahwa membayar zakat fitrah harus dengan makanan pokok. Dan pendapat lain membolehkan membayar zakat fitrah dengan uang yang senilai. Berikut penjelasannya.


Pendapat pertama 

Pendapat ini adalah pendapat mayoritas ulama fiqih, dari kalangan Malikiyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah. Bahwa membayar zakat fitrah ditunaikan dari bijian-bijian dan buah-buahan yang dapat dijadikan makanan pokok. Zakat fitrah dikeluarkan sebanyak satu sha' (empat mud). Dan satu mud sebanyak cakupan penuh dua belah telapak tangan orang dewasa yang berukuran sedang. Dalil yang menjadi landasan pendapat mayoritas ini, diantaranya adalah sebuah hadits yang diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Umar ra,

إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَمَرَ بِزَكَاةِ الْفِطْرِ صَاعٍ مِنْ تَمْرٍ، أَوْ صَاعٍ مِنْ شَعِيرٍ.(1)

Sesungguhnya Rasulullah saw memerintahkan menunaikan zakat fitrah berupa satu sha’ dari kurma atau satu sha’ dari gandum.

Menurut al-Dasuqi (w 1230 H) seorang ulama Malikiyah, zakat fitrah itu ditunaikan dari 9 jenis makanan pokok yang mayoritas dikonsumsi oleh suatu negara. Bahan makanan pokok itu adalah gandum (الْقَمْحُ), jelai (الشَّعِيرُ), jagung (الذَّرَّةُ), jewawut (الدُّخْنُ), kurma (التَّمْرُ), anggur (الزَّبِيبُ), beras (الْأَرُزُّ) dan keju (أَقِطٌ).(2) . Tidak boleh mengeluarkan zakat dari jenis selain jenis-jenis ini. Demikian juga tidak boleh mengeluarkan zakat fitrah dengan salah satu dari sembilan jenis itu jika jenis yang lain merupakan makanan pokoknya. Kecuali untuk mengeluarkan yang lebih baik kualitasnya. 

Menurut al-Khatib al-Syarbini (w 977 H) seorang faqih dari kalangan Syafi’iyah, zakat fitrah ditunaikan dari mayoritas makanan pokok dari suatu negara. Seandainya ada beberapa makanan pokok yang sulit untuk ditentukan yang mayoritas dikonsumsi selama satu tahun, maka yang paling utama adalah makanan pokok yang paling tinggi kualitasnya.(3)

Dari ulama Hanabilah, Ibnu Qudamah (w 620 H) mengemukakan bahwa wajib mengeluarkan yang telah disebutkan dalam hadits, Jika macam-macam makanan pokok ini tidak ada maka boleh menggantinya dengan setiap makanan pokok yang berupa biii-bijian dan buah-buahan.(4) 


Pendapat Kedua 

Pendapat ini merupakan pendapat ulama dari kalangan Hanafiyah. Menurut al-Sarakhsi (w 483 H), memberikan ganti atas gandum dengan yang harga yang senilai dibolehkan. Karena hakikatnya yang wajib adalah mencukupkan orang fakir miskin dari meminta-minta pada hari raya. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar ra,

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ , وَقَالَ: «أَغْنُوهُمْ فِي هَذَا الْيَوْمِ»(5)

Rasulullah saw mewajibkan zakat fitrah, Beliau bersabda: cukupkanlah mereka (dari meminta-minta) pada hari ini.

Mencukupkan orang fakir miskin dari meminta-minta dapat tercapai dengan memberinya harga. Bahkan lebih dekat untuk memenuhi berbagai kebutuhannya di hari raya, karena ia akan mudah membelanjakannya. Dengan memberikan harga, illat (sebab) hadits ini, yaitu mencukupkan, akan terpenuhi.(6)

Selain dalil hadits dari Ibnu Umar di atas, kalangan Hanafiyah juga mengemukakan bahwa Kasus menukarkan barang yang ditetapkan sebagai pembayaran zakat pernah dilakukan oleh sahabat Nabi saw, meski tidak ditukar dengan uang, melainkan dengan barang lain. Sebagaimana riwayat berikut:

قَالَ مُعَاذٌ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لِأَهْلِ اليَمَنِ: «ائْتُونِي بِعَرْضٍ ثِيَابٍ خَمِيصٍ - أَوْ لَبِيسٍ - فِي الصَّدَقَةِ مَكَانَ الشَّعِيرِ وَالذُّرَةِ أَهْوَنُ عَلَيْكُمْ وَخَيْرٌ لِأَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْمَدِينَةِ»(7)

Mua’adz ra telah mengatakan kepada penduduk Yaman, “Bawalah kepadaku bahan pakaian, bukankah itu lebih mudah bagi kalian sebagai ganti gandum dan jagung dalam zakt, dan juga bagi sahabat-sahabat Nabi di Madinah diberikan kesempatan untuk memilih yang akan di zakatkan.

Dengan demikian jika mengikuti pendapat ulama dari kalangan Hanafiyah, maka bagi masyarakat Muslim di Indonesia yang makanan pokok mayoritasnya adalah beras, dibolehkan untuk menunaikan zakat dengan menggunakan uang yang setara dengan kadar zakat beras. Wallahu a’lam bishowwab


Catatan Kaki

  1. Muslim bin al-Hajjaj al-Naisabury, Shahih Muslim, (Beirut: Dar Ihyau Turats al-‘Arabiy, tth), Juz 2, hlm 678, hadits no 984.
  2. Muhammad bin Ahmad al-Dasuqi al-Maliki, hasyiyah al-Dasuqi ‘ala al-Syarh al-Kabir, (Beirut: Dar al-FIkr, tth), Juz 1, hlm 505.
  3. Al-Khatib al-Syarbini al-Syafi’i, Mughni al-Muhtaj, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1415 H), Juz 2, hlm 117-118.
  4. Ibnu Qudamah al-Maqdisy al-Hanbali, al-Mughni, (Mesir: Maktabah al-Qahirah, tth), Juz 3, hlm 83
  5. Abu al-Hasan al-Daruquthni, Sunan al-Daruquthni, (Beirut: Muassasatu al-RIsalah, 1424 H), Juz 3, hlm 89, hadits no 2133.
  6. Ibnu Sahl al-Sarakhsi al-Hanafi, al-Mabsuth, (Beirut: Dar al-ma’rifah, 1414 H) Juz 3, hlm 107
  7. Muhammad bin Isma’il al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Riyadh: Dar Thouq al-Najah, 1422 H) Juz 2, hlm 116.