Do'a ke & dari kamar kecil



Do’a Masuk WC

(بِسْمِ اللهِ) اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الخُبُثِ وَ الخَبَائِثِ
Dengan nama Allah, Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari godaan setan laki-laki dan perempuan (HR Bukhari 1/45 dan Muslim 1/283. Tambahan bismillah adalah menurut riwayat Said bin Manshur, lihat Fathulbaari 1/244)

Do’a keluar WC

غُفْرَانَكَ
Aku memohon ampun pada-Mu (HR seluruh penyusun kitab sunan kecuali nasa’i. Lihat takhrij Zaadulma’aad 2/387

Do'a Berpakaian



Doa’ ketika mengenakan pakaian

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى كَسَانِي هَذَا (الثَّوبَ) وَ رَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّي وَ لاَ قُوَّةٍ
Segala puji bagi Allah yang memberikan pakaian ini kepadaku sebagai rezeki dari pada-Nya tanpa daya dan kekuatan dariku (lihat Irwaaul ghalil 7/147)

Do’a mengenakan pakaian yang baru

أَللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ كَسَوْتَنِيهِ، أَسْأَلَكَ مِنْ خَيْرِهِ وَ خَيْرِ مَا صُنِعَ لَهُ، وَ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهِ وَ شَرِّ مَا صُنِعَ لَهُ
Ya Allah, Engkaulah yang memberi pakaian ini kepadaku. Aku mohon kepada-Mu untuk memperoleh kebaikannya dan kebaikan yang ia diciptakan karenanya. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatannya dan kejahatan yang ia diciptakan karenanya ( HR Abu Dawud, Tirmidzi, al Baghawi. Lihat Mukhtashar syamail littirmidzi 47)

Do’a kepada orang yang mengenakan baju baru

إِلْبِسْ جَدِيداً، وَ عِشْ حَمِيدًا، وَ مُتْ شَهِيدًا.
Berpakaianlah yang baru, Hiduplah dengan terpuji dan wafatlah dalam keadaan syahiid (HR Ibnu Majah 2/1178, al Baghawi 12/41. Lihat shahih Ibnu Majah 2/275)

Do'a bangun tidur



الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَحْيَاناَ بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَ إِلَيْهِ النُّشُورُ.
Segala puji bagi Allah yang telah membangunkan kami setelah ditidurkan-Nya dan kepada-Nya kami dibangkitkan (HR Bukhari dalam fathulbaari 11/13. Muslim 4/2083)

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى عَافَانِي فِي جَسَدِي، وَ رَدَّ عَلَيَّ رُوحِي، وَ أَذِنَ لِي بِذِكْرِهِ.
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kesehatan pada jasadku dan mengembalikan ruhku kepadaku serta merestuiku untuk berdzikir kepada-Nya (HR Tirmidzi 5/473. Shahih Tirmidzi 3/144)

Sifat & Keberuntungan bagi Orang-Orang yang Bertaqwa



Tadabbur surat al Baqarah ayat 4 & 5

وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنزلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ
Dan mereka yang beriman kepada Kitab (al Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat (4)
أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari tuhan mereka & merekalah orang-orang yang beruntung (5)

Pemahaman Kata
Kebalikan dari yang pertama, rumah kehidupan stlh kematian
الآخِرَةِ: مُقَابِلُ الأُلَى. دَارُ الحَيَاةِ بَعْدَ المَوتِ

Menetapkan, menguatkan dan menjelaskan
أَيْقَنَ : ثَبَتَ وَ تَحَقَّقَ وَ وََضَحَ

Telah sampai pada tujuannya, mendapat keberuntungan berupa kenikmatan akhirat.
أَفْلَحَ : ظَفِرَ بِمَا يُرِيْدُ، فَازَ بِنَعِيْمِ الآخِرةِ


Pemahaman Ayat

a.  Makna Umum ayat ke 4
Ibnu Katsir mengemukakan pendapat dari Ibnu Abbas ra bahwa makna firman Allah dalam ayat ini adalah,
يُصَدِّقُونَ بِمَا جِئْتَ بِهِ مِنَ اللهِ، وَمَا جَاءَ بِهِ مِنْ قَبْلِكَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ، لَا يُفَرِّقُونَ بَيْنَهُمْ، وَلَا يَجْحَدُونَ مَا جَاؤُوهُمْ بِهِ مِنْ رَبِّهِمْ. وَبِالآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ، أي : بِالْبَعْثِ وَالْقِيَامَةِ، وَالْجَنَّةِ، وَالنَّارِ، وَ الْحِسَابِ، وَالْمِيزَانِ.
“mereka percaya kepada apa yang engkau datangkan dari Allah juga percaya kepada apa yang diturunkan kepada rasul-rasul sebelummu tanpa membeda-bedakan diantara mereka dan tidak mengingkari apa yang telah didatangkan oleh para rasul dari tuhan mereka. Mereka yakin akan adanya kehidupan di akhirat, yakni percaya akan adanya hari berbangkit, hari kiamat, surga, neraka, hisab dan mizan.

Para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai siapakah yang dimaksud dalam ayat ini, dan kaitannya dengan orang-orang yang disebut dalam ayat sebelumnya (ayat 3). Menurut Ibnu Jarir ath Thobari ada tiga pendapat terkait dengan hal tersebut,

Pertama, mereka semua yang disebutkan baik dalam ayat 3 & 4 adalah setiap orang beriman, yaitu orang-orang beriman dari kalangan orang Arab, orang-orang beriman dari kalangan ahli kitab dan selain mereka. Ini merupakan pendapat Mujahid, Abul Aliyah, ar Rabi’ ibnu Anas dan Qatadah.

Kedua, keduanya sama, yaitu orang-orang beriman dari kalangan ahli kitab.

Ketiga, mereka yang disebutkan dalam ayat 3 adalah orang beriman dari bangsa Arab dan yang disebutkan dalam ayat 4 adalah orang beriman dari kalangan ahli kitab. Pendapat ini dinukil as Saddi dalam kitab tafsirnya, dari Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud dan sejumlah sahabat Rasulullah saw.
                       
b. Beriman kepada al Qur’an dan kitab-kitab sebelumnya
Sayyid Quthb dalam tafsirnya mengemukakan bahwa ini merupakan sifat yang pantas bagi ummat Islam, pewaris akidah samawiyah, pewaris kenabian semenjak fajar kemanusiaan, penjaga warisan akidah dan kenabian dan pemandu keimanan dimuka bumi hingga akhir zaman. Nilai-nilai ini terletak pada 4 hal, yaitu:

هِيَ الشُعُورُ بِوَحْدَةِ الْبَشَرِيَّةِ، وَوَحْدَةِ دِينِهَا، وَوَحْدَةِ رُسُلِهَا، وَوَحْدَةِ مَعْبُودِهَا
Pertama, Perasaan akan kesatuan ummat manusia, kesatuan agamanya, kesatuan para rasulnya dan kesatuan Rabb yang diibadahi.  

هِيَ تَنْقِيَةُ الرُوحُ مِنَ التَعَصُّبِ الذَمِيمِ ضِدُّ الدِياَناَتِ وَالْمُؤْمِنِينَ بِالدِيَانَاتِ مَا دَامُوا عَلَى الطَرِيقِ الصَحِيحِ
Kedua, Pembersihan ruh dari fanatisme yang tercela yaitu menentang agama-agama dan orang yang mengimani agama selagi mereka berada berada di atas jalan yang benar.

هِيَ الْاِطْمِئْنَانُ إِلَى رِعَايَةِ اللّهِ لِلْبَشَرِيَّةِ عَلَى تَطَاوُلِ أَجْيَالِهَا وَأَحْقَابِهَا هَذِهِ الرِعَايَةُ الْبَادِيَةُ فِي تَوَالِي الُرسُلِ وَالرِسَالَاتِ بِدِينٍ وَاحِدٍ وَهُدًى وَاحِدٍ.
Ketiga, Ketenangan hidup dengan adanya perlindungan Allah kepada manusia sepanjang generasi dan zaman, perlindungan ini nampak pada pengutusan para Rasul dan kerasulan secara berkesinambungan dengan membawa satu agama dan satu petunjuk.

هِىَ الْاِعْتِزَازُ بِالْهُدَى الَّذِي تَتَقَلَّبُ اْلأَيَّامِ وَالْأَزْمَانُ، وَهُوَ ثَابِتٌ مَطَّرِدٌ ، كَالنَجْمِ الْهَادِي فِي دَيَاجِيرِ الظَلَامِ.
Keempat, Rasa senang dan bahagia terhadap petunjuk yang senantiasa tegar dan tetap tidak berubah menghadapi berbagai perubahan hari dan zaman, laksana cahaya bintang ditengah kegelapan.
Kemudian terkait dengan keimanan kepada semua kitab yang diturunkan Allah swt, bagaimana mungkin mengimani seluruh kitab yang hukumnya berbeda-beda? Al Qurthubi mengemukakan 2 pendapat dalam tafsirnya,

أَحَدُهُمَا:أَنَّ الْإِيْمَانَ بِأَنَّ جَمِيْعَهَا نَزَلَ مِنْ عِنْدِ اللهِ.الثاني:أَنَّ اْلإِيْمَانَ بِمَا لَمْ يَنْسَخْ مِنْهَا
Pertama, mempercayai bahwa seluruh kitab itu turun dari sisi Allah ta’ala dan Kedua mempercayai apa yang tidak dinasakh dari isi kitab-kitab tersebut.

c. Meyakini akan adanya hari akhirat
al Qurthubi berpendapat bahwa makna kalimat (وَبِالآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ) adalah (وبالبعث والنشر هم عالمون) mereka mengetahui tanpa keraguan tentang adanya kebangkitan. (واليقين : العلم دون الشك) dan al yakin itu berarti mengetahui sesuatu tanpa keraguan. Dr. Sa’id Hawwa menegaskan bahwa yakin juga berarti (رُسُوخُ الْعِلْمِ بِانْتِفَاءِ الشَكِّ وَ الشُبْهَةِ عَنْهُ) mempercayai sesuatu dengan mantap tanpa ada keragu-raguan dan syubhat terhadapnya. 

Sayyid Quthb mengemukakan bahwa (وَبِالآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ)adalah sirat terakhir orang bertaqwa dalam rangkaian ayat ini. Sifat ini mengaitkan antara dunia dan akhirat, antara permulaan kehidupan dan nasib akhirnya dan antara amal perbuatan dan balasannya.

Lebih lanjut beliau mengemukakan bahwa karakter ini memberikan dampak psikologis yang menguatkan orang bertaqwa yaitu,
وَالَّتِي تَشْعُرُ الْإِنْسَانُ أَنَّهُ لَيْسَ لقَِىَ مُهْمِلًا، وَأَنَّهُ لَمْ يَخْلُقْ عَبَثًا ، وَلَنْ يَتْرُكْ سُدًى وَأَنَّ الْعَدَالَةُ الْمُطْلَقَةَ فِي انْتِظَارُهُ ، لِيَطْمَئِِنَّ قَلْبُهُ ، وَتَسْتَقِرَّ بِلَابِلِهِ ، وَيُفِيءُ إِلَى الْعَمَلِ الصَالِحِ ، وَإِلَى عَدْلِ اللّهِ وَرَحْمَتِهِ فِي نِهَايَةِ الْمُطَافِ.
Membuat manusia merasakan bahwa ia tidak dibiarkan begitu saja, bahwa ia tidak diciptakan dengan sia-sia, dan bahwa keadilan mutlak telah menantinya, agar hatinya merasa tenang, jiwanya tentram dan kembali kepada amal shalih, kepada keadilan Allah dan rahmat-Nya di penghujung perjalanan.

d. Senantiasa mendapat petunjuk Rabbnya

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa (عَلَى هُدًى) bermakna (نُورٌ وَبَيَانٌ وَبَصِيرَةٌ مِنَ اللِه تَعَاَلى) tetap mendapatkan cahaya, penjelasan dan bashirah dari Allah ta’ala.
Sebuah riwayat dari Ibnu Abbas mengemukakan bahwa makna (أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ)adalah (عَلَى نُورٍ مِنْ رَبِّهِمْ ، وَاسْتِقَامَةٍ عَلَى مَا جَاءَهُم) tetap mendapat cahaya dari Rabb mereka dan tetap istiqomah kepada apa yang datang kepada mereka (alQur’an).

Ibnu Jarir berpendapat bahwa (أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ) bermakna (أَنَّهُمْ عَلَى نُورٍ مِنْ رَبِّهِمْ، وَبُرْهَانٍ وَاسْتِقَامَةٍ وَسَدَادٍ ، بِتَسْدِيدِ اللهِ إِيَّاهُمْ ، وَتَوْفِيقِهِ لَهُمْ) sesungguhnya mereka tetap memperoleh cahaya dari Rabbnya, pembuktian, keistiqomahan, bimbingan serta taufik Allah bagi mereka.

Dr Sa’id Hawwa mengemukakan bahwa (أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ) maknanya (مَا يَدُلُّ عَلَى تَمْكِنِهِمْ مِنَ الْهُدَى، وَاسْتِقْرَارِهِمْ عَلَيْهِ وَ تَمَسُّكِهِمْ بِهِ بِحَيْثُ شُبْهَتٍ حَالِهِمْ بِحَالٍ مَنِ اعْتَلَى الشَيْءُ وَرُكْبِهِ) menunjukkan atas kemantapan dan keteguhan mereka dalam mengikuti petunjuk tersebut, sehingga keadaan mereka diumpamakan dengan orang yang menaiki sesuatu lalu mengendarainya.

e. Mendapatkan keberuntungan

Menurut ‘urf al falaah berarti (الظَفْرُ بِالْمَطْلُوبِ، وَالنَجَاةُ مِنَ الْمَرْهُوبِ) mendapatkan apa yang diinginkan dan terhindar dari yang ditakuti.

al Qurthubi mengemukakan bahwa kata (الفَلَحُ) dalam bahasa berarti (الشَّقُّ وَالْقَطَعُ) membelah dan memotong. Contohnya (فَلَاحَةُ الْأَرَضِينَ) para penggarap tanah (هُوَ شَقَهَا لِلْحَرْثِ), mereka membelah tanah untuk bercocok tanam. Karena itulah petani disebut fallaah. Sehingga seakan-akan orang muflih itu (قَدْ قَطَعَ الْمَصَاعِبُ حَتَّى نَالَ مَطْلُوبِهِ) membelah segala rintangan kesulitan hingga sampai kepada harapannya. Kata (الفلح) juga bisa diartikan dengan (الفَوْزُ وَالْبَقَاءُ) keberhasilan dan keabadian. Sehingga makna (أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُون) maksudnya adalah (الفَائِزُونَ بِالْجَنَّةِ وَالْبَاقُونَ فِيهَا) orang-orang yang beruntung dengan mendapatkan surga dan kekal abadi di dalamnya.

Ibnu Abi Ishaq berkata bahwa (الْمُفْلِحُون) adalah (هُمُ الَّذِينَ أَدْرَكُوا مَا طَلَبُوا وَنَجَوا مِنْ شَرِّ مَا مِنْهُ هَرَبُوا) mereka yang mendapatkan apa yang mereka cari dan selamat dari kejahatan yang mereka lari darinya.

Ibnu Katsir mengemukakan bahwa makna (أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُون) adalah (في الدنيا والآخرة) merekalah orang-orang yang beruntung di dunia dan akhirat.

Ibnu Abbas mengemukakan bahwa makna (أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُون) adalah (الَّذِينَ أَدْرَكُوا مَا طَلَبُوا ، وَنَجَوْا مِنْ شَرِّ مَا مِنْهُ هَرَبُوا) yakni orang-orang yang memperoleh apa yang mereka minta dan selamat dari kejahatan yang mereka menghindar darinya.

Ibnu Jarir berpendapat bahwa  makna (أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُون) adalah
المُنْجِحُونَ المُدْرِكُونَ مَا طَلَبُوا عِندَ اللهِ بِأَعْمَالِهِمْ وَإِيْمَانِهِمْ باللهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ، مِنَ الْفَوْزِ باِلثوَاَبِ، وَالْخُلُودِ فِي الْجَنَّاتِ، وَالنَّجَاةِ مِمَّا أَعَدَّ اللهِ لِأَعْدَائِهِ مِنَ الْعِقَابِ
merekalah orang-orang yang sukses dan memperoleh apa yang mereka dambakan di sisi Allah melalui amal perbuatan mereka dan iman mereka kepada Allah, kitab-kitab-Nya dan Rasul-rasul-Nya, dambaan tersebut berupa keberuntungan memperoleh pahala, kekal di surga dan selamat dari siksaan yang telah disediakan Allah bagi musuh-musuh-Nya”

Sa’id Hawwa mengemukakan bahwa orang beruntung adalah, ( الظَافِرُونَ بِمَا طَلَبُوا، النَاجُونَ مِمَّا هَرَبُوا، فَالْفَلَّاحُ  إِدْرَاكُ الْبَغِيَةِ وَ الْمُفْلِحُ الْفَائِزِ بِاْلَبغِيَّةِ) mereka yang mendapatkan apa yang mereka harapkan dan selamat dari yang mereka takuti. Orang yang beruntung adalah  orang yang berhasil sampai kepada tujuan yang didambakannya.

Ibnu Katsir menuliskan sebuah riwayat dari Mujahid, dari Abdullah bin Amr dari Nabi saw. Pernah dikatakan kepada Rasulullah saw,
يَا رَسُولُ اللهِ ، إِنَّا نَقْرَأُ مِنَ القُرْآنِ فَنَرْجُو ، وَ نَقْرَأُ مِنَ الْقُرْآنِ فَنَكَادُ أَنْ نَيْأَسَ ، أَوْ كَمَا قَالَ. قَالَ : فَقَالَ : "أَفَلاَ أَخْبَرَكُمْ عَنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَأَهْلِ النَّارِ ؟". قَالُوا : بَلَى يَا رَسُولُ اللهِ.
Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami tetap membaca alQur’an, lalu kami berdo’a, dan kami tetap membaca alQur’an hingga hampir saja kami berputus asa.” Maka Nabi saw bersabda, “maukah kalian aku beritakan tentang penduduk surga dan neraka? Mereka menjawab “Tentu saja kami mau wahai Rasulullah

 قال : " { الم * ذَلِكَ الْكِتَابُ لا رَيْبَ فِيهِ } " إلى قوله تعالى : { الْمُفْلِحُونَ } هَؤُلَاءِ أَهْلِ الْجَنَّةِ". قالوا : إِنَّا نَرْجُو أَنْ نَكُونَ هَؤُلاَءِ.
Nabi saw membacakan firman Allah (surat al Baqarah 1-5) Kemudian Nabi saw bersabda “merekalah penduduk surga” Para sahabat berkata “sesunguhnya kami berharap semoga diri kami termasuk dari mereka”

 ثم قال : " { إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ } " إلى قوله : { عَظِيمٌ } هَؤُلاَءِ أَهْلِ النَّارِ". قالوا : لَسْنَا هُمْ يَا رَسُولُ اللهِ. قال : "أَجَلٌ ".
lalu Nabi saw membacakan firman-Nya (al baqarah 6-7)
“sesungguhnya orang-orang kafir sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan mereka tidak akan beriman. Allah mengunci mati hati dan pendengaran mereka dan penglihatan mereka ditutup dan bagi mereka siksa yang sangat berat.”
Beliau saw bersabda “mereka adalah penduduk neraka” para sahabat berkata “wahai Rasulullah, tentunya kami bukan termasuk mereka” beliau menjawab “ya”.

Wallahu a’lam bisshowab.

Di adaptasi secara bebas dari,
Al Qurthubi, Abu Abdillah Muhammad. Al Jami' li Ahkamil Qur'an wal Mubayyin lima Tadhamanahu minas Sunnah wa ayil Qur'an. Daarul Hadits, Kairo-Mesir.
Ibnu Katsir, Imaduddin, Tafsir al Qur'anul Adzhim, Daarul Alim al Kutub, Riyadh.tt.
Hawwa, Sa'id. Al Asas fi Tafsir, Daarus Salam, Yordania, Cet 1. 1985
Quthb, Sayyid, Fii Dzilalil Qur'an, Darus Syuruq, Mesir, Cet 10 1982M.
Ath Thobari, ibnu Jarir.Jami’ul Bayan an Ta’wil li ayil Qur’an. Maktabah syamilah.
Musthofa, Ibrahim etc, al Mu’jamul Wasith, Maktabah Islamiyah, Turki, tt.

Janji Ketaatan Kepada Allah



Tadabbur surat al baqarah ayat ke 28 dan surat al fath ayat ke 10

إن الذين يبايعونك إنما يبايعون الله يد الله فوق أيديهم فمن نكث فإنما ينكث على نفسه ومن أوفى بما عاهد عليه الله فسيؤتيه أجرا عظيما
Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu, Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah, tangan Allah di atas tangan mereka, Maka barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri, dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah Maka Allah akan memberinya pahala yang besar.

Pemahaman Kalimat

suatu ikatan yang disertai dengan adanya transaksi, membuat janji dan membuat akad pada sebuah transaksi.
بَايَعَ : مُبَايَعَةً، و بِيَاعًا: عَقْدُ مًعًهُ البَيْعِ، بَايَعَهُ فُلاَنًا على كَذا: عَهَدَهُ  وَ عَقَدَهُ عليهِ       

melanggar suatu ikatan, perjanjian, sumpah atau bai’ah. Melemparkannya.
نَكَثَ – يَنْكُثُ – نَكْثًا : نَقَضَ الحَبْلَ وَ العَهْدَ أو اليَمِيْنَ أوِ البَيْعَةَ. نَبَذَها

menepati janji, kata aufa diambil dari kata wafa...., menyempurnakan. Menampakkan kesungguhannya dalam memberikan kabar yang didengar telinganya
أوفى بِالوَعْدِ و العَهْدِ – وَفَى – يَفِى – وَفَاءً وَ وَفْيًا : تَمَّ 
أَوفَى اللهُ بِأُذُنِهِ : أَظْهَرُ صِدْقَهُ فِي إِخْبارِهِ عمَّا سَمِعَتْ أُذُنُهُ 

membuat janji, memberinya janji, (‘ahada dari kata ‘ahida – ya’hadu – ‘ahdan memberinya janji dan berpesan untuk menjaganya.
عاهدهُ : أَعْهَدَهُ، أَعْطَاهُ عَهْدًا وَهُوَ مِنْ عَهِدَ – يَعْهَدُ – عَهْدًا : أَلْقَى إِلَيْهِ العَهْدَ وَ أَوْصَاهُ بِحِفْظِهِ

Kandungan Makna Janji Setia Dalam Ayat Ini

A. Janji setia para sahabat dalam peristiwa bai'atur ridhwan.
Abu Abdullah al Qurthubi berpendapat bahwa peristiwa ini terkait dengan janji setia para sahabat pada peristiwa bai'atur ridhwan. Al Imam Ibnu Katsir menuliskan dalam tafsirnya,
هي بيعة الرضوان وكانت تحت شجرة سمرة بالحديبية وكان الصحابة رضي الله عنهم الذين بايعوا رسول الله صلى الله عليه وسلم يومئذ قيل ألفا وثلاث مئة وقيل وأربع مئة وقيل وخمس مئة والأوسط أصح
ini adalah bai’atur ridhwan, yang mana peristiwa tersebut terjadi dibawah pohon Sumrah di Hudaibiyah, dan pada saat itu para sahabat radhiyallahu anhum berbai’at kepada Rasulullah SAW, dan dikatakan bahwa waktu itu jumlah mereka 1300, dikatakan juga 1400 dan dikatakan juga 1500 dan yang lebih benar adalah yang tengah-tengahnya…Ibnu Katsir)
Pendapat ini juga dikemukakan oleh ats Tsa'laby,
يريد في بيعة الرضوان وهي بيعةالشجرة حين أخذ رسول الله  صلى الله عليه وسلم الأهبة لقتال قريش لما بلغه قتل عثمان بن عفان رسوله إليهم  وذلك قبل أن ينصرف من الحديبية  وكان في ألف وأربعمائة
yang dimaksudkan ayat tersebut adalah pada peristiwa bai’atur ridhwan, yaitu janji setia di bawah pohon ketika Rasulullah SAW mulai bersiap untuk memerangi kaum quraisy, dan kejadian itu sebelum beliau bertolak dari Hudaibiyah dan mereka pada saat itu berjumlah 1400 orang…Abu Zaid 'Abd ar Rahman ibn Muhammad ats Tsa'laby)

B. Berjuang di jalan Allah hingga akhir hayat
Dikemukakan oleh para mufassir tentang pemaknaan janji setia dalam ayat ini adalah juga terkait dengan kesetiaan untuk mengangkat senjata, berjuang bersama Rasulullah saw dalam menegakkan kalimatullah hingga akhir hayat.
Ibnu Abi Hatim benar-benar telah berkata, berkata kepada kami Ali bin al Husain, berkata kepada kami al Fadhlu bin Yahya al Anbary, berkata kepada kami Ali bin Bakar, ia dari Abi Hurairah ra, ia berkata “bersabda Rasulullah saw,
من سل سيفه في سبيل الله فقد بايع الله
Barangsiapa yang mencabut (menarik) pedangnya untuk berperang di jalan Allah maka ia benar-benar telah berjanji setia dengan Allah.” …Ibnu Katsir)
يقول تعالى ذكره لنبيه محمد صلى الله عليه وسلم إن الذين يبايعونك بالحديبية من أصحابك على أن لا يفروا عند لقاء العدو ولا يولوهم الأدبار
berfirman Allah ta’ala dengan menyebutkan kepada nabi Muhammad SAW bahwa sesungguhnya orang-orang yang berjanji setia kepadamu – wahai Muhammad – dari para sahabatmu itu dengan perjanjian Hudaibiyah hendaknya mereka itu tidak lari ketika bertemu dengan musuh dan janganlah kamu membelakangi mereka /mundur. …ibnu Jarir ath Thobari)
Imam ats Tsa'laby berkata,
وبايعهم  صلى الله عليه وسلم  على الصبر المتناهي في قتال العدو إلى أقصى الجهد
Dan kemudian mereka berbaiat kepada Rasulullah SAW untuk senantiasa bersabar dan berjuang sampai pada puncaknya dalam memerangi musuh. Hingga Salamah Ibnul Akwa dan yang lainnya berkata,
 بايعنا رسول الله  صلى الله عليه وسلم  على الموت
“Kami telah berjanji untuk mati kepada Rasulullah SAW”. Dan berkata pula Abdullah ibn Umar dan Jabir ibn Abdullah,
بايعنا رسول الله  صلى الله عليه وسلم  على أن لا نفر
 “Kami telah berbai’at kepada Rasulullah SAW untuk tidak melarikan diri." …Abu Zaid 'Abd ar Rahman ibn Muhammad ats Tsa'laby)

C. Jual beli
Sesungguhnya orang-orang yang berjanji setia kepada Allah, pada hakikatnya telah menjual jiwa dan hartanya kepada Allah dan Allah membelinya dengan surga.
Imam ats Tsa'laby berpendapat,
والمبايعة في هذه الآية مفاعلة من البيع لأن الله تعالىاشترى منهم أنفسهم وأموالهم بأن لهم الجنة ومعنى إنما يبايعون الله إن صفقتهم إنما يمضيها ويمنح الثمن الله تعالى
Dan janji setia pada ayat ini adalah suatu perbuatan dalam urusan jual beli, karena sesungguhnya Allah ta’ala membeli harta dan jiwa mereka dengan surga, dan maksud (maka sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah) adalah bahwasanya ketika mereka telah bersepakat dengan Allah maka berarti telah berlakulah perjanjian itu, dan Allah ta’ala akan memberikan jaminan atas semua itu. …Abu Zaid 'Abd ar Rahman ibn Muhammad ats Tsa'laby)
فهو تعالى هو المبايع بواسطة رسول الله صلى الله عليه وسلم كقوله تعالى     إن الله اشترى من المؤمنين أنفسهم وأموالهم بأن لهم الجنة يقاتلون في سبيل الله فيقتلون ويقتلون وعدا عليه حقا في التوراة والإنجيل والقرآن ومن  أوفى  بعهده  من  الله  فاستبشروا ببيعكم  الذي بايعتم به وذلك هو الفوز العظيم
dan Allah ta’ala adalah pembai’at dengan Rasulullah saw sebagai perantaranya, sebagaimana firman Allah ta’ala (sesungguhnya Allah ta’ala telah membeli dari orang-orang Mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh (itulah telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan al Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) dari pada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu dan itulah kemenangan yang besar QS 9:111). …Ibnu Katsir)

D. Tunduk dan patuh kepada Allah
Berjanji setia kepada Allah juga mengandung makna, menepati janji keimanan kepada Allah…Abu Abdullah al Qurthubi) dan ketundukan serta kepatuhan kepada-Nya.
Sebuah riwayat dalam tafsir al Qur'anul 'Adzhim: Berkata kepada kami ayahku, berkata kepada kamu Yahya bin alMughirah, mengabarkan kepada kami jarir ia dari Abdullah bin Khatsim, ia dari Sa'id bin Jabir, ia dari Ibnu Abbas ra, Rasulullah saw berkata pada sebuah batu,
والله ليبعثنه الله عز وجل يوم القيامة له عينان ينظر بهما ولسان ينطق به ويشهد على من استلمه بالحق فمن استلمه فقد بايع الله
Demi Allah tidaklah Allah membangkitkannya pada hari kiamat melainkan baginya sepasang mata yang dapat melihat dengan keduanya, dan lisan yang ia dapat berkata dengannya dan ia akan menyaksikan siapa saja yang patuh kepada Allah dengan benar, maka barangsiapa yang tunduk patuh kepada Allah maka ia benar-benar telah berjanji setia kepada Allah. …Ibnu Katsir)

Kandungan Makna Tangan Allah Atas Tangan Mereka

A. Allah adalah permulaan segala sesuatu
Sebagaimana dikemukakan oleh imam al Baidhowi,
حال أو استئناف مؤكد له على سبيل التخييل
menjelaskan bahwa Allah adalah permulaan segala sesuatu, dan ini adalah penguat /ta’kid bagi Allah terhadap upaya-upaya pengkhayalan dzat Allah. …Nashirudin Abi Said al Baidhowi)

B. Berbagai ganjaran dari Allah atas amal mereka untuk menepati janji.
Sebagaimana beberapa pengertian yang tertera dalam beberapa kitab tafsir,
يده في الثواب فوق أيديهم في الوفاء
tangan Allah adalah pahala (diatas tangan mereka) atas kesempurnaan mereka dalam menepati janjinya.
 ويده في المنة عليهم بالهداية فوق أيديهم في الطاعة
Dan dikatakan juga bahwa tangan Allah adalah karunia yang berupa petunjuk yang telah Allah berikan kepada mereka, (diatas tangan mereka) atas ketaatan mereka.
 وقال الكلبي  معناه نعمة الله عليهم فوق ما صنعوا  من البيعة
Al Kalby berkata bahwa maksud tangan Allah atas tangan mereka adalah nikmat yang telah Allah berikan kepada mereka atas apa yang telah mereka perbuat terhadap janji setia itu.
 وقال ابن كسيان  قوة الله ونصرته فوق قوتهم ونصرتهم    
Ibnu Kisyan berkata bahwa maksud tangan Allah di atas tangan mereka adalah kekuatan Allah dan pertolongan-Nya diatas kekuatan dan pertolongan mereka. …Abu Abdullah al Qurthubi)
قوة الله فوق قوتهم في نصرة رسوله صلى الله عليه وسلم لأنهم إنما بايعوا رسول الله صلى الله عليه وسلم على نصرته على العدو
kekuatan Allah berada di atas kekuatan mereka tatkala mereka menolong RasulNya Muhammad SAW, karena sesungguhnya mereka itu telah berbai’at kepada Rasulullah SAW untuk membantunya melawan musuh. …ibnu Jarir ath Thobari)
يد الله     قال جمهور المتأولين اليد بمعنى النعمة إذ نعمة الله في نفس هذه المبايعة لما يستقبل من محاسنه
Allah ta’ala berfirman (yadullaha) pendapat jumhur ahli ta’wil bahwa kata (al yadu) bermakna suatu kenikmatan tatkala Allah memberikan kenikmatan pada jiwa yang telah berbai’at kepada-Nya sebagaimana ia akan menerima segala kebaikan bai’at itu sendiri.
وقيل المعنى قوة الله فوق قواهم في نصرك    وقيل بالثواب وقيل يد الله في المنة عليهم فوق أيديهم في الطاعة عند المبايعة
adalah kekuatan Allah berada diatas kekuatan mereka dalam menolongmu. Dikatakan juga anugerah yang diberikan oleh Allah kepada mereka atas ketaatan mereka ketika berbaiat. …Abu Zaid 'Abd ar Rahman ibn Muhammad ats Tsa'laby)

C. Kebersamaan Allah dan Kemenangan yang besar bagi orang-orang yang berjanji setia kepada Allah.
Menurut al Imam Ibnu Katsir makna tangan Allah di atas tangan mereka adalah, Allah hadir bersama mereka,
أي هو حاضر معهم يسمع أقوالهم ويرى مكانهم ويعلم ضمائرهم وظواهرهم فهو تعالى هو المبايع بواسطة رسول الله صلى الله عليه وسلم
maksudnya adalah hadirnya Allah bersama mereka, yang mendengarkan perkataan mereka, yang melihat keadaan mereka, yang mengetahui apa yang mereka sembunyikan dan apa yang mereka tampakkan, dan Allah ta’ala adalah pembai’at dengan Rasulullah saw sebagai perantaranya.
Hal ini merupakan kemenangan yang besar, sebagaimana firman Allah ta'ala,
إن الله اشترى من المؤمنين أنفسهم وأموالهم بأن لهم الجنة يقاتلون في سبيل الله فيقتلون ويقتلون وعدا عليه حقا في التوراة والإنجيل والقرآن ومن  أوفى  بعهده  من  الله  فاستبشروا ببيعكم  الذي بايعتم به وذلك هو الفوز العظيم( 9:111)
sesungguhnya Allah ta’ala telah membeli dari orang-orang Mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh (itulah telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan al Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) dari pada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu dan itulah kemenangan yang besar.

Orang-orang yang mengingkari janji
Imam ath Thobari menjelaskan orang-orang yang mengingkari janjinya dalam peristiwa bai'atur ridhwan dengan beberapa sifat serta balasan yang akan mereka dapatkan,
فإنما ينكث على نفسه يقول فإنما ينقض بيعته لأنه بفعله ذلك يخرج ممن وعده الله الجنة
Barangsiapa yang melanggar janjinya kepadamu wahai Muhammad, membatalkannya, serta tidak membantumu melawan musuh-musuhmu dan mengingkari janjinya kepada rabbnya, maka perbuatan itu akan menyebabkan mereka keluar dari golongan yang Allah janjikan surga bagi mereka.
Demikian pula al Qurthubi menjelaskan akibat mereka yang mengingkari janji kepada Allah,
يرجع ضرر النكث عليه لأنه حرم نفسه الثواب وألزمها العقاب    
akibat bahaya melanggar janji itu akan kembali kepadanya karena sesungguhnya Allah mengharamkan pahala atas dirinya dan menggantinya dengan siksa.

Orang-orang yang menepati janji
Imam ath Thobari mensifati orang-orang yang menepati janji kepada Allah dengan dua karakter, bersabar ketika bertemu musuh-musuh serta bersabar bersama Rasulullah dan orang-orang beriman ketika mendapatkan kesulitan dengan menguatkan keimanan. Mereka inilah yang akan mendapatkan surga.
ومن أوفى بما عاهد الله عليه من الصبر عند لقاء العدو في سبيل الله ونصرة نبيه صلى الله عليه وسلم على أعدائه فسيؤتيه أجرا عظيما يقول فسيعطيه الله ثوابا عظيما وذلك أن يدخله الجنة جزاء له على وفائه بما عاهد عليه الله ووثق لرسوله على الصبر معه عند البأس بالمؤكدة من الأيمان     
barangsiapa yang  menepati janjinya kepada Allah dengan bersabar ketika bertemu musuh-musuh di jalan Allah dan menolong nabiyullah saw atas musuh-musuhnya (maka Allah akan memberinya pahala yang besar) maka Allah akan memberinya imbalan yang besar dan dengan demikian Allah akan memasukkannya kedalam surga sebagai imbalan atas kesetiaannya terhadap janjinya kepada Allah dan percaya kepada Rasul-Nya untuk bersabar bersamanya ketika berada dalam kesulitan degan menguatkan keimanannya.
Demikian pula ats Tsa'laby, al Qurthubi serta al Baidhowi berpendapat bahwa yang dimaksud pahala yang besar adalah surga.

Sifat Orang-Orang yang Bertaqwa



Tadabbur surat al Baqarah ayat 3

الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
Yaitu orang-orang yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan sholat dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.

Pemahaman Kata

Membenarkan الإيمان : التَّصْدِيْقُ
Kebalikan dari yang jelas terlihat. الغيب  : خِلاَفُ الشَهَادَةِ
Menetap di suatu tempat dan menjadikannya tempat tinggal. أقام : لَبِثَ فِيهِ وَ اتَّخَدَهُ وَطَنًا
Permohonan dan kasih sayang. الصلاة : الدُعاءُ، الرَحمَةُ
Menyampaikan kepadanya rizki. رزق : أَوْصَلَ إِلَيْهِ رِزْقًا
berkehendak menghilangkan harta, menghabiskan & melenyapkannya. نفق: اِفْتَقَرَ وَ ذَهَبَ مالُهُ،  أَنْفَدَهُ وَ أَفْناهُ
 
Pemahaman Ayat
a. Sifat Orang Taqwa
Dalam ayat ini Allah menyebutkan diantara sifat orang bertaqwa adalah beriman, mendirikan sholat dan berinfaq. Sayyid Quthb berpendapat, inilah ciri khas pertama orang-orang bertaqwa yaitu kesatuan perasaan yang positif dan aktif. Kesatuan yang menghimpun di dalam diri mereka antara keimanan dan pelaksanaan berbagai kewajiban syari’at.
Hal ini merupakan kesempurnaan Islam yang merupakan keterpaduan antara perasaan dan amal perbuatan, keimanan dan sistem hukum.

b. Pengertian Iman
Al Qurthubi berpendapat bahwa firman Allah (يُؤْمِنُونَ) berarti (يُصَدِّقُونَ)membenarkan. Dalam bahasa Iman berarti membenarkan, makna ini sebagaimana tertera pada surat yusuf 17 { وما أنت بمؤمن لنا } “Dan sekali-kali kamu tidak akan percaya kepada kami” dan pada surat Yunus 83 { فما آمن لموسى } “Maka tidak ada yang beriman kepada Musa”. Makna kat Iman pada ayat tersebut adalah membenarkan.

Ibnu Jarir ath Thobari juga berpendapat bahwa inti pengertian iman adalah membenarkan ucapan dengan perbuatan,
وَالْأُولَى أَنْ يَكُونوُا مَوْصُوفِينَ بِالْإِيْمَانِ بِالْغَيْبِ قَوْلًا وَاِعْتِقَادًا وَعَمَلًا. وَقَدْ تَدْخُلُ الْخَشْيَةُ لِلَّهِ فِي مَعْنَى الْإِيْمَانِ، اَلَّذِي هُوَ تَصْدِيْقُ الْقَوْلُ بِالْعَمَلِ
Yang lebih utama bila mereka menggambarkan keimanan terhadap masalah yang ghaib secara ucapan, keyakinan dan perbuatan. Dan adakalanya takut kepada Allah termasuk kedalam pengertian iman yang intinya adalah membenarkan ucapan dengan perbuatan.

Al Qurthubi menuliskan sebuah riwayat tentang perkataan Qatadah tentang Mukmin,
َالْمُؤْمِنُ هو الُمَتَحَامِلُ وَالمُؤْمِنُ هُوَ الْمُتَقَوِّى وَالمُؤْمِنُ هُوَ الْمُتَشَدِّدُ وَإِنَّ الْمُؤْمِنِينَ هُمُ الْعَجَاجُونَ اِلَى اللهِ اللَّيْلَ وَالنَّهَارِ
Orang beriman adalah orang yang selalu bekerja keras, orang beriman adalah orang yang mutaqawwi (kuat) dan orang beriman adalah orang yang memiliki kemauan keras. Sesungguhnya orang-orang beriman juga adalah mereka yang senantiasa berdo’a dan memohon pertolongan kepada Allah siang dan malam.

Ibnu Katsir berpendapat tentang penggunaan iman menurut syari’at,
اَلْإِيْمَانُ الشَرْعِيُّ الْمَطْلُوبُ لَا يَكُونُ إِلَّا اِعْتِقَادًا وَقَوْلًا وَعَمَلًا
Iman yang dikehendaki syari’at ialah yang mencakup tiga unsur, yaitu keyakinan, ucapan dan perbuatan.
Menurut riwayat Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Abu Ubaidah serta ulama lainnya Ijma dengan pengertian seperti berikut:
أَنَّ الْإِيْمَانَ قَوْلً وَعَمَلً يَزِيْدُ وَيَنْقُصُ
Iman adalah ucapan dan perbuatan serta dapat berkurang dan bertambah.

c. Keimanan Kepada Yang Ghaib
Al Qurthubi berpendapat dalam bahasa arab al ghaib adalah (كُلُّ مَا غَابَ عَنْكَ) segala sesuatu yang tidak nampak. Dikatakan (وَأَغَابَتُ الْمَرْأَةُ) istri menjadi jauh, maka dia disebut (مَغِيْبَةٌ) orang yang ditinggal jauh apabila suaminya tidak berada bersamanya.
Menurut Abul Aliyah maksud beriman pada yang ghaib adalah mereka beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kemudian, surga dan neraka-Nya, bersua dengan-Nya, juga beriman kepada kehidupan sesudah mati dan hari berbangkit.

Ibnu Katsir berpendapat bahwa, sebagian ulama mengatakan bahwa mereka beriman kepada yang ghaib sebagaimana mereka beriman kepada yang terlihat, dan keadaan ini tidaklah seperti orang munafik, “Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang beriman, mereka mengatakan, “kami telah beriman” dan bila mereka kembali kepada setan-setan mereka, mereka mengatakan, “sesungguhnya kami sependirian dengan kalian, kami hanya berolok-olok. (al baqarah 14)

Pendapat ini juga dikemukakan oleh al Qurthubi bahwa ada yang berpendapat bil ghaib maknanya adalah beriman dengan sanubari dan hati mereka, berbeda dengan orang-orang munafik.

Ibnu Katsir menuliskan sebuah atsar, bahwa Ibnu Mas’ud berkata,
ِإنَّ أَمْرَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ كَانَ بَيِّنًا لِمَنْ رَآهُ، وَاَّلذِي لَا إِلَهَ غَيْرَهُ مَا آمَنَ أَحَدُ قَطُّ إِيْمَانًا أَفْضَلُ مِنْ إِيْمَانٍ بِغَيْبٍ
Sesungguhnya perkara Muhammad saw adalah jelas bagi orang yang melihatnya. Demi Allah yang tidak ada Ilah selain Dia, tidak seorang pun yang memiliki iman lebih afdhol daripada iman tanpa melihat.
 
Ibnu Katsir mengemukakan pula sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad,
تَغَدَّيْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ وَمَعَنَا أَبُو عُبَيْدَةَ بنَ الجرَّاحِ، فقال: يَا رَسُولَ اللهِ، هَلْ أَحَدٌ  خَيْرٌ مِنَّا؟ أَسْلَمْنَا مَعَكَ وَجَاهَدْنَا مَعَكَ. قال: "نَعَمْ"، قَومٌ مِنْ بَعْدِكُمْ يُؤْمِنُونَ بِي وَلَمْ يَرَوْنِي"
Kami makan siang bersama Rasulullah saw, diantara kami terdapat Abu Ubaidah Ibnul Jarrah. Ia bertanya, “Wahai Rasulullah  apakah ada seseorang yang lebih baik daripada kami? Kami masuk Islam di tanganmu dan kami berjihad bersamamu.” Rasulullah saw menjawab. “Ya suatu kaum dari kalangan orang-orang sesudah kalian, mereka beriman kepadaku padahal mereka tidak melihatku.”

al Qurthubi menyimpulkan bahwa yang dimaksud ghaib adalah dalam pandangan mata dan tidak terlihat di dunia ini namun tidaklah hal tersebut menjadi ghaib dalam pandangan akal dan dalil.
فَهُمْ يُؤْمِنُونَ أَنَّ لَهُمْ رَبًّا قَادِرًا يُجَازِي عَلَى الْأَعْمَالِ فَهُمْ يَخْشَوَنهُ فِي سَرَائِرَهُمْ وَخَلْوَاتِهِمُ الَّتِي يَغِيْبُونَ فِيهَا عَنِ النَّاسِ لَعَلَّمَهُمْ بِاطِّلَاعِهِ عَلَيْهِمْ
Orang-orang beriman percaya bahwa mereka memiliki Rabb Yang Maha Kuasa yang akan membalas semua amal perbuatan. Maka merekapun takut terhadap-Nya di dalam hati dan pada saat mereka sendirian, ketika tidak terlihat oleh manusia, karena mereka yakin dengan pengawasan Allah terhadap mereka.

Sayyid Quthb mengemukakan kedahsyatan keimanan kepada yang ghaib ini dengan penjelasannya yang indah.
لَا تَقُومُ حَوَاجَزَ الْحِسُّ دُونَ الْاِتِّصَالِ بَيْنَ أَرْوَاحِهِمْ وَالْقُوَّةِ الْكُبْرَى الَّتِي صَدَرَتْ عَنْهَا، وَصَدَرَ عَنْهَا هَذَا الْوُجُودِ؛ وَلَا تَقُومُ حَوَاجِزَ الْحِسُّ بَيْنَ أَرْوَاحَهُمْ وَسَائِرَ مَا وَرَاءَ الْحِسِّ مِنْ حَقَائِقَ وَقَوِىٌّ وَطَاقَاتٌ وَخَلَائَقَ وَمَوْجَودَاتِ     
Tidak ada hambatan-hambatan inderawi yang menghalangi hubungan antara ruh mereka dengan kekuatan maha besar yang menjadi sumber kehidupan ruh dan seluruh alam wujud. Tidak ada lagi batas-batas penghalang yang menghalangi antara ruh mereka dengan semua hakikat, kekuatan, potensi, mahluk dan segenap eksistensi yang ada dibalik alam nyata.

Keimanan kepada yang ghaib adalah jalan yang harus dilalui manusia agar martabat mereka menjadi mulia karena keluasan bashirah (pandangan hati) yang dimilikinya disamping pandangan lahiriahnya. Sungguh berbeda dengan hewan dan orang-orang kafir.

d. Mendirikan Sholat
Al Qurthubi mengemukakan yang dimaksud mendirikan sholat adalah (أَدَاؤُالصَّلاَةِ بِأَرْكَانِهَا وَسُنَنِهَا وَهَيْئَاتِهَا فِي أَوْقَاتِهِا عَلَى مَا يَأْتِي بَيَانِهِ) menunaikan sholat dengan melaksanakan rukun-rukun dan sunnah-sunnah sholat di dalam waktunya.

Dikatakan (قَامَ الشَيءُ) berarti (دَامَ وَثَبَتَ) apabila sesuatu itu langgeng dan tetap. Ada yang mengatakan (أقامه أي أدامه) menegakkan berarti melanggengkannya. Arti ini pernah diisyaratkan Umar ibn Khattab
مَنْ حَفِظَهَا وَحَافِظَ عَلَيْهَا حَفِظَ دِينَهُ وَمَنْ ضَيْعِهَا فَهُوَ لِمَا سَوَاهَا أَضْيَعُ
Barangsiapa yang memelihara dan menjaga sholat maka dia telah memelihara agamanya. Barangsiapa yang menyia-nyiakan sholat maka terhadap yang lain ia akan lebih menyia-nyiakan lagi.

Al Qurthubi mengemukakan beberapa makna sholat. Makna utama sholat dalam bahasa adalah do’a. sholat diambil dari kata shalla yushalli, apabila seseorang berdo’a. sebagai contoh sabda Rasulullah saw
إِذَا دُعِيَ اَحَدُكُمْ إِلَى طَعَامٍ فَلْيُجِبْ فَإِنْ كَانَ مُفْطِرًا فَلْيَطْعَمْ وَ إِنْ كَانَ صَائِمًا فَلْيُصَلِّ
“Apabila salah seorang dari kalian diundang untuk menyantap sebuah hidangan maka hendaklah ia memenuhinya. Jika dia sedang tidak berpuasa maka hendaklah dia memakannya dan jika dia sedang berpuasa maka hendaklah dia mendo’akannya”

Ada yang mengatajan sholat diambil dari kata ash shalaa (الصلا) yang berarti (عِرْقٌ فِي وِسَطِ الظُهْرِ)urat yang berada ditengah punggung, dimaksudkan orang karena orang sholat itu melipat punggungnya.

Pendapat lain as shalaah berarti (اللزوم) menetapi. Sebagai contoh (صَلَي بِالنَّارِ إِذَا لَزَمِهَا) apabila tetap di dalam api. Dalam firman Allah (تصلى نارا حامية) “mereka memasuki api yang sangat panas” al ghasiyah 4. Berdasarkan makna ini maka sholat itu menetapi ibadah berdasarkan apa yang telah diperintahkan Allah ta’ala. Sholat juga berarti rahmat, ibadah, tasbih, dan bacaan.

Ibnu Abbas berpendapat bahwa makna yuqimunas sholat adalah (يُقِيمُونَ الصَلَاةَ بِفُرُوضِهَا) mereka mendirikan fardhu-fardhu sholat. Ad Dhahak dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksu mendirikan sholat ialah (إِتْمَامُ الرُكُوعِ وَالسُجُودِ وِالتِلَاوَةِ وَالْخُشُوعِ وَالْإِقْبَالِ عَلَيْهَا فِيهَا) Menyempurnakan rukuk, sujud, bacaan al Qur’an, khusyuk dan menghadap sepenuh jiwa dan raganya dalam sholat.

Sa’id Hawwa mengemukakan pendapat yang serupa bahwa mendirikan sholat yaitu mengerjakan sholat secara sempurna, baik rukun, ruku’. Sujud, bacaan, khusyu’, perhatian terhadap sholat, menjaga waktunya, penyempurnaan bersuci sebelum mengerjakannya, bacaan tasyahud dan sholawat kepada Nabi saw, termasuk pula sholat wajib dan sunnah.

Sayyid Quthb mengulas sisi lain dari sholat sebagai sebuah sumber kekuatan ruhiyah bagi orang-orang yang beriman,
وَالْقَلْبِ الَّذِي يَسْجُدُ لِلَّهِ حقاً، وَيَتَّصِلُ بِهِ عَلَى مَدَارِ اللَّيلِ وَالنَهَارِ ، يَسْتًشْعُرُ أَنَّهُ مَوْصُولُ السَبَبِ بِوَاجِبِ الْوُجُودِ
Hati yang bersujud kepada Allah dengan benar dan berhubungan dengan-Nya sepanjang malam dan siang, pasti merasakan bahwa ia memiliki kaitan sebab dengan yang wajib wujud-Nya.
وَيَجِدُ لِحَيَاتِهِ غَايَةٌ أَعْلىَ مِنْ أَنْ تَسْتَغْرِقَ فِي اْلأَرْضِ وَحَاجَاتِ الْأَرْضِ ، وَيَحِسُّ أَنَّهُ أَقْوَى مِنَ الْمَخَالِيقُ لِأَنَّهُ مَوْصُولٌ بِخَالِقِ الْمَخَالِيقُ . .
Ia pasti menemukan tujuan hidup yang lebih tinggi dari sekedar tenggelam di dalam kehidupan dunia dan berbagai kebutuhan dunia. Ia pasti merasakan bahwa dirinya lebih kuat ketimbang segenap mahluk karena ia berhubungan dengan Pencipta semua mahluk.
وَهَذَا كُلُّهُ مَصْدَرُ قُوَّةٍ لِلضَمِيرِ، كَمَا أَنََهُ مَصْدَرٌ تَحْرُجُ وَتَقْوَى ، وَعَامِلٌ هَامٌ مِنْ عَوَامِلِ تَرْبِيَةِ الشَخْصِيَّةِ ، وَجَعَلَهَا رَبَّانِيَّةِ التَصَوُّرِ، رَبَّانِيَّةِ الشُعُورِ، رَبَّانِيَّةِ السُلُوكِ .
Dan ini merupakan sumber kekuatan bagi hati, sebagaimana juga merupakan sumber ketaqwaan dan salah satu factor penting dari pembinaan kepribdian yang memiliki tashawur, perasaan dan perilaku yang rabbani.

e. Menafkahkan hartanya
ar rizq adalah bentuk masdar dari razaqa, yarzuqu, razqan dan rizqan, maknanya adalah pemberian. Sedangkan yunfiqun berarti yukhrijuun (mengeluarkan). Infaq adalah mengeluarkan harta dari tangan dan munafiq adalah orang yang imannya keluar dari hatinya.

Mengeluarkan nafkah yang paling utama adalah kepada istri sebagaimana Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra,
دِيْنَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي  سَبِيلِ اللهِ، دِيْنَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي  رَقَبَةٍ، دِيْنَارٌ تَصَدَقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِيْنٍ، وَ دِيْنَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ، أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِي أَنْفَقْتُهُ عَلَى أَهْلِكَ.
Satu dinar yang kamu nafkahkan di jalan Allah, satu dinar yang kamu nafkahkan dalam memerdekakan budak, satu dinar yang kamu sedekahkan kepada orang miskin dan satu dinar yang kamu nafkahkan kepada istrimu, lebih besar pahala satu dinar yang kamu nafkahkan kepada istrimu. (HR Muslim bab pembahasan zakat 2/693 no.595)

Al Qurthubi mengemukakan sebuah pengertian lain, bahwa sebagian ulama mutaqaddimin berkata, maksud menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan adalah segala sesuatu yang telah kami ajarkan kepada mereka dan merekapun mengajarkan kepada yang lain.

Dari berbagai pendapat di atas dapat kita simpulkan bahwa hikmahnya adalah pembersihan jiwa dari kekikiran dan pensucian jiwa dengan melakukan kebajikan baik dengan harta maupun tenaga dan fikiran. Serta menumbuhkan kelembutan hati dalam hidup bermasyarakat. Wallahu a’lam.

Di adaptasi secara bebas dari,
Al Qurthubi, Abu Abdillah Muhammad. Al Jami' li Ahkamil Qur'an wal Mubayyin lima Tadhamanahu minas Sunnah wa ayil Qur'an. Daarul Hadits, Kairo-Mesir.
Ibnu Katsir, Imaduddin, Tafsir al Qur'anul Adzhim, Daarul Alim al Kutub, Riyadh.tt.
Hawwa, Sa'id. Al Asas fi Tafsir, Daarus Salam, Yordania, Cet 1. 1985
Quthb, Sayyid, Fii Dzilalil Qur'an, Darus Syuruq, Mesir, Cet 10 1982M.
Ath Thobari, ibnu Jarir.Jami’ul Bayan an Ta’wil li ayil Qur’an. Maktabah syamilah.
Musthofa, Ibrahim etc, al Mu’jamul Wasith, Maktabah Islamiyah, Turki, tt.