SEJARAH DA'WAH NABI ADAM ALAIHI AS SALAM



Kisah Adam as merupakan kisah yang sarat akan berbagai hakikat kemanusiaan, berupa tabiat dan nilai-nilai manusia serta tashawur Islam tentang peran dan posisinya di muka bumi.               

Kisah Adam as adalah sebuah kisah pertama tentang perjalanan awal da’wah manusia. Lahirnya permusuhan dan kebencian karena kesombongan Iblis atas diri manusia menandai sebuah era kebutuhan manusia akan petunjuk kepada hidayah yang benar. Petunjuk dan pengarahan yang akan mengingatkan dan memotivasi manusia agar meraih keutamaan-keutamaan spiritual dalam kehidupannya. Allah ta’ala berfirman dalam surat yusuf ayat 111,
... ما كان حديثا يفترى ولكن تصديق الذي بين يديه وتفصيل كل شيء وهدى ورحمة لقوم يؤمنون
“Al Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.”
 
Penciptaan dan pengangkatan Adam as sebagai khalifah merupakan bukti karunia yang Allah limpahkan kepada manusia. Makhluk yang tercipta dalam bentuk yang terbaik ini Allah persiapkan dengan bekal keilmuan yang memadai, kecerdasan yang terus berkembang serta dimuliakan Allah dari malaikat.

Dalam kisah ini terdapat pula ibrah yang luar biasa tentang tarbiyyah dan persiapan bagi manusia. Sarana ujian ini menjadi pembangkit potensi yang tersimpan dalam dirinya, menjadi ajang pelatihan untuk menghadapi segala tipu daya musuh, meresapi makna penyesalan dan taubat serta berlindung kepada zat yang Maha Melindungi.

Makalah singkat ini mencoba membahas beberapa permasalahan seputar kisah Nabi Adam as, mulai dari penciptaan dan kedudukannya, kisah tentang keluarganya serta entitas ghaib disekelilingnya sebagaimana yang termaktub dalam al Qur’an. Terakhir makalah ini ditutup dengan upaya mendefinisikan hikmah atau pelajaran berharga dari kisah nabi Adam as agar dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

PENCIPTAAN ADAM AS DAN KEDUDUKANNYA (خلق آدم عليه السلام)

Kisah penciptaan Adam as merupakan kisah yang menarik untuk dikaji, karena terdapat pemikiran yang keliru terhadap hakikat ini. Konspirasi akan adanya manusia sebelum Adam as menjadi sebuah dasar bagi berkembangnya filsafat materialisme yang bermuara kepada peniadaan Sang Pencipta.

ADAM AS ADALAH MANUSIA PERTAMA.

Kisah penciptaan Adam as dimulai dari dialog antara Allah dan para malaikat. Sebagaimana tertera pada firman Allah ta’ala dalam surat al Baqarah ayat 30,
وإذ قال ربك للملائكة إني جاعل في الأرض خليفة قالوا أتجعل فيها من يفسد فيها ويسفك الدماء ونحن نسبح بحمدك ونقدس لك قال إني أعلم ما لا تعلمون
“Dan Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".”

Ayat ini menggambarkan keinginan Allah menciptakan Adam as dan keturunannya sebagai khalifah yang berarti pemimpin di bumi.[1] Adapun nama Adam as, menurut sebuah riwayat berasal dari kata “Adiim al Ardh” yang berarti kulit bumi. Ibnu Abbas ra meriwayatkan,
بعث ربُّ العزة مَلكَ الموت فأخذ من أديم الأرض، فخلق منه آدم. ومن ثَمَّ سُمي آدم. لأنه خُلق من أديم الأرض[2]
Allah yang Maha Perkasa mengutus malaikat maut mengambil tanah dari kulit bumi, maka darinya diciptakan Adam, karena ia tercipta dari kulit bumi.

Penciptaan Adam as dari kulit bumi juga tertera dalam beberapa hadits diantaranya diriwayatkan oleh Abu Musa al Asy’ari ra,
خَلَقَ اللَّهُ آدَمَ مِنْ أَدِيمِ الْأَرْضِ كُلِّهَا، فَخَرَجَتْ ذُرِّيَّتُهُ عَلَى حَسْبِ ذَلِكَ، مِنْهُمُ الْأَبْيَضُ وَالْأَسْوَدُ، وَالْأَسْمَرُ وَالْأَحْمَرُ، وَمِنْهُمْ بَيْنَ بَيْنِ ذَلِكَ، وَمِنْهُمُ السَّهْلُ، وَالْخَبِيثُ، وَالطَّيِّبُ[3]
“Allah menciptakan Adam dari kulit bumi seluruhnya, maka keturunannya seperti itu pula, diantara mereka ada yang terlahir (dengan warna kulit) putih, hitam, cokelat, merah dan campuran dari warna tersebut. Dan mereka juga memiliki watak yang mudah, buruk dan baik.

Dengan demikian penciptaan Adam as dari kulit bumi sebagai khalifah sekaligus manusia pertama merupakan kehendak Allah yang terkait juga dengan penciptaan alam semesta, Sayyid Quthb berkata,
“وإذن فهي المشيئة العليا تريد أن تسلم لهذا الكائن الجديد في الوجود، زمام هذه الأرض، وتطلق فيها يده، وتكل إليه إبراز مشيئة الخالق.”[4]
Inilah kehendak mutlak (masyi’ah ulya) yang menyerahkan kepemimpinan bumi kepada makhluk baru di alam wujud ini, melimpahkan wewenang kepadanya dan memberikan mandat kepadanya untuk menampakkan kehendak Sang Pencipta.

Sa’id Hawwa menghubungkan hikmah dibalik penciptaan Adam as ini dengan penciptaan bumi yang terdapat pada ayat ke 29, “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kalian...” dengan peruntukannya bagi manusia dengan segala potensi yang dimilikinya untuk menjadi khalifah.[5]

Adapun terkait dengan pertanyaan malaikat kepada Allah, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah…” terdapat kesan bahwa malaikat telah mengetahui perihal manusia sedangkan manusia pertama pun belum lagi diciptakan. Ada 2 pendapat yang dapat dikemukakan terkait dengan hal ini, yaitu :

Pertama, Terdapat sebuah riwayat dari Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, bahwasanya ketika Allah berkehendak menciptakan khalifah di muka bumi, maka malaikat bertanya,
ما ذاك الخليفة؟ إنه خليفة يكون له ذُرّية يفسدون في الأرض ويتحاسدون ويقتل بعضهم بعضًا. فأضاف الإفساد وسفك الدماء بغير حقها ، وأخرج منه خليفته. [6]
“Ya Rabb kami seperti apakah khalifah itu? Allah berfirman; khalifah itu adalah yang pada keturunannya ada yang berbuat kerusakan di muka bumi, saling mendengki dan berbunuhan satu sama lain, menyebarkan kerusakan dan menumpahkan darah tanpa haknya, dan daripadanya aku jadikan khalifah.

Kemudian malaikat berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?"
Kedua, pengetahuan malaikat ini disebabkan bukan karena mereka mengetahui peristiwa yang akan datang melainkan karena mereka memahami makna kata khalifah. Al Qurthubi berpendapat,
“أَنَّهُمْ لَمَّا سَمِعُوا لَفْظَ خَلِيفَةٍ فَهِمُوا أَنَّ فِي بَنِي آدَمَ مَنْ يُفْسِدُ، إِذِ الْخَلِيفَةُ الْمَقْصُودُ مِنْهُ الْإِصْلَاحُ وَتَرْكُ الْفَسَادِ”[7]
Ketika mereka mendengar lafazh khalifah mereka sudah dapat memahami bahwa pada anak cucu Adam akan ada yang berbuat kerusakan. Sebab maksud kata khalifah adalah al ishlah (memperbaiki) dan meninggalkan perbuatan yang merusak.

Ash Shobuni mengemukakan 4 dalil al Qur’an dan hadits bahwa Nabi Adam adalah manusia pertama yaitu,

Penisbatan penyebutan manusia kepada bapak mereka yaitu Adam as.[8] Hal ini diantaranya terdapat pada firman Allah dalam surat  al A’raf ayat 27,
يا بني آدم لا يفتننكم الشيطان كما أخرج أبويكم من الجنة ينزع عنهما لباسهما ليريهما سوءاتهما إنه يراكم هو وقبيله من حيث لا ترونهم إنا جعلنا الشياطين أولياء للذين لا يؤمنون
“Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya ‘auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.”

Allah ta’ala mengabarkan bahwa manusia berasal dari asal yang satu,[9] sebagaimana firman-Nya dalam surat an Nisa ayat pertama,
يا أيها الناس اتقوا ربكم الذي خلقكم من نفس واحدة وخلق منها زوجها وبث منهما رجالا كثيرا ونساء واتقوا الله الذي تساءلون به والأرحام إن الله كان عليكم رقيبا
                “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”

Penyebutan Allah ta’ala bahwa manusia selain Adam as diciptakan melalui perantaraan kedua orang tua mereka melalui jalan pernikahan.[10] Sedangkan Adam as dari tanah. Sebagaimana tertera diantaranya pada surat as Sajdah ayat 7 - 8.
الَّذِي أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ وَبَدَأَ خَلْقَ الْإِنْسَانِ مِنْ طِينٍ (7) ثُمَّ جَعَلَ نَسْلَهُ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ (8)
“Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani).”

Sebagai manusia pertama Adam as diciptakan dari tanah. Hal ini tercantum  dalam surat Ali Imran ayat 59,
إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ آدَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
“Sesungguhnya permisalan Isa di sisi Allah adalah seperti permisalan Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah kemudian mengatakan terhadapnya “Kun (jadilah)!”, maka jadilah dia.”

Hadits tentang syafa’at, yang menjelaskan bahwa Adam as adalah bapak manusia,[11]
يَا آدَمُ أَنْتَ أَبُو البَشَرِ، خَلَقَكَ اللَّهُ بِيَدِهِ، وَنَفَخَ فِيكَ مِنْ رُوحِهِ، وَأَمَرَ المَلاَئِكَةَ فَسَجَدُوا لَكَ، وَأَسْكَنَكَ الجَنَّةَ، أَلاَ تَشْفَعُ لَنَا إِلَى رَبِّكَ...؟[12]
“Wahai Adam engkau bapak manusia, Allah menciptakan engkau dengan tangan-Nya, meniupkan kepada engkau ruh dari-Nya, dan memerintahkan malaikat sujud kepadamu, menempatkan engkau surga, tidakkah engkau memintakan syafa’at bagi kami dari Rabbmu…”

Dengan demikian kita fahami bahwa Adam as adalah manusia pertama sekaligus nabi pertama yang Allah ciptakan dirinya serta keturunannya sebagai khalifah di muka bumi. al Alwuriy berpendapat,
“لقد اتفقت الأديان السماوية كلها على أن أول انسان خلقه الله تعلى من تراب، ثم قال له كن إنسانا فكان على أحسن تقويم، و منه خلق الله أنثاه زوجاله، ليسكن إليها، ثم بث الله منهما رجالا كثير و نساء”[13]
Telah sepakat agama-agama samawiyah bahwa manusia pertama yang Allah ciptakan berasal dari tanah, kemudian Allah berkata kepadanya kun maka jadihal manusia dalam bentuk yang terbaik, kemudian Allah ciptakan baginya wanita sebagai pasangan baginya agar hatinya tentram kepadanya kemudian Allah sebarkan dari mereka berdua laki-laki dan perempuan yang banyak.

KEKELIRUAN TEORI DARWIN

Charles Robert Darwin (lahir di Shrewsbury, Shropshire, Inggris, 12 Desember 1809 – meninggal di Downe, Kent, Inggris, 19 April 1882 pada umur 72 tahun) adalah seorang naturalis Inggris ia mengemukakan teori evolusi dengan mengajukan seleksi alam sebagai mekanismenya. Teori ini kini dianggap sebagai komponen integral dari ilmu biologi.

Bukunya The Origin of Species (1859) merupakan karyanya yang paling terkenal sampai sekarang. Buku ini menjelaskan evolusi melalui garis keturunan yang sama sebagai penjelasan ilmiah yang dominan mengenai keanekaragaman di dalam alam. Diantara hasil penemuannya ini adalah sebuah teori yang tidak mendasar tentang manusia yang berevolusi dari kera. Menurut scenario ini manusia dan kera modern berasal dari nenek moyang yang sama.

Teori ini sangat bertentangan dengan firman Allah ta’ala dalam surat at Tiin ayat  4,
لقد خلقنا الإنسان في أحسن تقويم
“sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”

Bagaimana mungkin manusia tercipta dari makhluk yang fisik dan akal yang rendah. Menurut Harun Yahya, “semua temuan paleontology, anatomi dan biologi menunjukkan bahwa pernyataan evolusi ini fiktif dan tidak sahih seperti semua pernyataan evolusi lainnya. Tidak ada bukti-bukti kuat dan nyata untuk menunjukkan kekerabatan antara manusia dan kera. Yang ada hanyalah pemalsuan, penyimpangan, gambar-gambar serta komentar-komentas yang menyesatkan.”[14]

Perlu diwaspadai akan adanya maksud tersembunyi dari disusunnya teori evolusi ini, yang menurut ash-Shobuny, “إنكار وجود الخالق جلا و علا”[15] adalah untuk mengingkari keberadaan Allah yang Maha Pencipta.

KENABIAN ADAM AS

Menurut ash Shobuni, “Jumhur Ulama sepakat bahwa Adam as adalah Nabi,”[16] meski tidak ditemukan teks di dalam al Qur’an yang menyebutkannya secara jelas. Sebagaimana disebutkannya kenabian Ibrahim, Isma’il, Musa, Isa dan lainnya. Lebih lanjut Ash Shobuni menyebutkan beberapa dalil al Qur’an tentang kenabian Adam AS,

Pertama, firman Allah ta’ala dalam surat Ali Imran ayat 33,
إن الله اصطفى آدم ونوحا وآل إبراهيم وآل عمران على العالمين
“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing),”

Menurut ash Shobuni, secara dzahir kata “اصطفى” bermakna kenabian dan risalah.[17] Pendapat semacam ini juga dikemukakan oleh al Qurthubi, “اخْتَارَهُمْ لِلنُّبُوَّةِ عَلَى عَالَمِي زَمَانِهِمْ”[18] bahwa mereka terpilih karena kenabian atas kondisi dunia pada zaman mereka.

Kedua, firman Allah ta’ala dalam surat al Baqarah ayat 38,
قلنا اهبطوا منها جميعا فإما يأتينكم مني هدى فمن تبع هداي فلا خوف عليهم ولا هم يحزنون
“Kami berfirman: "Turunlah kamu semua dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati".”

Menurut ash Shobuni, “dalam ayat ini Allah menjanjikan mereka dengan petunjuk, dan ini mengisyaratkan akan adanya risalah.”[19]

Ketiga, Firman Allah ta’ala dalam surat Thaha ayat 122,
ثم اجتباه ربه فتاب عليه وهدى
“Kemudian Tuhannya memilihnya maka Dia menerima tobatnya dan memberinya petunjuk.”

Maksudnya adalah Allah ta’ala telah menerima taubatnya dan ia juga terpilih dengan nubuwah dan risalah.[20]

Kenabian Adam as juga tertera dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dzar al Ghifary, aku bertanya kepada Rasulullah saw,
يَا رَسُولَ اللهِ، أَيُّ الْأَنْبِيَاءِ كَانَ أَوَّلُ؟ قَالَ: "آدَمُ " قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، وَنَبِيٌّ كَانَ؟ قَالَ: "نَعَمْ نَبِيٌّ مُكَلَّمٌ " قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، كَمِ الْمُرْسَلُونَ؟ قَالَ: "ثَلَاثُ مِائَةٍ وَبِضْعَةَ عَشَرَ، جَمًّا غَفِيرًا "، وَقَالَ مَرَّةً: "خَمْسَةَ عَشَرَ "، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، آدَمُ أَنَبِيٌّ كَانَ؟ قَالَ: "نَعَمْ، نَبِيٌّ مُكَلَّمٌ "[21]
“Wahai Rasulullah, Siapakan nabi yang pertama? Nabi Bersabda, “Adam”. Wahai Rasulullah, dan benarkah nabi. Nabi Bersabda, “Benar Nabi yang menyampaikan.” Wahai Rasulullah, berapakan jumlah para rasul, Nabi Berkata ” tiga ratus lebih sepuluhan dalam jumlah yang banyak. Nabi berkata lagi, “lima belas”. Wahai Rasulullah, Apakah Adam termasuk Nabi? Rasulullah bersabda, “benar, nabi yang menyampaikan risalah”

KISAH KELUARGA ADAM AS
               
KISAH ADAM AS DAN HAWA

Hawa adalah istri nabi Adam as yang diciptakan dari tulang rusuknya. Hal ini dimaksudkan agar Adam as merasa tentram kepada istrinya dan menyayanginya. Hal ini sebagaimana firman Allah ta’ala dalam surat al A’raf ayat 189,
هو الذي خلقكم من نفس واحدة وجعل منها زوجها ليسكن إليها...
“Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya.”
               
Pada mulanya mereka berdua mendiami surga dengan penuh cinta dan kesenangan. Al Qurthubi menuliskan sebuah riwayat, “malaikat bertanya kepada Adam, Apakah engkau mencintainya, wahai Adam? Adam menjawab, “ya” mereka bertanya kepada Hawa, “Apakah engkau mencintainya wahai Hawa?”, Hawa menjawab “ya ”. Hingga kemudian mereka berdua tergelincir oleh tipu daya Iblis hingga melanggar larangan Allah ta’ala untuk tidak mendekati pohon khuld, sebagaimana tertera pada surat al A’raf  ayat 22,
فدلاهما بغرور فلما ذاقا الشجرة بدت لهما سوءاتهما وطفقا يخصفان عليهما من ورق الجنة وناداهما ربهما ألم أنهكما عن تلكما الشجرة وأقل لكما إن الشيطآن لكما عدو مبين
“maka syaitan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan mereka menyeru mereka: "Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu: "Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?".”

Peristiwa ini menjadi sebab diturunkannya Adam as beserta istrinya kemuka bumi, memberitahukan bahwa akan ada permusuhan diantara keturunannya, menerima taubat Adam as dan menurunkan petunjuk baginya agar selamat seluruh manusia yang mau mengikutinya.

Ibnu Abi Hatim mengutip beberapa riwayat tentang tempat turunnya nabi Adam as, menurut Ibnu Umar adam diturunkan di Shafa dan Hawa di Marwah. Sedangkan menurut Ibnu Abbas Adam diturunkan di sebuah lokasi di bumi bernama Dahnah yang terletak di antara Makkah dan Thaif. Al Hasan meriwayatkan Adam diturunkan di India dan Hawa di Jeddah.[22] Adam pun mencari Hawa hingga tiba di Jama’, lalu Hawa didekatkan kepadanya-karena itulah dinamakan Muzdalifah. Akhirnya, mereka pun bertemu di Jama’

Nabi Adam as meninggal dunia pada hari Jum’at dalam usia 1000 tahun. Jasadnya dimandikan, dikafani, dikenakan wewangian serta dikuburkan oleh para malaikat yang kemudian berseru, wahai keturunan adam demikialah aturan bagi kalian. Nabi Adam as dimakamkan di India. [23]

Setelah wafatnya nabi Adam as maka tugas da’wah selanjutnya diamanahkan kepada Syits as. Mengenai hal ini terdapat sebuah riwayat dari Abu Dzar ra, ketika ia bertanya kepada Rasulullah saw berapakah jumlah kitab Allah? Maka Rasulullah saw bersabda,
مِائَةُ كِتَابٍ وَأَرْبَعَةُ كُتُبٍ، أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى شِيثَ خَمْسِينَ صَحِيفَةً سُرْيَانِيَّةً، وَعَلَى إِدْرِيسَ ثَلَاثِينَ صَحِيفَةً، وَعَلَى إِبْرَاهِيمَ عِشْرِينَ، وَأَنْزَلَ التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ وَالزَّبُورَ وَالْفُرْقَانَ[24]
“Sesungguhnya Allah menurunkan 104 kitab, Allah menurunkan kepada Syits 50 shahifah, kepada Idris 30 shahifah dan kepada Ibrahin 20, dan Allah menurunkan taurat, injil, zabur dan al Furqan (al Qur’an) ”

KISAH HABIL DAN KABIL

Adam as dan Hawa as Allah karuniakan keturunan yang banyak dengan setiap kelahiran kembar laki-laki dan perempuan sebanyak 20 kali kehamilan, dan Adam as menjodohkan keturunannya secara bersilang.[25]

Kisah Habil dan Kabil yang merupakan keturunan Nabi Adam as Allah abadikan dalam Dalam surat al Maidah ayat 27, yang artinya sebagai berikut,
“Ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Kabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Kabil). Ia berkata (Kabil): "Aku pasti membunuhmu!" Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa". "Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam." "Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh) ku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang dzalim." Maka hawa nafsu Kabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang merugi.”

Menurut Afif Abdul Fatah ada dua pendapat tentang penyebab perselisihan antara Habil dan Kabil, “Pertama, Habil adalah seorang peternak yang berkurban dengan domba terbaik, sedang Kabil adalah petani yang berkurban dengan gandum terburuk. Mengetahui kurbannya tidak diterima Kabil mendendam Habil yang merupakan adiknya sendiri. Kedua, Kecemburuan Kabil terhadap Habil yang mendapatkan istri yang lebih cantik darinya, hingga kemudian nabi Adam as memerintahkan mereka untuk berkurban, yang diterima kurbannya akan dijodohkan dengan saudaranya yang cantik.”[26]

ENTITAS GHAIB DISEPUTAR KISAH NABI ADAM AS

MALAIKAT

Malaikat merupakan jamak dari kata malak, polanya dari kata “ل أك” yang berarti “الرسالَةُ”. “المَلَكُ لأَنّه يُبَلِّغُ الرسالَةَ عَن الله عَزَّ وجَلَّ” dikatakan al malak karena menyampaikan risalah dari Allah azza wa jalla.[27] Dalam surat al Baqarah ayat 30 ini dialog antara Allah dan malaikat bukan merupakan sebuah bentuk musyawarah, melainkan mengeluarkan karakter mereka sebagai mahluk yang senantiasa menta’ati dan mengagungkan Allah ta’ala.

Demikian ketaatan mereka kepada Allah hingga sujud kepada Adam as ketika Allah memerintahkannya. Ash Shobuny berpendapat, “sebagian besar mufasirin mengatakan bahwa sujud itu secara hakikat kepada Allah bukan kepada Adam as, perumpamaan ini seperti kiblat bagi orang yang sholat.”[28]
Lebih lanjut ash Shobuny mengemukakan 4 keutamaan Adam as, yaitu : “Allah menciptakannya dengan tangan-Nya, Allah tiupkan ruh daripada-Nya, Allah perintahkan malaikat sujud kepada Adam as, Adam memiliki pengetahuan nama-nama segala sesuatu.”[29]

IBLIS

Berasal dari kata “بلس” yang berarti “مَن لَا خَيْرَ عندَه” seseorang yang tidak ada kebaikan disisinya. Bisa juga berarti “هُوَ الَّذِي عندَه إبْلاسٌ وشَرٌّ” seseorang yang bingung dan bertingkah laku buruk. Disebut dengan kata iblis karena “يَئِسَ من رحمةِ الله ونَدِمَ” ia berputus asa dari rahmat Allah dan menyesal.[30]

Terjadi perbedaan pandangan para ulama tafsir tentang teks surat al Baqarah ayat 34, yang menyiratkan pengertian bahwa iblis adalah dari golongan malaikat yang membangkang atau kafir,
وإذ قلنا للملائكة اسجدوا لآدم فسجدوا إلا إبليس أبى واستكبر وكان من الكافرين
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.”

Ash Shobuniy mengemukakan beberapa dalil bahwa iblis bukanlah dari kelompok malaikat, melainkan dari golongan jin, yaitu :[31]

Pertama, seandainya Iblis dari kelompok malaikat maka dia pasti tidak akan membantah perintah Allah. Sebagaimana tersebut dalam al Qur’an surat at Tahrim ayat 6,
... عليها ملائكة غلاظ شداد لا يعصون الله ما أمرهم ويفعلون ما يؤمرون
“…penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

Kedua, Allah ciptakan malaikat dari cahaya dan iblis dari Api. Hal ini sebagaimana diakuinya sendiri. Allah berfirman dalam surat al A’raf ayat 12,
قال ما منعك ألا تسجد إذ أمرتك قال أنا خير منه خلقتني من نار وخلقته من طين
“Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" Menjawab iblis: "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.”

Keterangan tentang hal ini juga terdapat dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda,
خُلِقَتِ الْمَلَائِكَةُ مِنْ نُورٍ، وَخُلِقَ الْجَانُّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ، وَخُلِقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ[32]
“Malaikat diciptakan dari cahaya, dan jin dari api yang menyala-nyala, dan Adam diciptakan sebagaimana yang kalian ketahui ”

Ketiga, terdapat teks yang jelas pada surat al kahfi ayat 50, tentang iblis bersal dari golongan jin.
وإذ قلنا للملائكة اسجدوا لآدم فسجدوا إلا إبليس كان من الجن ففسق عن أمر ربه ...
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam", maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya.”

PENUTUP
               
Dari kisah Adam as dan keluarganya dapat kita simpulkan beberapa pelajaran yang berharga khususnya tentang da’wah, yaitu:

Pertama, Allah memuliakan manusia, menjadikannya khalifah dimuka bumi. Diturunkannya Adam as ke muka bumi bukan tanpa persiapan, melainkan Allah telah mengajarkan kepada Adam as nama-nama benda seluruhnya. Seharusnya ini menjadi pelajaran penting bagi ummat Islam untuk menjadi pionir dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sa’id Hawwa berkata, “merupakan hal yang menyedihkan kegiatan keilmuan ummat Islam sejak berabad-abad lalu lebih rendah dari orang-orang kafir.”[33]

Karunia Allah berupa pengetahuan adalah wujud pernghormatan yang paling tinggi kepada manusia yang juga Allah sifati dengan perbuatan kerusakan. Allah juga karuniakan bagi manusia kehendak bebas untuk menentukan jalan hidupnya. Sayyid Quthb berkata,

إن أبرز إيحاءات قصة آدم - هو القيمة الكبرى التي يعطيها التصور الإسلامي للإنسان ولدوره في الأرض، ولمكانه في نظام الوجود، وللقيم التي يوزن بها. ثم لحقيقة ارتباطه بعهد الله، وحقيقة هذا العهد الذي قامت خلافته على أساسه..[34]
“sesungguhnya isyarat yang paling khas dari kisah Adam adalah nilai mulia yang diberikan oleh perspektif Islam tentang manusia, tentang perannya dimuka bumi, tentang posisinya dalam sistem kehidupan, tentang nilai-nilai yang dengannya ia membuat keseimbangan. Semua itu terangkum dalam hakikat keterikatannya dengan janji Allah dan hakikat dari janji tersebut yang menjadikannya khalifah di muka bumi.”

Demikianlah manusia sebagai manusia, ikatan pengangkatannya sebagai khalifah dilakukan atas dasar penerimaan hidayah dari Allah dan komitmen kepada sistem Ilahiyah tentang kehidupan.

Kedua, Pertentangan antara yang haq dan bathil merupakan sebuah sejarah yang sangat panjang, sepanjang perjalanan manusia dimuka bumi ini hingga hari yang dijanjikan kelak. Watak permusuhan yang digambarkan dalam kisah Nabi Adam as ini terjadi antara janji dan kehendak Allah menjadikan manusia sebagai khalifah dimuka bumi dengan penyesatan iblis. Antara keimanan dan kekafiran, antara petunjuk dan kesesatan.
               
Hal ini mengandung peringatan agar  manusia senantiasa waspada menjalani kehidupannya serta betapa perlunya manusia akan pengarahan yang terus menerus. Karena pada hakikatnya manusia itu sendiri merupakan salah satu medan pertempuran antara yang haq dan bathil. Dengan demikian manusia akan senantiasa berada di persimpangan jalan antara mendengar dan mengikuti apa yang diterimanya dari Allah atau mendengar dan menerima apa yang diterimanya dari Iblis.

Ketiga, Manusia memiliki sifat lupa dan berbuat salah, namun Allah Maha Pengampun dan menerima taubat hambanya. Ash Shobuny berkata, “على الإنسان ألا يقنط من رحمة الله، ولا ييأس من عفوه”[35] jangan pernah kehilangan harapan akan kasih sayang Allah dan janganlah berputus asa dari ampunan-Nya.

Kisah Adam as memberikan inspirasi betapa sederhana dan jelasnya pemikiran Islam tentang dosa dan taubat. Setiap dosa bersifat individual, tidak ada dosa warisan dan pembebasan dari dosa tersebut juga bersifat individual. Setiap manusia memikul sendiri dosanya dan ia harus bersungguh-sungguh dan melakukan upaya dengan penuh harap kepada Allah.

Keempat, Pelajaran penting terkait kisah Adam as dan keluarganya adalah, nafsu materi duniawi adalah penyebab dosa. Inilah alat yang digunakan iblis untuk menyeret manusia dalam kesesatan. Manusia mungkin saja didominasi oleh nafsu kemuliaan, keluhuran dan kepemimpinan, namun mungkin pula ia didominasi oleh nafsu perut dan kemaluan. Kemudian ia salah memilih jalan. Meski demikian menurut Sa’id Hawwa, “pengalaman ini merupakan pendidikan dan gemblengan bagi khalifah itu. Disamping itu pertaubatan merupakan sebuah sarana membangkitkan dan menghidupkan berbagai potensi yang ada.” [36]
               
Hasbunallah wa ni’mal wakil

CATATAN PUSTAKA

[1] ‘Afif Abdul Fatah Thabarah, Ma’al Anbiya fil Qur’anil Karim, Beirut : Darul Ilmi Lil Malayin, 1981, Hlm 13.
[2] Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al Amaly Abu Ja’far ath Thobariy, Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an, Beirut : Muassasatu ar risalah, 1420 H, vol 1, hlm 480.
[3] Abu Abdullah al Hakim an Naisabury, al Mustadrak ‘ala ash Shahihain, Beirut: Daar al Kutub al Ilmiyyah, 1411 H, Vol 2, hlm 288, hadits no 3037. Menurut Musthafa Abdul Qadir Atha hadits ini shahih.
[4] Sayyid Quthb Ibrahim Husain Asy Syarabi, Fii Dzilalil Qur’an, Beirut : Daarus Syuruq, 1412 H, Vol 1, hlm 56.
[5]  Sa’id Hawwa, al Asas fi Tafsir (alih Bahasa oleh Syafril Halim),  Jakarta : Rabbani Press, 2000, hlm 134.
[6] Abu Ja’far ath Thobariy, op.cit, vol 1, hlm 452. Riwayat semacam ini juga dikemukakan oleh Ibnu Katsir : Tafsir al Qur’an al Adzhim, vol 1/hlm 218; asy Syaukani : Fathul Qadir, vol 1/ hlm 75.
[7] Syamsuddin al Qurthubi, al Jami’ li Ahkamil Qur’an, Cairo : Daar al Kutub al Mishriyah, 1384 H, vol 1, hlm 274.
[8] Muhammad Aliy ash Shobuniy, an Nubuwwah wal Anbiya, Damaskus : Maktabah al Ghazali, 1405 H, hlm 112.
[9] Ibid.
[10] Ibid, hlm 113.
[11] Ibid.
[12] Muhammad bin Isma’il Abu Abdullah al Bukhari, Shahih al Bukhari, Beirut : Daar Thuwaiq an Najah, 1422 H, Vol 4, hlm 134, hadits no 3340.
[13] Adam Abdullah al Alwuriy, Tarikhud Da’wah ilAllah Bainal Amsi wal Yaum, Cairo: Maktabah Wahbah, 1967, hlm 31.
[14] Harun Yahya, Keruntuhan Teori Evolusi, Bandung: Penerbit Dzikra, 2004, hlm 65-66.
[15] Muhammad Aliy ash Shobuniy, op.cit, hlm 115.
[16] ibid, hlm 124.
[17] Ibid, hlm 125.
[18] Syamsuddin al Qurthubi, op.cit, vol 4, hlm 62.
[19] Muhammad Aliy ash Shobuniy, loc.cit.
[20] Ibid.
[21] Ahmad bin Hanbal asy Syaibany, Musnad al Imam Ahmad bin Hanbal, Beirut : Muassasatu ar Risalah, 1421 H, vol 35, hlm 432. Menurut Syu’aib al Arnauth hadits ini lemah.
[22] Ibnu Abi Hatim Ar Razi, Tafsir al Qur’an al Adzhim li Ibni Abi Hatim, Saudi Arabia: Maktabah Nizar Musthafa al Baz, 1419 H, Vol 5, hlm 1455.
[23] Lihat Ibnu Katsir, Qashashul Anbiya, (alih bahasa oleh M. Abdul Ghaffar, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), hlm 73-75.
[24] Yahya bin al Husain asy Syajari, Tartibul Amali al Khamisiyah, Beirut: Daar al Kutub al Ilmiyah, 1422 H, Vol 1, hlm 269.
[25] Muhammad Aliy ash Shobuniy, op.cit., hlm 123.
[26] ‘Afif Abdul Fatah Thabarah, op.cit, Hlm 35.
[27] Muhammad bin Muhammad Abul Faidh Murtadho az Zubaidiy, Taajul ‘Arus min Jawahiril Qamus, Beirut : Daarul Hidayah, tt,Vol 27, hlm 317.
[28] Muhammad Aliy ash Shobuniy, op.cit., hlm 119.
[29] Ibid.
[30] Murtadho az Zubaidiy, loc.cit, vol 15, hlm 464.
[31] Muhammad Aliy ash Shobuniy, op.cit., hlm 120.
[32] Muslim bin al Hajjaj Abul Hasan al Qusyairi an Naisabury, Shahih Muslim, Beirut : Daar Ihya at Turats al Arabiy, tt, Vol 4, hlm 2294, hadits no 2996.
[33] Sa’id Hawwa, op.cit, vol 1, hlm 151.
[34] Sayyid Quthb, op.cit,  vol 1, hlm 60.
[35] Muhammad Aliy ash Shobuniy, op.cit., hlm 130.
[36] Sa’id Hawwa, op.cit, vol 1, hlm 153.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »
Give us your opinion