BERKURBAN ATAS NAMA ORANG LAIN



Dalam tabyin al haqaa’iq disebutkan bahwa kurban adalah “اسْمٌ لِحَيَوَانٍ مَخْصُوصٍ بِسِنٍّ مَخْصُوصٍ يُذْبَحُ بِنِيَّةِ الْقُرْبَةِ فِي يَوْمٍ مَخْصُوصٍ عِنْدَ وُجُودِ شَرَائِطِهَا وَسَبَبِهَا” nama bagi hewan yang khusus disembelih dengan niat mendekatkan diri kepada Allah pada hari yang ditentukan sesuai dengan syarat-syarat dan sebab-sebabnya.[1]

Hukum kurban menurut jumhur ulama – syafi’iyyah, hanabilah dan malikiyyah -- adalah sunnah muakkad  sebagaimana hadits Rasulullah saw[2] “إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ وَعِنْدَهُ أُضْحِيَّةٌ يُرِيدُ أَنْ يُضَحِّيَ، فَلَا يَأْخُذَنَّ شَعْرًا، وَلَا يَقْلِمَنَّ ظُفُرًا” jika telah masuk hari ke sepuluh pada musim kurban kemudian salah seorang dari kalian ingin berkurban maka hendaklah ia tidak memotong rambut dan kuku(hewan kurban)nya (hingga datang hari berkurban).

Jumhur ulama berpendapat sesuai dengan hadits ini keinginan berkurban tidak menunjukkan dalil wajibnya kurban melainkan sunnah. Sebab kewajiban tidak terkait dengan keinginan seorang mukallaf.
Menurut mazhab syafi’iyyah,[3] tidak dibolehkan berkurban atas nama orang lain kecuali seizin orang itu, sebagaimana tidak boleh berkurban untuk orang yang sudah mati kecuali jika si mayit pernah mewasiatkan sebelumnya. Sebagaimana dalil firman Allah dalam surat an najm 39 : “وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى” dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya.

Menurut madzhab maliki,[4] makruh hukumnya berkurban atas nama orang yang sudah meninggal, apabila si mayit tidak menetapkan hewan tertentu sebagai kurban sebelum wafatnya. Namun apabila si mayit menetapkannya maka sunnah hukumnya merealisasikan kurban tersebut.
Adapun menurut mazhab Hanafi dan Hambali,[5] dibolehkan berkurban atas nama orang yang sudah meninggal. Dan pahalanya sampai kepada si mayit.

Catatan Pustaka
[1] Fakhruddin al Hanafi: Tabyiin al Haqaa’iq, Mesir: al Mathba’ah al Kubro, 1414 H, jilid 6, hlm 2.
[2] Muslim bin Hajjaj: Shahih Muslim, Beirut: Daar Ihya at Turats al ‘Araby. tt, jilid 3, hlm 1565.
[3] Lihat Khatib asy Syarbini asy Syafii: Mughni al Muhtaj ila Ma’rifat Ma’ani Alfadz al Minhaj, Beirut: Daar al Kutub al ‘Ilmiyyah, Jilid 6, hlm 137.
[4] Lihat Muhammad bin Ahmad ad Dasuqy al Maliky : Hasyiyatu ad Dasuqy ala Syarh al Kabir, Beirut: Daar al Fikr. tt, jilid 2, hlm 122.
[5] Lihat al Bahuty: Kasyaf al Qina’. Beirut: Daar al Kutub al Ilmiyyah, tt, jilid 3, hlm 18.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

1 komentar

  1. salam hangat dari kami ijin silaturahmi dari kami pengrajin jaket kulit

    BalasHapus