URGENSI DAKWAH DALAM AL QUR'AN 1



Dakwah adalah Kewajiban Syari’at (الدعوة فريضة شرعية)

Allah ta’ala berfirman dalam surat Ali Imran ayat 104 sebagai berikut,
ولتكن منكم أمة يدعون إلى الخير ويأمرون بالمعروف وينهون عن المنكر وأولئك هم المفلحون
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”. (Ali Imran 104)

Huruf lam pada lafaz waltakun dalam firman Allah ini adalah untuk menyatakan perintah[1], sedangkan perintah itu menuntut suatu kewajiban. Demikian menurut Ibnu Asyur, shigat (bentuk) lafaz waltakun minkum ummah merupakan bentuk wajib karena menerangkan perintah.[2] Dalam menafsirkan ayat ini, Wahbah az Zuhaili berpendapat,
 يأمر الله تعالى الأمة الإسلامية بأن يكون منها جماعة متخصصة بالدعوة إلى الخير والأمر بالمعروف والنّهي عن المنكر، وأولئك الكمّل هم المفلحون في الدّنيا والآخرة”[3]
Allah ta’ala memerintahkan bagi ummat Islam tentang keharusan adanya sekelompok jama’ah yang khusus menangani perintah berda’wah kepada kebaikan menyeru yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran, mereka itulah kemenangan yang sempurna di dunia dan akhirat.

Sayyid Quthb berpendapat bahwa “إن قيام هذه الجماعة ضرورة من ضرورات المنهج الإلهي ذاته”[4] menegakkan jamaa’ah da’wah ini merupakan kewajiban darurat sebagaimana kedaruratan menegakkan system Ilahiyah itu sendiri.  Menurut Ibnu Katsir, maksud yang terkandung dalam ayat ini adalah,
أَنْ تَكُونَ فرْقَة مِنَ الأمَّة مُتَصَدِّيَةٌ لِهَذَا الشَّأْنِ، وَإِنْ كَانَ ذَلِكَ وَاجِبًا عَلَى كُلِّ فَرْدٍ مِنَ الْأُمَّةِ بِحَسْبِهِ”[5]
bahwa hendaklah ada sekelompok orang dari ummat Islam yang dikerahkan untuk menanangani perintah da’wah ini, walaupun tuhgas ini merupakan kewajiban bagi setiap individu ummat Islam sesuai dengan kadar kemampuan masing-masing.

Dari Abu Sa’id ra, bahwasanya Rasulullah telah bersabda,
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ.[6]
“Barangsiapa diantara kalian melihat sebuah kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan perkataannya, jika tidak mampu maka dengan hatinya dan itulah selemah-lemah iman ”

Tentang wajibnya berda’wah menerangkan kebenaran juga tersirat dari makna pelarangan menyembunyikan ilmu, sebagaimana firman Allah ta’ala pada surat al Baqarah ayat 159,
إن الذين يكتمون ما أنزلنا من البينات والهدى من بعد ما بيناه للناس في الكتاب أولئك يلعنهم الله ويلعنهم اللاعنون.
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati.”

Ayat ini turun terkait dengan perilaku para pendeta yahudi yang menyembunyikan kebenaran,[7] Meskipun demikian ancaman dalam ayat ini tidak hanya diperuntukkan bagi pendeta-pendeta Yahudi saja, melainkan berlaku secara umum. Al Qurthubi mengemukakan bahwa yang dimaksud dalam ayat ini adalah setiap orang yang menyembunyikan kebenaran.
الْمُرَادُ كُلُّ مَنْ كَتَمَ الْحَقَّ، فَهِيَ عَامَّةٌ فِي كُلِّ مَنْ كَتَمَ عِلْمًا مِنْ دِينِ اللَّهِ يُحْتَاجُ إِلَى بَثِّهِ”[8]
Ayat ini bersifat umum. Mencakup semua orang yang menyembunyikan ilmu agama yang harus disyiarkan.

Da’wah sebagai sebuah kewajiban syari’at juga terdapat pada surat al Ashr. Dalam surat ini Allah mensifati manusia yang tidak berda’wah itu berada dalam kerugian,
والعصر. إن الإنسان لفي خسر. إلا الذين آمنوا وعملوا الصالحات وتواصوا بالحق وتواصوا بالصبر.
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.”

Dalam ayat ini terdapat hikmah tentang kerugian orang-orang yang tidak berda’wah. Az Zuhaili berpendapat,
حكم اللَّه تعالى بالوعيد الشديد لأنه حكم بالخسارة على جميع الناس إلا من كان آتيا بأشياء أربعة أو متصفا بصفات أربع، وهي: الإيمان، والعمل الصالح، والتواصي بالحق، والتواصي بالصبر.”[9]
Allah ta’ala mengancam manusia dengan ancaman yang keras dengan kerugian bagi seluruh manusia kecuali mereka yang memiliki sifat beriman, beramal shaleh serta saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.

Ar Razi berpendapat,
دَلَّتِ الْآيَةُ عَلَى أَنَّ الْحَقَّ ثَقِيلٌ، وَأَنَّ الْمِحَنَ تُلَازِمُهُ، فَلِذَلِكَ قَرَنَ بِهِ التَّوَاصِيَ”[10]
ayat ini menunjukkan bahwa kebenaran itu berat dan ujian tidak dapat dihindari dan yang demikian itu terkait dengan kegiatan saling menasihati. Maksudnya adalah beratnya menegakkan kebenaran dan ujian yang senantiasa menimpa manusia merupakan bukti pentingnya da’wah dalam bentuk saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.

Catatan Pustaka
[1] Mahmud bin Abdurrahim shafiy, al Jadwal fi I’rabil Qur’an al Karim, Damaskus : Daar Ar Rasyid, 1418 H, vol 4, hlm 265.
[2] Muhammad ath Thahir bin Muhammad bin Muhammad ath Thahir bin ‘Asyur at Tunisiy, at Tahrir wa at Tanwir, Tunisia : Daar at Tunisiah li an Nusyr, 1984, vol 4, hlm 37.
[3] Wahbah bin Musthafa az Zuhaily, at Tafsir al Munir fi al Aqidati wa asy Syari’ati wa al Manhaj, Damaskus : Daar al Fikr al Muashir, 1418 H, Vol 4, hlm 33.
[4] Sayyid Quthb Ibrahim Husain asy Syarabi, Fi Dzilalil Qur’an, Cairo : Daar as Syuruq, vol 1, hlm 44.
[5] Abul Fida Ismail bin ‘Amr bin Katsir al Qurasyi, Tafsir al Qur’an al Adzhim, Daar Thoyyibah, 1420 H,Vol 2, hlm 91.
[6] Muslim bin al Hajjaj Abul Hasan al Qusyairi an Naisabury, Shahih Muslim, Beirut : Daar Ihya at Turats al Araby,tt, Vol 1, hlm 69.
[7] Abul Hasan al Wahidiy, Asbab an Nuzul, Ad Damam : Daar al Ishlah, 1412 H, Hlm 47.
[8] Syamsuddin al Qurthubi, al Jami’ li Ahkam al Qur’an, Cairo : Daar al Kutub al Mishriyah, 1384 H, Vol 2, hlm 148
[9] Wahbah bin Musthafa az Zuhaily, op.cit, Vol 30, hlm 395.
[10] Fakhruddin arRazi, Mafatih al Ghaib, Beirut : Daar Ihya at Turats al ‘Arabiy, 1420 H, Vol 32, hlm 282.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

1 komentar