إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ (1) وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا (2) فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا (3)
Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan (1) dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong (2) maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima Taubat (3)
Sebab Turunnya Ayat
Al wahidy meriwayatkan bahwa surat ini diturunkan pada masa akhir kehidupan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, pada perang hunain dan Rasulullah hidup setelah turunnya ayat ini selama 2 tahun. Mengabarkan kepada kami sa’id bin Muhammad al muadzin, mengabarkan kepada kami abu umar bin abi ja’far al muqri, mengabarkan kepada kami al hasan bin sufyan, mengabarkan kepada kami ‘abdul ‘aziz bin salam, mengabarkan kepada kami ishaq bin Abdillah bin kisyan berkata: meriwayatkan kepadaku ayahku dari ikrimah dari ibnu abbas berkata:
لَمَّا أَقْبَلَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - مِنْ غَزْوَةِ حُنَيْنٍ وَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى: {إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ} قَالَ: "يَا عَلِيُّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ وَيَا فَاطِمَةُ قَدْ جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ، وَرَأَيْتُ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا، فَسُبْحَانَ رَبِّي وَبِحَمْدِهِ وَأَسْتَغْفِرُهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا".
Ketika Rasulullah saw memulai perang Hunain Allah ta’ala menurunkan surat (إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ) kemudian ia bersabda: Wahai Ali bin abi thalib dan Fatimah sungguh telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kau akan melihat manusia memeluk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah kepada Allah dan memuji-Nya dan aku akan memohon ampun kepada-Nya sesungguhnya Ia Maha Menerima Penerima Taubat.[1]
Munasabah
Abu Ja’far al Gharnaty menuliskan dalam kitabnya mengenai surat ini,
لما كمل دينه واتضحت شريعته واستقر أمره - صلى الله عليه وسلم -، وأدى أمانة رسالته حق أدائها عرف عليه السلام نفاذ عمره وانقضاء أجله، وجعلت على ذلك علامة دخول الناس في دين الله جماعات
Ketika mulai sempurna dan jelas syari’at Islam dan Allah menegaskan perintah-Nya. Dan pelaksanaan risalah sudah mulai bagus, Rasulullah saw mengetahui bahwa usianya sudah menjelang akhir, dan semua itu menjadi pertanda masuknya manusia memeluk agama Allah secara berbondong-bondong.[2]
Imam as Suyuti menuliskan dalam kitabnya bahwa keterkaitan surat ini dengan surat al kafirun adalah,
فكان فيه إشعار بأنه خلص له دينه، وسلم من شوائب الكدر والمخالفين ، وهو مجيء الفتح والنصر، فإن الناس حين دخلوا في دين الله أفواجًا، فقد تم الأمر وذهب الكفر، وخلص دين الإسلام ممن كان يناوئه؛ ولذلك كانت السورة إشارة إلى وفاته صلى الله عليه وسلم.
pada surat ini terdapat pemberitahuan bahwa syari’at Allah itu bersih baginya dan terhindar dari cacat, kekotoran dan penyimpangan, dan dari situlah akan muncul pertolongan dan kemenangan, ketika manusia masuk kedalam agama Allah secara berbondong-bondong, maka benar-benar telah sempurna kalimat Allah dan terusirlah orang-orang kafir. Dan murnilah agama Allah bagi siapa saja yang melaksanakan. Dan surat ini menjadi isyarat kepada akhir hidup Rasulullah saw.[3]
Al Imam Fakhrurrazi berpendapat,
كأنه تعالى يقول: لما أمرتك في السورة المتقدمة بمجاهدة جميع الكفار، بالتبري منهم، وإبطال دينهم، جزيتك على ذلك بالنصر والفتح، وتكثير الأتباع7. قال: ووجه آخر؛ وهو: أنه لما أعطاه [الله] 8 الكوثر؛ وهو: الخير الكثير، ناسب تحميله مشقاته وتكاليفه، وأشار إلى دنو أجله، فإنه ليس بعد الكمال إلا الزوال.
Seakan akan Allah ta’ala berfirman ketika Aku memerintahkan kepadamu dalam surat terdahulu untuk bermujahadah kepada seluruh orang-orang kafir, dengan menolak mereka dan membatalkan agamanya, Aku telah membalasmu dengan pertolongan dan kemenangan serta banyaknya pengikut. Pada sisi lain Allah memberikan al kautsar atau kebaikan yang banyak ketika ada kesulitan dan tanggung jawab yang berat. Dan sesungguhnya (kemenangan) itu adalah isyarat atas akhir hidup Rasulullah. Dan tidaklah setelah kesempurnaan itu melainkan kesudahan.[4]
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ
Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan (1)
Makna kata an nashr adalah (الْعَوْنُ) pertolongan. Diriwayatkan bahwa yang dimaksud pertolongan pada ayat ini adalah (نَصْرُ الرَّسُولِ عَلَى قُرَيْشٍ) pertolongan yang diberikan kepada Nabi saw atas orang-orang quraisy.[5] Ada pula pendapat bahwa yang dimaksud adalah (نَصَرَهُ عَلَى مَنْ قَاتَلَهُ مِنَ الْكُفَّارِ، فَإِنَّ عَاقِبَةَ النَّصْرِ كَانَتْ لَهُ) pertolongan untuk Nabi saw atas semua orang kafir yang memerangi beliau, hingga pada akhirnya kemenangan berada dipihak beliau.[6] Dikatakan pula maksudnya adalah (إذا جاء نصره بإظهاره إياك على أعدائك) apabila telah datang pertolongan Allah dengan mengunggulkan Rasulullah saw atas musuh-musuhnya.[7]
Sedangkan yang dimaksud dengan (الفَتْحُ) adalah pembebasan kota Mekah. Makna ini disampaikan Sa’id bin Jubair dan Ibnu Abbas.[8] Ada pula yang berpendapat maknanya adalah (فَتْحُ الْمَدَائِنِ وَالْقُصُورِ) pembebasan kota-kota dan negeri lain, (مَا فَتَحَهُ عليه من العلوم) terbukanya ilmu-ilmu baru yang belum diketahui manusia.[9]
Sayyid Quthb mendeskripsikan makna ayat ini dengan mendalam,
فهو نصر الله يجيء به الله في الوقت الذي يقدره. في الصورة التي يريدها. للغاية التي يرسمها. وليس للنبي ولا لأصحابه من أمره شيء، وليس لهم في هذا النصر يد. وليس لأشخاصهم فيه كسب. وليس لذواتهم منه نصيب. وليس لنفوسهم منه حظ! إنما هو أمر الله يحققه بهم أو بدونهم. وحسبهم منه أن يجريه الله على أيديهم، وأن يقيمهم عليه حراسا، ويجعلهم عليه أمناء
Ia adalah pertolongan Allah yang didatangkan oleh Allah, pada waktu yang ditetapkan-Nya, dengan bentuk yang dikehendaki-Nya, dan untuk tujuan yang telah digariskan. Tidaklah Nabi dan para Sahabat berperan dalam hal ini. Tangan mereka tak punya andil dalam pertolongan ini. Diri pribadi mereka tidaklah berprestasi dalam hal ini. Jasad dan jiwa mereka tak memiliki andil di dalamnya. Pertolongan itu samata-mata hanyalah perkara Allah yang diwujudkan-Nya dengan atau tanpa mereka. Cukuplah bagi mereka jika Allah mewujudkan perkara itu melalui diri mereka dan menjadikan mereka sebagai penjaganya dan sebagai pemegang amanat tersebut.[10]
Demikian pula pendapat az zuhaili, makna dari annashr adalah,
أن النصر لا يكون إلا من اللَّه: هو أنه نصر لا يليق إلا باللَّه، ولا يليق أن يفعله إلا اللَّه، أو لا يليق إلا بحكمته. والمراد تعظيم هذا النصر.
bahwa sesungguhnya pertolongan itu tidak terjadi kecuali dengan kehendak, perbuatan dan kebijaksanaan Allah. Dan yang demikian itulah yang dimaksudkan dengan keagungan perto-longan ini. [11]
وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا
dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong (2)
al qurthubi mengartikan bahwa yang dimaksud adalah (جَمَاعَاتٍ: فَوْجًا بَعْدِ فَوْجٍ) masuk Islam secara berjama’ah, seperti ombak yang terus menggulung. Ada juga yang mengartikan (أَفْوَاجًا: أُمَّةً أُمَّةً. قَالَ الضَّحَّاكُ: وَالْأُمَّةُ: أَرْبَعُونَ رَجُلًا) kelompok demi kelompok, adh dhohak berkata satu ummat itu 40 laki-laki.[12] Al baghawi berpendapat bahwa yang dimaksud afwaja adalah (زُمَرًا وَأَرْسَالًا الْقَبِيلَةُ بِأَسْرِهَا وَالْقَوْمُ بِأَجْمَعِهِمْ مِنْ غَيْرِ قِتَالٍ) Berbondong-bondong dan datanglah kabilah-kabilah dengan keluarga mereka dan kaum-kaum secara berkelompok tanpa peperangan.[13]
Ikrimah meriwayatkan dari ibnu Abbas ia berkata, ketika nabi membaca firman Allah ta’ala, “apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan”. Datanglah para penduduk Yaman yang memiliki kelembutan hati, kesantunan perilaku, kedermawanan sikap dan keagungan dalam ketaqwaan. Mereka secara serempak mengikrarkan diri masuk Islam.[14]
Dalam shahih Bukhari disebutkan sebuah riwayat dari Abu Hurairah ra, ia berkata, Rasulullah saw pernah bersabda:
أَتَاكُمْ أَهْلُ اليَمَنِ، أَضْعَفُ قُلُوبًا، وَأَرَقُّ أَفْئِدَةً، الفِقْهُ يَمَانٍ وَالحِكْمَةُ يَمَانِيَةٌ
“telah datang kepada kalian para penduduk Yaman, mereka memiliki hati yang sangat lembut dan perasaan yang sangat halus. Mereka juga membawa ilmu yamani dan hikmah yamaniyah.[15]
Al mawardi meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda,
إنّ الناس دخلوا في دين الله أفواجاً وسيخرجون أفواجاً
Sesungguhnya manusia masuk kedalam agama Allah secara berbondong-bondong, namun mereka juga akan keluar secara berbondong-bondong.[16]
Serupa dengan riwayat tersebut adalah riwayat dari Abu Amar. Ia berkata: aku pernah ditanya oleh Jabir tentang kondisi ummat Islam di masa yang akan datang, lalu aku memberitahukan kepadanya tentang bagaimana mereka berbeda pendapat dan terpecah belah. Kemudian iapun menangis dan berkata, Aku juga pernah mendengar Rasulullah saw bersabda:
أن الناس دخلوا فِي دِينِ اللَّهِ أَفْواجاً وسيخرجون من دين الله أفواجا
Sesungguhnya manusia masuk kedalam agama Allah secara berbondong-bondong namun mereka juga akan keluar secara berbondong-bondong.[17]
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
Maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima Taubat (3)
Kalimat tasbih dalam ayat ini menurut al Qurthubi adalah (إِذَا صَلَّيْتَ فَأَكْثِرْ مِنْ ذَلِكَ) sholatlah kamu dengan memuji nama Allah.[18] Pendapat ini sebagaimana pendapat ibnu abbas (فصل بِأَمْر رَبك شكرا لذَلِك) maka sholatlah dengan perintah Rabbmu sebagai ungkapan rasa syukur atas pertolongan dan kemenangan.[19]
Ath Thobari menjelaskan bahwa maksudnya adalah,
فسبح ربك وعظمه بحمده وشكره، على ما أنجز لك من وعده. فإنك حينئذ لاحق به، وذائق ما ذاق مَنْ قبلك من رُسله من الموت
Maka bertasbihlah kepada Rabbmu, agungkanlah Dia, Pujilah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya atas janji yang telah dipenuhi-Nya untukmu, karena sesungguhnya pada saat itu engkau pasti berjumpa dengan-Nya dan akan merasakan kematian yang telah dirasakan oleh para rasul sebelummu.[20]
Abu Hurairah mengatakan,
اجتهد النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ نُزُولِهَا، حَتَّى تَوَرَّمَتْ قَدَمَاهُ. وَنَحَلَ جِسْمُهُ، وَقَلَّ تَبَسُّمُهُ، وَكَثُرَ بُكَاؤُهُ
Setelah diturunkannya surat ini Rasulullah saw lebih giat dalam beribadah, bahkan hingga kedua kakinya memar, tubuhnya semakin kurus, senyumnya berkurang dan lebih banyak menangis.
Ikrimah mengatakan,
لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَطُّ أَشَدَّ اجْتِهَادًا فِي أُمُورِ الْآخِرَةِ مَا كَانَ مِنْهُ عِنْدَ نُزُولِهَا
Rasulullah saw tidak pernah terlihat lebih keras dalam perkara akhirat kecuali setelah diturunkannya surat ini.[21]
Dalam sebuah riwayat Aisyah ra menceritakan tentang dzikir rasulullah dari ‘ia berkata, tidaklah Rasulullah saw sholat semenjak diturunkannya ayat, (إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ), kecuali dalam sholatnya mengucapkan, “سُبْحَانَكَ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي” Maha suci Engkau wahai Tuhan kami, dan dengan segala pujian untuk-Mu. Ya Allah ampunilah aku.[22]
Sayyid Quthb menjelaskan hakikat perintah istighfar dalam ayat ini adalah Istighfar dari kondisi jiwa yang banyak, lembut dan halus celah masuknya,
الاستغفار من الزهو الذي قد يساور القلب أو يتدسس إليه من سكرة النصر بعد طول الكفاح، وفرحة الظفر بعد طول العناء.
Istighfar dari rasa bangga yang kadang bermunculan di hati atau menyelinap kedalamnya akibat mabuk kemenangan sesudah perjuangan panjang dan akibat kesenangan memperoleh kemenangan sesudah penderitaan panjang
الاستغفار مما قد يكون ساور القلب أو تدسس إليه في فترة الكفاح الطويل والعناء القاسي، والشدة الطاغية والكرب الغامر.. من ضيق بالشدة، واستبطاء لوعد الله بالنصر
Istighfar dari perasaan yang kadang bermunculan di hati atau menyelinap ke dalam hati saat perjuangan panjang, penderitaan yang berat, kesulitan yang menghimpit dan kesedihan yang memilukan seperti rasa sempit menghadapi kesulitan dan perasaan terlalu lama menunggu kapankah datangnya pertolongan Allah.
الاستغفار من التقصير في حمد الله وشكره. فجهد الإنسان، مهما كان، ضعيف محدود، وآلاء الله دائمة الفيض والهملان
Juga istighfar dari kekurangan dalam memuji Allah dan mensyukuri nikmat-Nya. Karena upaya manusia apapun adanya sangat lemah dan terbatas, sedangkan nikmat-nikmat Allah selalu melimpah ruah dan mengalir.
Demikianlah dalam permulaan surat ini Allah menegaskan bahwa kemenangan, pertolongan dan agama adalah milik-Nya, semua berasal dari-Nya dan kembali pula kepada-Nya. Perintah sholat memperbanyak memuji Allah, memohon ampunan kembali menguatkan bahwa demikianlah seharusnya sikap para pejuang dalam berbagai kondisi medan da’wahnya, kesulitan, kemudahan maupun kemenangan.
Hikmah
1. Da’wah seharusnya menjadi penentu arah, ketegasan kepada syari’at, memurnikan manhaj adalah diantara hikmah yang terdapat pada surat al kafirun, hingga kemudian mendatangkan kemenangan pada perjuangan Rasulullah saw dan para sahabatnya. Sudah saatnya da’wah menjadi penentu arah, mengejar ketertinggalan adalah sebuah kesalahan. Kejelasan visi, kepastian langkah, kesatuan pasukan, keikhlasan pemimpin, ketaatan kader dan kesungguhan berkorban adalah keniscayaan.
2. Kemenangan, kekalahan, kemudahan dan kesulitan adalah ujian dari Allah ta’ala, tidaklah penting peristiwa-peristiwa itu silih berganti kita lalui, melainkan apakah peristiwa itu memberikan dampak pada perubahan diri kita kepada kebaikan. Siapa yang lambat amalnya tak dapat dipercepat oleh nasabnya. Menyerahkan segala urusan kepada Allah, adalah bukti kejujuran iman, para pejuang di jalan Allah adalah mereka yang berjuang karena-Nya dan bersama-Nya semata.
3. Adalah sebuah keteladanan ketika pertolongan dan kemenangan itu datang kepada kekasih Allah, Beliau saw melupakan kegembiraan kegembiraan sesaat seraya menundukkan dirinya untuk bersyukur, memuji Rabbnya dan beristighfar memohon ampunan, sebagaimana yang diajarkan Rabbnya kepadanya.[23] Dan dengan keyakinan penuh bahwa Rabbnya lah satu-satunya penerima dan pengabul segala do’a dan permohonan, terminal akhir dan satu-satunya pengharapan yang tiada lain selain-Nya.
wallahu a'lam
sigit suhandoyo
Catatan Pustaka
[1] Abul Hasan Ali bin Ahmad al Wahidiy: Asbab an Nuzul al Qur’an. Ad Damam : Daar al Ishlah, 1412 H, 468. Dhiya-uddin al Maqdisy meriwayatkan pula dalam al ahadits al mukhtaroh 12/128. Ath Thabrani meriwayatkan dalam mu’jam al kabir 11/371 dari ikrimah & ibnu Abbas bahwa surat ini turun pada perang khaibar.
[2] Abu Ja'far al Gharnaty: al Burhan fi Tanasubi Suwari al Qur'an. Al maghribi: wizaratu al awqaaf wa syu’uni islamiyyah. 1410 H, 383.
[3] Jalaluddin as suyuthi: asrar at tartib al qur’an. Daar al fadhilah li annashr wa attauzi’, tt. 169
[4] Fakhruddin ar Raazi: Mafatih al Ghaib. Beirut: Daar ihya at turats al ‘araby. 1420 H, 32/335.
[5] Ibnu Jarir ath Thobari: Jami’ al Bayan an Ta’wil Ayi al Qur’an. Beirut: Muassasah ar Risalah, 1420 H, 24/667.
[6] Imam al Qurthubi: al Jami’ li Ahkam al Qur’an, Qahirah: Daar al Kutub al Mishriyah, 1384 H, 20/230.
[7] Al Mawardi: an Nukat wal Uyun. Beirut: Daar al Kutub al ‘Ilmiyyah. tt. 6/359.
[8] Mujahid bin Jabr: Tafsir Mujahid. Mesir: Daar al fikr al islamiy al haditsah. 1410 H, 758.
[9] Al Jami’ li Ahkam al Qur’an, 20/230.
[10] Sayyid Quthb: Fii Dzilal al Qur'an, Beirut: Daar Asy Syuruq. 1412 H. 6/3996.
[11] Wahbah Musthofa az Zuhaili: tafsir al Muniir fil ‘aqidati wasyari’ati walminhaj. Damaskus: Daar al fikr al mu’ashir. 1418 H, 30/449.
[12] Al jami’ li ahkam al Qur’an, 20/230
[13] Al Baghawi: ma’alim at tanzil fi tafsir al qur’an. Beirut: Daar ihya at turats al ‘arabiy. 1420 H, 5/325
[14] Al jami’ li ahkam al Qur’an, 20/230
[15] Imam al Bukhari: Shahih Bukhari. Damaskus: Daar an najah, 1422H, 5/174
[16] An nukat wal uyun, 6/360.
[17] Ats tsa’laby: al kasyfu wal bayan ‘an tafsir al qur’an. Beirut: Daar ihya at turats al ‘arabiy. 1422H, 10/320.
[18] Al jami’ li ahkam al Qur’an, 20/231.
[19] Abdullah bin Abbas: tanwir al miqbas min tafsir ibnu abbas. Libanon: Daar al kutub al ilmiyyah. tt. 521
[20] Jami’ al Bayan an Ta’wil Ayi al Qur’an, 24/668.
[21] Al jami’ li ahkam al Qur’an, 20/232
[22] Shahih al Bukhari, 6/178 hadits ke 4967.
[23] Fi Dzilal al Qur’an, 6/3998.