Pengertian, Tujuan & Manfaat Mempelajari Fiqih Perbandingan

 



Sigit Suhandoyo

Pengertian Fiqih Perbandingan


Fiqh perbandingan mazhab dalam studi keislaman dikenal juga dengan istilah (الفقه المقارن) al-fiqh al-muqāran. Kata Fiqh dalam bahasa arab berarti pemahaman, sebagaimana pengertian yang terdapat pada surat Huud ayat 91 “قَالُوا يَا شُعَيْبُ مَا نَفْقَهُ كَثِيرًا مِمَّا تَقُولُ” Mereka berkata, Wahai Syu’aib! Kami tidak banyak mengerti (memahami) tentang apa yang engkau katakan itu…”


Dalam kamus al muhith disebutkan al fiqh adalah “العِلْمُ بالشيءِ، والفَهْمُ له، والفِطْنَةُ، وغَلَبَ على عِلمِ الدينِ لشَرَفِه”(1)  mengetahui sesuatu dan memahami dengannya, kepandaian, dan melingkupi pengetahuan agama dengan keutamaan-keutamaannya.


Menurut Imam asy Syafi’i fiqh adalah “العلم بالأحكم الشرعية العملية المكتسب من أدلتها التفصيلية”(2)  mengetahui hukum-hukum syari’at yang terkait dengan amalan-amalan praktis yang diperoleh dari dalil-dalil syari’at yang terperinci. 


Pengetahuan (al ‘ilmu) dalam deifinisi di atas adalah semua jenis kualitas pengetahuan, baik yang mencapai derajat keyakinan maupun yang baru berupa dugaan (dzhan), karena menurutnya hukum-hukum amalan praktis kadang disimpulkan dari dalil yang dangat kuat dan terkadang pula disimpulkan dari dalil yang bersifat dugaan (dzhanni). Adapun kata ahkam adalah segala tuntutan Allah yang berupa perintah dan larangan yang berkenaan dengan perilaku manusia mukallaf (muslim, baligh, berakal dan pekerjaannya menjadi objek tuntutaan syari’at). Sedangkan yang dimaksud dengan dalil-dalil yang terperinci adalah dalil-dalil yang bersumber dari al Qur’an, sunnah, ijma dan qiyas. Dengan demikian menurut az Zuhaili untuk mengetahui dalil yang terperinci seorang mukallaf dapat membandingkan dalil-dalil yang dikemukakan para imam madzhab terhadap sebuah amalan ibadah.(3)  


Menurut pakar susastra Ibnu Fāris (w 395 H), Kata muqāran, yang berasal dari kata (قَرَنَ), memiliki arti, (جَمْع شَيْءٍ إِلَى شَيْءٍ) yaitu  menggabungkan sesuatu. Kata ini dapat pula berarti (شَيْءٌ يَنْتَأُ بِقُوَّةٍ وَشِدَّةٍ) yaitu, sesuatu yang menonjol dengan pertolongan dan intensitasnya.(4) 

Dalam al-Qur’an penggunaan kata qarana dalam arti menggabungkan dapat ditemukan diantaranya pada ayat ke 6 surat al-An’am,

أَلَمْ يَرَوْا كَمْ أَهْلَكْنَا مِنْ قَبْلِهِمْ مِنْ قَرْنٍ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ

Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyaknya generasi-generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu), telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi.

Kata (قَرْنٍ) diartikan generasi-generasi, karena menggabungkan sejumlah besar manusia dan rangkaian waktu yang panjang.


Kata qarana dalam al-Qur’an juga digunakan untuk menunjukkan arti teman. Sebagaimana teks ayat ke 36 surat al-Zukhruf,

وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ

Barang siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al Qur'an), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.

Kata (قَرِينٌ) merupakan teks yang berasal pula dari kata qarana, dalam ayat ini diartikan sebagai teman yang selalu menyertai. Seseorang atau sesuatu dikatakan sebagai teman karena menonjol dalam hal pertolongan dan intensitasnya dalam hubungan.


Dari pengertian kebahasaan, ini dapat disimpulkan bahwa pengertian al-fiqhul muqāran secara kebahasaan adalah fiqih yang mengumpulkan pendapat-pendapat para imam fiqih, untuk mengetahi persesuaian dan perbedaan pendapat mereka. 


Berdasarkan pengertian kebahasaan ini pula, para ulama menyusun definisi secara istilah. Menurut Dr. Abdul al-Sami’ fiqh perbandingan adalah:

جمع اقوال العلماء المختلفة في الحكم الشرعي للمسألة الواحدة الفرعية مع أذلتها و مقابلة بعضها ببعض، ثم مناقشتها مناقشة علمية ليظهر بعد ذالك أيّ الأقوال أقوى دليلا، وأقربها تمشيّا مع قواعد الشريعة، حتّى يكون هو الأرجح.(5) 

Mengumpulkan berbagai pendapat yang berbeda-beda dari para ulama dalam hukum syari’at atas suatu permasalahan yang bersifat furu’ beserta dalil-dalilnya, kemudian membandingkannya satu sama lain. Kemudian melakukan kajian ilmiah agar mengetahui pendapat yang dalilnya paling kuat dan selaras dengan kaidah-kaidah syari’at dan pendapat itulah yang nanti akan dijadikan pendapat yang paling unggul. 


Pendapat serupa dikemukakan oleh al-Darini, fiqh al-muqāran menurutnya membuka kemungkinan bagi adanya perkembangan dalam khasanah fiqh Islam. Ia mengemukakan bahwa pengertian fiqh al-muqaran adalah:


تقرير آراء المذاهب الفقهية الإسلامية في مسألة معيَّنة، بعد تحرير محلِّ النزاع فيها، مقرونة بأدلتها، ووجوه الاستدلال بها، وما يَنهض عليه الاستدلال من مناهج أصولية، وخطط تشريعية، وبيان منشأ الخلاف فيها، ثم مناقشة هذه الأدلة أصوليًّا، والموازَنة بينها، وترجيح ما هو أقوى دليلاً، أو أسلم مَنهجًا، أو الإتيان برأي جَديد، مُدعَّم بالدليل الأرجَح في نظر الباحث المجتهد. (6) 

Menetapkan pendapat berbagai mazhab fiqih Islam dalam masalah tertentu, setelah membebaskan subjek perselisihan didalamnya, mengaitkan dengan dalil, dan menarik kesimpulan dengannya, berdasarkan metode yang sesuai dengan peraturan, rancang bangun pensyari’atan, dan menjelaskan asal-usul perselisihan didalamnya. Kemudian membahas bukti-bukti ini secara mendasar, menyeimbangkannya, dan mengemukakan manakah dalil yang lebih kuat, atau metode yang paling selamat, atau mendatangkan pendapat baru. Didukung dengan bukti yang paling kokoh dalam pandangan mujtahid peneliti.


Definisi yang ringkas dikemukakan oleh Prof. Muhammad Ra’fat Utsman, menurutnya fiqh al-muqaran adalah, 

جمع الآراء الفقهية المختلفة و تقويمها، و الموازنة بينها بالتناس أدلتها، و ترجيح بعضها على بعض(7). 


menghimpun dan mengkaji pendapat-pendapat dalam bidang fiqih yang berbeda-beda, menimbang pendapat-pendapat tersebut dengan berpegang kepada dalilnya, dan memilih yang paling unggul.


Dari berbagai istilah tentang fiqh al-Muqaran yang dikemukakan oleh para ilmuwan muslim tersebut, dapat disimpulkan bahwa fiqh al-muqaran merupakan salah satu bidang dalam keilmuan fiqih yang mengumpulkan dan membandingkan berbagai pendapat para ulama fiqih dalam permasalahan fiqih yang bersifat cabang. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pendapat yang paling unggul diantara berbagai pendapat yang dikemukakan oleh para ulama tersebut.


Tujuan & Manfaat Mempelajari Fiqih Perbandingan 


Mempelajari fiqih perbandingan memiliki berbagai kemanfaatan, baik bagi diri sendiri maupun bagi masyarakat muslim.


Pertama, Mendapatkan pengetahuan tentang metodologi ilmiah serta kesungguhan para ilmuwan fiqih Islam dalam menetapkan suatu hukum. Dengan demikan para pengkaji fiqih perbandingan akan menghormati dan menghargai para ulama fiqih, dan menjauhkan diri dari fanatisme.


Kedua, Mengetahui latar belakang lahirnya fatwa para ilmuan fiqih, terutama dalam aspek sosial kemasyarakatan, budaya dan perubahan situasi dan kondisi. Dengan demikian para pengkaji fiqih perbandingan akan memiliki wawasan yang memadai jika dihadapkan dengan suatu permasalahan dengan latar belakang yang serupa. 


Ketiga, Mengetahui dalil-dalil syari’at yang menjadi dasar bagi penetapan hukum para ilmuwan fiqih, dan mengetahui sebab-sebab mereka berbeda pendapat. Dengan demikian para pengkaji fiqih perbandingan akan memiliki sikap yang toleran atas perbedaan fiqih dalam masyarakat karena adanya dalil syari’at yang mendasari pendapat-pendapat tersebut. wallahu a’lam bisshowab


Catatan Kaki

  1. al Fairuz Abady, al Qamus al Muhith, (Beirut: Muassasah ar risalah, 1426 H), hlm 1250.
  2. al Isnawi, Nihayatu as Sual Syarh Minhaj al Wushul, (Beirut: Daar al Kutub al Ilmiyyah, 1420 H), hlm 11. 
  3. Wahbah az Zuhaili, al Fiqhu al Islamy wa Adillatuhu, (Damaskus : Daar al Fikr, 1428 H), hlm 14-16.
  4. Ahmad Ibn Fāris, Mu’jam Maqāyis al-Lughah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1979), juz5, hlm 76.
  5. Abdul al-Sami’ Ahmad Imam,  Minhaj al-Thalib fi al-Muqaranah Bayna al-Madzahib, (Kuwait: al-Wa’yu al-Islami, 2012), Hlm 12
  6. Muhammad Fathi al-Darini, al Fiqh al-Islami al-Muqaran ma’a al-Madzahib, (Damaskus: Publikasi Universitas Damaskus, cet. ke3, 1992), Hlm 5.
  7. Sebagaimana dikutip oleh Musthofa Ibn Sholih, al-Ta’lif al-Mausu’iy wa al-Fiqh al-Muqaran, (Yaman: Kementrian Wakaf dan Keagamaan, 2005), Hlm 90.


Share this

Related Posts

Previous
Next Post »
Give us your opinion