PENGERTIAN ULŪM AL-QUR’AN


 

Sigit Suhandoyo. Al-Qur’an merupakan kitab yang sarat akan ilmu pengetahuan. Dari Al-Qur’an berbagai macam bidang keilmuan dikembangkan, seperti akidah, akhlaq, fikih, ushul fikih dan sebagainya. Sebagai sebuah disiplin keilmuan, pembahasan ulum al-Qur’an dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan  berinteraksi dengan al-Qur’an. Ulum al-Qur’an membahas segala sesuatu tentang Al-Qur’an, mulai dari pengertian Al-Qur’an, pengertian wahyu, sejarah turunnya Al-Qur’an, sejarah pengumpulan Al-Qur’an, makkiyah dan madaniyah, latar belakang turunnya ayat atau kelompok ayat tertentu, kisah-kisah dalam Al-Qur’an, mukjizat Al-Qur’an dan lain sebagainya termasuk pembahasan tentang tafsir Al-Qur’an.

Penulisan naskah pada bab ini akan membahas tentang pengertian, pertumbuhan dan urgensi mempelajari ulum al-Qur’an.


PEMBAHASAN

A. Pengertian ‘Ulum al-Qur’ān

Istilah ulum al-Qur’an terdiri dari dua suku kata yaitu, ‘Ulum dan al-Qur’an. Kata ‘Ulum merupakan bentuk jamak dari kata (العلم) ilmu, yang berarti pemahaman atau pengetahuan terhadap sesuatu secara meyakinkan. Sedangkan al-Qur’an adalah kalam Allah ta’ala yang diturunkan melalui malaikat Jibril, kepada penutup para nabi dan rasul Muhammad untuk menjadi petunjuk bagi seluruh manusia. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa ulum al-Qur’an adalah berbagai ilmu yang bersumber dari al-Qur’an al-Karim.

Pengertian ini menunjukkan bahwa semua ilmu yang berkaitan dengan al-Qur’an dapat disebut ulum al-Qur’an. Karena keluasan cakupannya, para ulama memberikan pembatasan pembahasan ulum al-Qur’an hanya pada aspek keilmuan yang dibutuhkan untuk dapat memahami atau menafsirkan al-Qur’an. Oleh karenanya ulum al-Qur’an biasa juga disebut dengan ilmu ushul al-tafsir, atau ilmu tentang dasar-dasar tafsir.

Pembatasan tersebut dapat dilihat pada definisi ulum al-Qur’an yang dikemukakan oleh Fahd al-Rumi, 

مباحث تتعلق بالقرآن الكريم من ناحية نزوله وجمعه وقراءاته وتفسيره وناسخه ومنسوخه وأسباب نزوله ومكيه ومدنيه ونحو ذلك.(1) 

Pembahasan yang terkait dengan al-Qur’an al-karim dari aspek turunnya, pengumpulan, qira’at, tafsir, nasikh dan mansukh, sebab-sebab turun, makiyah dan madaniyah dan sebagainya.

Demikian pula definisi yang dikemukakan oleh Manna al-Qathan tentang ulum al-Qur’an,

العلم الذي يتناول الأبحاث المتعلقة بالقرآن من حيث معرفة أسباب النزول، وجمع القرآن وترتيبه، ومعرفة المكي والمدني، والناسخ والمنسوخ، والمُحْكَمِ والمتشابه، إلى غير ذلك مما له صلة بالقرآن.(2) 

Yaitu, Ilmu yang meliputi berbagai pembahasan yang berkaitan dengan Al-Qur’an, baik dari segi pengetahuan tentang sebab-sebab turun ayat, pengumpulan Al-Qur’an dan penyusunannya, pengetahuan tentang makki dan madani, nâsikh dan mansûkh, muhkam dan mutasyâbih dan lain sebagainya yang berhubungan dengan Al-Qur’an.

Definisi-definisi tersebut di atas menunjukkan makna ulum al-Qur’an yang dikaitkan dengan ruang lingkup pembahasan keilmuannya. Dengan demikian pengertian ini memberikan batasan, sehingga tidak semua ilmu yang bersumber dari al-Qur’an dimasukkan dalam pembahasannya. Sebagai contoh ilmu aqidah, ilmu akhlaq, dan lain sebagainya, yang berasal dari kajian terhadap al-Qur’an tidak termasuk dalam ruang lingkup pembahasan ulum al-Qur’an.


B. Pertumbuhan Ulum al-Qur’an

Pada masa Nabi Muhammad saw dan para sahabat, ulum al-Qur’an belum tersusun sebagai sebuah disiplin keilmuan. Pada masa ini al-Qur’an dan Hadits dituturkan dan dicontohkan secara langsung oleh Nabi saw kepada para sahabatnya.

Tidak ada bukti Nabi Muhammad saw menguasai seni menulis dan membaca. Pada umumnya para ilmuwan sepakat bahwa Nabi Muhammad adalah seorang yang buta huruf, namun Beliau mencurahkan berbagai upaya bagi pengembangan pendidikan. Rasulullah saw menugaskan para sahabat yang memiliki kemampuan untuk dapat menyebarkan ilmu dan mempelopori pendidikan secara gratis pada masa itu.(3) Aktifitas Rasulullah dan para sahabatnya, dalam pengajaran, menghafal dan menulis serta menafsirkan al-Qur’an pada masa-masa awal Islam ini merupakan permulaan dari lahirnya kajian ulum al-Qur’an.(4) 

Pada masa tabi’in dan pengikutnya, kajian ilmu-ilmu Al-Qur'an, terkait dengan kodifikasi hadits dan tafsir. Tafsir Rasulullah dan penafsiran para sahabat di ajarkan, yang paling terkenal di antaranya adalah Mujahid bin Jabr, Shu'bah bin Al-Hajjaj dan Qatadah bin Di'amah. 

Ilmu tafsir pun berkembang, pada abad ke 4 hijriah, tafsir mulai dipisahkan dengan hadits, para ulama menyusun berbagai riwayat, baik dari Nabi saw, para sahabat dan para tabi’in. riwayat-riwayat yang terkumpul ini kemudian disusun dalam sistematika mushaf al-Qur’an. Model ini yang kemudian dikenal dengan tafsir bi al-matsur. Penyusun tafsir model ini yang paling terkenal adalah tafsir Jâmi’ al-Bayân fî Tafsîr Al-Qur’ân; yang disusun oleh Abu Ja’far al-Tabari (w 310 H). 

Selain kajian tafsir, para ulama hingga abad-abad berikutnya mengembangkan kajian tentang berbagai ilmu yang terkait dengan al-Qur’an, seperti ilmu asbab al-nuzul, qashas al-Qur’an, nawasikh al-Qur’an dan sebagainya. Hingga kemudian pada abad ke 9 Jalaluddin al-Suyuthi (w 911H) menuliskan al-Itqan Fi Ulum al-Qur’an. Buku yang memuat 80 tema dan terdiri dari 4 juz besar ini, dinilai para ulama, sebagai salah satu karya tentang Ulum al-Qur’an yang komprehensif. Penulisan kajian Ulum al-Qur’an berlanjut terus, dan saat ini ulum al-Qur’an diajarkan di berbagai lembaga pendidikan Islam. Muncul berbagai karya ilmiah tentang ulum al-Qur’an, yang kemudian disusun dan diterbitkan sebagai bahan ajar maupun sebagai kajian bagi masyarakat umum.


C. Urgensi Mempelajari Ulum al-Qur’an

Ulum Al-Qur'an memberikan sumbangsih yang besar terhadap pembentukan pemahaman yang benar terhadap teks ayat dan surat dalam Al-Qur’an, menjadi alat bantu untuk mengetahui makna, menafsirkan dan melakukan istinbath hukum. Secara sederhana urgensi mempelajari ulum al-Qur’an dapat dirinci sebagai berikut:


1. Memberikan pengetahuan untuk menafsirkan al-Qur’an.

Dengan mengetahui makiyah dan madaniyah dalam al-Qur’an, yang terkait periode waktu turunnya ayat-ayat al-Qur’an, seorang pengkaji al-Qur’an dapat menafsirkan ayat dengan tepat. Terlebih lagi jika dikaitkan dengan pentahapan dalam penerapan hukum.

Sebagai contoh pada kasus riba, para ulama tafsir mengemukakan bahwa pengharaman riba ditemukan dalam empat surah al-Qur’an, yaitu al-Baqarah, Ali ‘Imran, an-Nisa’ dan ar-Rum. Tiga surah pertama turun di Madinah setelah Nabi berhijrah dari Mekah, sedang ar-Rum turun sebelum hijrah Ini berarti ayat pertama yang berbicara tentang riba adalah ayat 39 surat ar-Rum.(5) Sedang ayat terakhir yang menetapkan hukum riba adalah surat al-Baqarah ayat 275-279, merupakan pengharaman yang ada benar-benar pasti dan menyeluruh terhadap semua bentuk riba. 

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.


2. Meningkatkan iman dan etika dalam berinteraksi dengan al-Qur’an.

Mempelajari ilmu-ilmu Al-Qur'an menyehatkan hati, menguatkan fikiran. Hati yang sehat dan fikiran yang kuat akan mengantarkan pemiliknya memiliki iman dan etika yang baik terhadap al-Qur’an.

Diantara adab orang-orang yang memilki pemahaman yang baik terhadap al-Qur’an adalah menangis ketika membaca al-Qur’an dan berdzikir dengan ayat-ayat al-Qur’an. Allah ta’ala berfirman dalam surat al Isra ayat 107-109.

قُلْ آمِنُوا بِهِ أَوْ لَا تُؤْمِنُوا إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ سُجَّدًا (107) وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُولًا (108) وَيَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا (109)

Katakanlah: "Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Qur'an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata: "Maha Suci Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi". Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk.

Sebaik-baik bacaan al-Qur’an adalah yang menyebabkan pembacanya khusyu, karena hatinya takut kepada Allah. Dari Jabir ra bahwa Rasulullah saw pernah bersabda, 

إِنَّ مِنْ أَحْسَنِ النَّاسِ صَوْتًا بِالْقُرْآنِ، الَّذِي إِذَا سَمِعْتُمُوهُ يَقْرَأُ، حَسِبْتُمُوهُ يَخْشَى اللَّهَ.(6)

Sesungguhnya manusia yang paling indah suaranya terhadap al-Qur’an adalah yang apabila kalian mendengarnya membaca al-Qur’an, kalian menilainya takut kepada Allah.


PENUTUP

Ulum al-Qur’an merupakan ilmu yang dibutuhkan bagi mahasiswa muslim sebagai dasar bagi pengembangan keilmuannya lebih lanjut. Sebagai sebuah disiplin keilmuan, pembahasan ulum al-Qur’an dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan  berinteraksi dengan al-Qur’an. Karena keluasan cakupannya, para ulama memberikan pembatasan pembahasan ulum al-Qur’an hanya pada aspek keilmuan yang dibutuhkan untuk dapat memahami atau menafsirkan al-Qur’an. Oleh karenanya ulum al-Qur’an biasa juga disebut dengan ilmu ushul al-tafsir, atau ilmu tentang dasar-dasar tafsir. Diantara para ulama masa lampau yang menulis karya tentang ulum al-Qur’an dengan pembahasan yang luas dan sangat memadai, adalah Jalaluddin As-Suyuti dengan bukunya al-Itqan fi Ulum al-Qur’an.

Mempelajari ulum al-Qur’an memberikan manfaat yang besar, selain meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah, juga berperan membantu dalam hal menafsirkan al-Qur’an.


CATATAN KAKI

  1. Fahd al-Rūmī, Dirāsat Fi ‘Ulūm al-Qur’ān, (Riyadh: Hak Cetak Pribadi, 2003) hlm 21.
  2. Manna al-Qathan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, (Maktabah al-Ma’arif, cet ketiga, 2000), hlm 12
  3. Muhammad Musthafa al-A’zhami, Sejarah Teks al-Qur’an, (Depok: Gema Insani Press, 2014) hlm 55.
  4. Yunahar Ilyas, Kuliah Ulum al-Qur’an, (Yogyakarta: Itqan Publishing, cetakan ke3, 2014), hlm 5.
  5. Lihat Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir, (Damaskus: Dar al-FIkr al-Mu’ashir, cet. kedua, 1412 H), Juz 3, hlm 91-93.
  6. Ibnu Majah al-Qazwini, Sunan Ibnu Majah, (Beirut: Dar Ihya al-Kutub al-‘Arabiyah, tth), Juz 1, hlm 425, hadits no 1339

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »
Give us your opinion