Tafsir Surat An-Nazi’at Bagian Ketiga (ayat 6-9)



Sigit Suhandoyo. Dengan ayat-ayat yang lalu (1-5) Allah bersumpah atas para Malaikat yang mencabut nyawa dan mengatur segala urusan, untuk menguatkan makna bahwa manusia pasti dibangkitkan. Ayat 6-9  menjelaskan keadaan hari kiamat. Saat malaikat Israfil meniup sangkakala. Saat semesta dihancurkan, dan saat semua yang mati dibangkitkan kembali. Banyak hati yang ketakutan pada saat itu. Pandangannya tertunduk karena rasa hina dan duka.

يَوْمَ تَرْجُفُ الرَّاجِفَةُ (6) تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ (7) قُلُوبٌ يَوْمَئِذٍ وَاجِفَةٌ (8) أَبْصَارُهَا خَاشِعَةٌ (9)

(Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama menggoncangkan alam, tiupan pertama itu diiringi oleh tiupan kedua. Hati manusia pada waktu itu sangat takut, pandangannya tunduk.


Hari Kehancuran dan Kebangkitan Kembali


Allah ta’ala menjelaskan tentang apa yang terjadi di alam ini ketika hari kiamat tiba. Peristiwa ini dimulai dengan tiupan sangkakala. Tiupan pertama merupakan tiupan yang mematikan, dan tiupan kedua adalah tiupan yang menghidupkan. Mahaguru Tafsir Ath-Thabari menuliskan beberapa pendapat tentang pengertian ini, diantaranya dari al-Hasan,

هما النفختان: أما الأولى فتميت الأحياء، وأما الثانية فتُحيي الموتى

itu adalah dua tiupan, yang pertama mematikan yang hidup, sedangkan yang kedua menghidupkan yang mati. (Jami’ al-Bayan 24/191).


Pendapat ini sebagaiman firman Allah dalam surat Az-Zumar ayat 68,

وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَصَعِقَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَنْ شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخْرَى فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُونَ

Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing).


Kata (الرَّاجِفَةُ) berasal dari kata (رجف) rajafa yang berarti bergoncang dengan goncangan keras. Ar-Raghib mengatakan bahwa kata (الرَّجْفُ) ar-rajfu berarti (الاضطراب الشديد), yaitu huru-hara yang teramat dahsyat. Pada surat al-Ahzab ayat 60 terdapat teks (وَالْمُرْجِفُونَ فِي الْمَدِينَةِ) yang berarti; dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah. Maksud kabar bohong tersebut adalah fitnah yang mengguncangkan (Mufradat 344).


Sedang kata (الرَّادِفَةُ) ar-radifah terambil dari kata (رضف) radifa yang berarti (التابع) yaitu yang mengikuti, atau menyusul dari belakang. (Mufradat 349) Ibnu Qutaibah juga mengartikan kata ini dengan makna yang serupa, yaitu sesuatu yang datang setelahnya. (Gharib al-Qur’an 512) 


Peristiwa terguncangnya bumi dan langit adalah suatu huru-hara yang teramat dahsyat. Menimbulkan keresahan dan ketakutan. Tidak hanya terkait dengan kehancuran dan kematian, melainkan juga karena bekal apa yang sudah dipersiapkan untuk menghadapinya.


Hari ketika Hati Manusia Ketakutan dan Pandangannya Tertunduk


Asy-Sya’rawi mengemukakan bahwa ketakutan hati adalah sesuatu yang tersembunyi dari pandangan manusia, namun dapat terlihat pada ekpresi anggota tubuhnya. Saat itu pandangan mata tertunduk karena merasa terhina. Ini bukanlah kebiasan kafir atau pendosa, karena biasanya kafir dan pendosa melakukan kekafiran dan kemaksiatan tanpa rasa malu. Akan tetapi manusia tidak dapat menguasai dirinya, Ia tidak lagi mampu mengontrol kehendaknya. (Tafsir asy-Sya’rawi 15/81)


Asy-Sya’rawi melanjutkan lebih lanjut, jika merujuk pada teks (أَبْصَارُهَا خَاشِعَةٌ) pandangannya tunduk. Terlihat bahwa Allah tidak menisbahkan kata pandangan kepada him (اَبْصَارِهِم), seingga menjadi berarti pandangan mereka tertunduk. Akan tetapi kata pandangan dinisbatkan kepada ha (أَبْصَارُهَا) yang berarti pandangannya, sehingga kata nya ini merujuk pada kata (قُلُوب) hati. Ini memberikan kesan bahwa hati yang bergejolak, takut dan resah, akat terlihat ekspresinya atas seluruh anggota tubuh. (Tafsir asy-Sya’rawi 15/82)


Penggunaan kata (قُلُوب) dalam bentuk nakirah atau indefinitif ini, menunjukkan banyaknya hati yang ketakutan pada saat itu. Sebagian besar hati manusia akan mengalami ketakutan, kecuali sedikit, yaitu orang-orang yang beriman yang Allah jelaskan dalam surat al-Anbiya 103-104:


لَا يَحْزُنُهُمُ الْفَزَعُ الْأَكْبَرُ وَتَتَلَقَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ هَذَا يَوْمُكُمُ الَّذِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ (103) يَوْمَ نَطْوِي السَّمَاءَ كَطَيِّ السِّجِلِّ لِلْكُتُبِ كَمَا بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيدُهُ وَعْدًا عَلَيْنَا إِنَّا كُنَّا فَاعِلِينَ (104)

Mereka tidak disusahkan oleh kedahsyatan yang besar (pada hari kiamat), dan mereka disambut oleh para malaikat. (Malaikat berkata): "Inilah harimu yang telah dijanjikan kepadamu". (Yaitu) pada hari Kami gulung langit sebagai menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kami lah yang akan melaksanakannya.


Menurut Ibnu Qutaibah kata (وَاجِفَةٌ)  berarti (تَجِفُ و تَخْفِق وتَجِب) yaitu kosong, berdebar-debar dan terkalahkan. (Gharib al-Qur’an 512). Seperti juga yang dikemukakan oleh Az-Zuhaili bahwa kata ini berarti (خائفة قلقة شديدة الاضطراب) yaitu takut, cemas, dan sangat gelisah. Kata ini berasal dari kata (وَجِفَ)  yang merupakan sifat hati. (al Munir 30/33). Pakar tafsir hukum al-Qurthubi mengutip pendapat as-Suddi bahwa yang dimaksud (وَاجِفَةٌ) adalah (زَائِلَةٌ عَنْ أَمَاكِنِهَا) , berpindah dari tempatnya. (al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an 19/196) Hal ini menunjukkan betapa takutnya hati manusia pada saat itu. Padanan dari pengertian ini adalah surat Ghafir ayat 18,

 

وَأَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الْآزِفَةِ إِذِ الْقُلُوبُ لَدَى الْحَنَاجِرِ كَاظِمِينَ مَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ حَمِيمٍ وَلَا شَفِيعٍ يُطَاع

Berilah mereka peringatan dengan hari yang dekat (hari kiamat, yaitu) ketika hati (menyesak) sampai di kerongkongan dengan menahan kesedihan. Orang-orang yang dzalim tidak mempunyai teman setia seorang pun dan tidak (pula) mempunyai seorang pemberi syafaat yang diterima syafaatnya.


Sedangkan kata (خَاشِعَةٌ) menurut al-Qurthubi adalah (مُنْكَسِرَةٌ ذَلِيلَةٌ مِنْ هَوْلِ مَا ترى) yaitu tertunduk dan merasa hina karena kedahsyatan yang dilihat. (al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an 19/196), sebagaimana juga firman Allah dalam surat al-Qalam ayat 43,


خَاشِعَةً أَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ وَقَدْ كَانُوا يُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ وَهُمْ سَالِمُونَ

(dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sejahtera.


Demikianlah pada hari kiamat dan kebangkitan, sebagian besar hati manusia ketakutan, pandangannya tertunduk dan hina. Menghadapi persoalan yang akan dihadapinya setelah kematian, seseuatu yang tak dapat dielakkan.  Wallahu a’lam bishowab. 


Daftar Pustaka

  1. Abu Ja’far ath-Thabari, Jami’ al-Bayan Fi Ta’wil al-Qur’an, (Beirut: Muasasatu al-Risālah, cet. Pertama, 2000)
  2. Ar-Raghib al-Ashfihani, Mufradat fi Gharib al-Qur’an, (Damaskus: Dar al-Qalam, cet pertama 1412 H)
  3. Ibnu Qutaibah Ad-Dinuri, Gharib al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1398 H)
  4. Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi, Tafsir Asy-Sya’rawi, (Medan: Duta Azhar, 2016)
  5. Syamsuddin al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an (Cairo: Dar al-Kutub al-Mishriyah, cet kedua 1384 H)
  6. Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir al-Munir, (Damaskus: Dar al-Fikr al-Mu’ashir, Cet kedua, 1418 H)


Share this

Related Posts

Previous
Next Post »
Give us your opinion