Sigit Suhandoyo
Perbedaan pendapat dalam fiqih Islam adalah sebuah keniscayaan. Secara umum perbedaan pendapat terjadi karena adanya tingkat perbedaan pikiran dan akal manusia dalam memahami dalil syari’at dan metode menyimpulkan hukum dari dalil-dalil tersebut. Meski demikian perbedaan pendapat dalam fiqih Islam hanya terjadi dalam perkara cabang (furu’) dan perkara-perkara ijtihadi, bukan dalam perkara-perkara dasar (ushul).
Dalam khasanah fiqih Islam perbedaan pendapat tidak hanya terjadi antara mazhab-mazhab fiqih, tetapi terjadi pula dalam mazhab fiqih yang sama. Hal ini bukan merupakan sebuah halangan untuk melakukan pengkajian secara ilmiah dan jujur dalam masalah-masalah yang diperselisihkan. Dalam kerangka saling mencintai karena Allah, dan saling bekerja sama untuk bisa sampai kepada kebenaran. Tanpa dikotori dengan adanya sikap fanatik, debat kusir, dan perselisihan yang tercela.
Kasus perbedaan pendapat pernah muncul dikalangan sahabat, sebagaimana sebuah riwayat dalam shahih al-Bukhari,
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ أَسْمَاءَ، قَالَ: حَدَّثَنَا جُوَيْرِيَةُ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَنَا لَمَّا رَجَعَ مِنَ الأَحْزَابِ: «لاَ يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ العَصْرَ إِلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ» فَأَدْرَكَ بَعْضَهُمُ العَصْرُ فِي الطَّرِيقِ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: لاَ نُصَلِّي حَتَّى نَأْتِيَهَا، وَقَالَ بَعْضُهُمْ: بَلْ نُصَلِّي، لَمْ يُرَدْ مِنَّا ذَلِكَ، فَذُكِرَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمْ يُعَنِّفْ وَاحِدًا مِنْهُمْ. (1)
Rasulullah saw berkata kepada kami ketika beliau kembali dari perang Ahzab, “Janganlah salah seorang kamu shalat Ashar kecuali di Bani Quraizhah. Sebagian sahabat memasuki shalat Ashar diperjalanan. Sebagian mereka berkata, kami tidak akan melaksanakan shalat Ashar hingga kami sampai di Bani Quraizhah. Sebagian mereka berkata, Kami melaksanakan shalat Ashar sebelum sampai di Bani Quraizhah. Peristiwa ini diceritakan kepada Nabi saw, beliau tidak menyalahkan satupun dari mereka.
Perbedaan mulai bermunculan ketika Islam mulai menyebar ke berbagai penjuru dunia, di masa kekhalifahan. Karena para ulama dari kalangan sahabat maupun tabi’in menghadapi berbagai permasalahan dengan latar belakang masyarakat yang berbeda pula, hal ini dapat menimbulkan hasil ijtihad yang berbeda, meski dalam kasus yang sama. Dan dalam hal ini para mujtahid yang memiliki otoritas diberikan pahala atas hasil ijtihad mereka. Sebagaimana hadits berikut yang diriwayatkan oleh al-Bukhari,
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ المُقْرِئُ المَكِّيُّ، حَدَّثَنَا حَيْوَةُ بْنُ شُرَيْحٍ، حَدَّثَنِي يَزِيدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الهَادِ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ الحَارِثِ، عَنْ بُسْرِ بْنِ سَعِيدٍ، عَنْ أَبِي قَيْسٍ، مَوْلَى عَمْرِو بْنِ العَاصِ، عَنْ عَمْرِو بْنِ العَاصِ، أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «إِذَا حَكَمَ الحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ، وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ» (2)
Jika seorang hakim mengadili dan berijtihad dan ternyata ia benar, maka ia mendapat dua pahala, dan jika seorang hakim mengadili dan berijtihad lantas ia salah, baginya satu pahala.
Adapun sebab-sebab yang menjadikan para ulama fiqih berbeda pendapat, diantaranya adalah: a) dikarenakan lafazhnya, b) dikarenakan periwayatannya, c) dikarenakan pertentangan antara dalil-dalil yang ada, d) dikarenakan adat kebiasaan masyarakat setempat, dan e) dikarenkan dalil-dalil yang diperselisihkan.
Catatan Kaki
- Muhammad bin Isma’il al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut: Dar Touq Al-Najah, cet pertama, 1422 H), Juz 2, hlm 15, hadit no 946.
- Ibid, Juz 9, hlm 108, hadits no 7352.