إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.
Sebab Turunnya Ayat
Al Wahidy[1] menuliskan riwayat, menceritakan kepada kami Muhammad bin musa bin fadhlu, menceritakan kepada kami Muhammad bin ya’qub, menceritakan kepada kami Ahmad bin abdul jabbar, mengabarkan kepada kami Yunus bin bukairi dari Muhammad bin ishaq berkata, mengabarkan kepadaku Yazib bin ruman, ia berkata:
كَانَ الْعَاصُ بْنُ وَائِلٍ السَّهْمِيُّ إِذَا ذُكِرَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ: دَعُوهُ فَإِنَّمَا هُوَ رَجُلٌ أَبْتَرُ لَا عَقِبَ لَهُ، لَوْ هَلَكَ انْقَطَعَ ذِكْرُهُ وَاسْتَرَحْتُمْ مِنْهُ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى فِي ذَلِكَ: {إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ} إِلَى آخِرِ السُّورَةِ.
Al ‘Ash bin Wa-il as sahmi jika disebutkan Rasulullah saw ia berkata: “biarkanlah orang itu, karena ia seorang yang tidak memiliki penerus. Jika dia binasa, maka terputuslah penyebutannya dan terlepaslah dari padanya, kemudian Allah ta’ala menurunkan surat ini.
Ibnu Jarir ath thobari menuliskan bahwa para ahli tafsir berbeda pendapat tentang maksudnya. Sebagian berpendapat bahwa yang dimaksud adalah al ash bin wail as sahmi, sebagian lain berpendapat uqbah bin Abi muith dan Ka’ab bin al asyraf.[2] Dalam riwayat lain yang disampaikan oleh ikrimah dari ibnu abbas, bahwa ayat ini terkait dengan abu jahal.[3]
Az zuhaili menyimpulkan sebab turunnya ayat ini dalam tafsirnya sebagai berikut,[4]
كان سبب نزول هذه السورة هو استضعاف النبي صلّى اللَّه عليه وسلّم، واستصغار أتباعه، والشماتة بموت أولاده الذكور، ابنه القاسم بمكة، وإبراهيم بالمدينة، والفرح بوقوع شدة أو محنة بالمؤمنين، فنزلت هذه السورة إعلاما بأن الرسول صلّى اللَّه عليه وسلّم قوي منتصر، وأتباعه هم الغالبون، وأن موت أبناء الرسول صلّى اللَّه عليه وسلّم لا يضعف من شأنه، وأن مبغضيه هم المنقطعون الذين لن يبقى لهم ذكر وسمعة، البعيدون عن كل خير
Adapun sebab turunnya ayat ini adalah mereka (orang-orang kafir) melemahkan nabi saw, menghinakan pengikutnya, gembira dengan kematian anak-anak laki-laki Rasulullah. Yaitu al Qasim ketika di Mekah dan Ibrahim ketika di madinah. Dan mereka berbahagia atas kesulitan dan ujian terhadap orang-orang beriman. Maka Allah menurunkan surat ini sebagai pemberitahuan sesungguhnya Rasulullah saw itu kuat dan senantiasa ditolong, pengikutnya adalah orang-orang yang dimenangkan, dan wafatnya putra-putra Rasulullah saw tidak melemahkan beliau. Orang-orang yang membencinya merekalah yang terputus dan sekali-kali tak akan kekal, mereka jauh dari segala kebaikan.
Munasabah
Keterkaitan surat ini dengan surat al ma’un adalah surat ini meluruskan dan menguatkan orientasi manusia agar menjadikan kenikmatan uhkrawi lebih diutamakan dan menjadi tujuan bagi manusia. Gambaran tentang kenikmatan al kautsar dan petunjuk kepada amal ibadah untuk mendapatkan rahmah Allah untuk bisa memperolehnya.
Abu Ja’far al Gharnaty menjelaskan bahwa jika pada surat al ma’uun Allah memperingatkan manusia agar tidak tertipu dengan kelezatan dunia dan segala perhiasannya dengan menjadikannya sebagai tujuan, maka Allah mengabarkan pada surat ini tentang karunia yang diberikan kepada nabi-Nya Muhammad saw. Karunia terbaik dari segala yang dapat dikumpulkan manusia yaitu al kautsar yang merupakan kebaikan yang banyak. Yang memiliki kolam tempat ummatnya kembali pada hari kiamat.[5] Allah ta’ala berfirman,
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
Katakanlah: "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan" (yunus 58)
Keutamaan Surat al Kautsar
Imam al baidhowi menuliskan dalam tafsirnya tentang keutamaan dan karunia yang terdapat pada surat al kautsar,
من قرأ سورة الكوثر سقاه الله من كل نهر له في الجنة، ويكتب له عشر حسنات بعدد كل قربان قربه العباد في يوم النحر العظيم
Barang siapa membaca surat al kautsar maka Allah akan memberikannya minum dari setiap sungai di surga, dan menuliskan baginya sepuluh kebaikan dengan hitungan setiap hewan kurban yang setiap hamba kurbankan pada hari idul adha.[6]
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.
Al kautsar adalah (صيغة من الكثرة. وهو مطلق غير محدود) bentukan dari kata al katsrah yang berarti banyak tidak terbatas.[7] Kata kautsar untuk mengekspresikan segala sesuatu yang banyak jumlah, kadar dan takarannya yang tak berbatas.[8]
Para ulama tafsir memberikan pengertian yang banyak tentang al kautsar yaitu, nama sebuah sungai di surga, kolam pemandian nabi di surga, kenabian dan kitab suci, al qur’an, agama islam, al qur’an yang dimudahkan membacanya, banyaknya sahabat, pengikut dan ummatnya, kemenangan, derajat dalam berfikir, cahaya dalam hati Nabi saw, syafa’at, mu’jizat berupa do’a mustajab, kalimat syahadat, ilmu fiqh, anugerah kewajiban sholat lima waktu dan sesuatu yang agung.[9] ath thobari berpendapat bahwa pengertian al kautsar yang kuat adalah sungai di surga, sedangkan al qurthubi menguatkan pendapat bahwa al kautsar adalah sungai dan kolam pemandian nabi saw.
Imam Muslim meriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata:
بَيْنَا رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ أَغْفَى إِغْفَاءَةً، ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ مُتَبَسِّمًا فَقُلْنَا: مَا أَضْحَكَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: نَزَلَتْ عَلِيَّ آنِفًا سُورَةٌ- فَقَرَأَ- بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ: إِنَّا أَعْطَيْناكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ- ثُمَّ قَالَ- أَتَدْرُونَ مَا الْكَوْثَرُ؟. قُلْنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ:" فَإِنَّهُ نَهَرٌ وَعَدَنِيهِ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ، عَلَيْهِ خَيْرٌ كَثِيرٌ هُوَ حَوْضٌ تَرِدُ عَلَيْهِ أُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ آنِيَتُهُ عَدَدُ النُّجُومِ، فَيُخْتَلَجُ الْعَبْدُ مِنْهُمْ فَأَقُولُ إِنَّهُ مِنْ أُمَّتِي، فَيُقَالُ إِنَّكَ لَا تَدْرِي مَا أَحْدَثَ بَعْدَكَ"
Ketika Rasulullah saw di hadapan kami, tiba-tiba beliau pingsan, kemudian beliau bangkit dari pingsannya sambil tersenyum, lalu kamipun bertanya, “wahai Rasulullah, apa yang membuatmu tersenyum?” beliau menjawab: “barusaja telah diturunkan kepadaku sebuah surat. “kemudian beliah membaca bismillahirrahmannirrahim lalu membaca surat al kautsar. Kemudian ia berkata: “apakah kalian mengetahui apakah al kautsar itu? Kami menjawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau menjelaskan: “al kautsar adalah sebuah sungai yang dijanjikan Allah untukku, pada sungai itu terdapat banyak sekali kebaikan. Al kautsar adalah kolam yang di datangi oleh seluruh ummatku (yang beriman) pada hari kiamat nanti, jumlah bejananya sangat banyak layaknya jumlah bintang yang ada dilangit. Tiba-tiba sebagian dari mereka dikeluarkan dari kolam tersebut, maka aku langsung berkata: “ya Allah mereka termasuk ummatku” lalu Allah menjawab: “engkau tidak mengetahui apa yang terjadi pada masa setelah engkau wafat”.[10]
Imam at Tirmidzi meriwayatkan dari dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah saw bersabda:
الْكَوْثَرُ نَهَرٌ فِي الْجَنَّةِ، حَافَّتَاهُ مِنْ ذَهَبٍ، وَمَجْرَاهُ عَلَى الدُّرِّ وَالْيَاقُوتِ، تُرْبَتُهُ أَطْيَبُ مِنَ الْمِسْكِ، وَمَاؤُهُ أَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ وَأَبْيَضُ مِنَ الثَّلْجِ
Al kautsar adalah sebuah sungai di surga yang kedua tepiannya terbuat dari emas, dan dinding sungai itu terbuat dari permata dan zamrud, pasirnya lebih harum dari kesturi, airnya lebih manis dari madu dan lebih putih dari salju.[11]
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah.
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa maksud ayat ini adalah
أَخْلِصْ لِرَبِّكَ صَلَاتَكَ الْمَكْتُوبَةَ وَالنَّافِلَةَ ونَحْرَك، فَاعْبُدْهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَانْحَرْ عَلَى اسْمِهِ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ
Ikhlashkanlah dirimu dalam menjalankan sholat wajib dan sunnahmu serta dalam berkurban hanya untuk Rabbmu. Ibadahilah Dia semata yang tiada sekutu bagi-Nya dan berkurbanlah dengan menyebut nama-Nya semata yang tiada sekutu baginya.[12]
Sayyid quthb berpendapat,
وجه الرسول- صلى الله عليه وسلم- إلى شكر النعمة بحقها الأول. حق الإخلاص والتجرد لله في العبادة وفي الاتجاه..في الصلاة وفي ذبح النسك خالصا لله: غير ملق بالا إلى شرك المشركين، وغير مشارك لهم في عبادتهم أو في ذكر غير اسم الله على ذبائحهم
Ayat ini mengarahkan Rasulullah saw untuk mensyukuri nikmat Allah dengan memenuhi hak-Nya yang pertama. Yaitu hak keikhlasan dan totalitas niat kepada Allah dalam beribadah dan dalam menjadikannya sebagai orientasi dalam sholat dan dalam menyembelih kurban, semata mara karana Allah. Tanpa menghiraukan orang-orang musyrik dan tanpa mengikuti peribadatan mereka atau penyebutan nama selain Allah dalam sembelihan-sembelihan mereka.[13]
إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.
Kata abtar (pincang) biasa digunakan oleh orang-orang arab pada seseorang yang sebelumnya memiliki anak laki-laki dan anak perempuan, lalu ia ditinggal mati oleh anak laki-lakinya.[14] Ath thaobari berpendapat bahwa al abtar adalah (الأقلّ والأذلّ المنقطع دابره، الذي لا عقب له) yang lebih sedikit, lebih hina dan terputus serta tidak ada penerusnya. [15]Qatadah mengatakan bahwa al abtar adalah (الحقير الدقيق الذليل) yang hina kerdil dan rendahan[16]
Ayat ini menjelaskan bahwa sesungguhnya orang-orang yang membenci Rasulullah saw baik secara pribadi maupun risalah yang beliau bahwa maka merekalah yang terputus.
Makna ini diungkapkan oleh Ibnu katsir dalam tafsirnya,
إِنَّ مُبْغِضَكَ -يَا مُحَمَّدُ-وَمُبْغِضَ مَا جِئْتَ بِهِ مِنَ الْهُدَى وَالْحَقِّ وَالْبُرْهَانِ السَّاطِعِ وَالنُّورِ الْمُبِينِ، هُوَ الْأَبْتَرُ الْأَقَلُّ الْأَذَلُّ الْمُنْقَطِعُ ذكْرُه
Sesungguhnya orang-orang yang membencimu wahai Muhammad serta membenci apa yang engkau bawa baik berupa petunjuk, kebenaran, bukti nyata dan cahaya yang terang benderang adalah yang terputus, paling sedikit jumlahnya dan paling hina dan terputuslah penyebutannya.[17]
Demikian pula pendapat ath thobari,
إن الله تعالى ذكره أخبر أن مُبغض رسول الله صلى الله عليه وسلم هو الأقلّ الأذلّ، المنقطع عقبه، فذلك صفة كل من أبغضه من الناس، وإن كانت الآية نزلت في شخص بعينه.
Sesungguhnya Allah ta’ala mengabarkan bahwa orang yang membenci Rasulullah saw adalah orang yang lebih sedikit, hina dan terputus. Itulah sifat setiap orang yang membenci beliau, meskpun ayat ini turun terkait dengan orang tertentu.[18]
Hikmah
1. Surat ini menggambarkan perbandingan antara hakikat petunjuk, kebaikan dan keimanan -- yang banyak, berlimpah dan tidak ada batasnya baik di dunia maupun di akhirat -- dengan hakikat kesesatan keburukan yang sedikit, tidak memadai dan terputus.[19] Tidak mungkin segala sesuatu yang terkait kepada Allah itu terputus sedang Dia adalah zat Yang Maha Hidup dan Abadi.
2. Segala karunia yang Allah limpahkan kepada manusia menunjukkan wajibnya manusia memenuhi hak Allah, yaitu untuk mengesakannya dalam beribadah melalui segenap aspeknya. Sebagai bentuk rasa syukur kepada-Nya. Ibnul Qayyim mengatakan itulah hakikat penghambaan kepada Allah,
ظُهُورُ أَثَرِ نِعْمَةِ اللَّهِ عَلَى لِسَانِ عَبْدِهِ: ثَنَاءً وَاعْتِرَافًا. وَعَلَى قَلْبِهِ: شُهُودًا وَمَحَبَّةً. وَعَلَى جَوَارِحِهِ: انْقِيَادًا وَطَاعَةً
Nampaknya pengaruh nikmat Allah atas lisan hamba-Nya yang berupa pujian dan pengakuan, atas hatinya berupa kesaksian dan kecintaan serta atas anggota badannya berupa ketundukan dan kepatuhan.[20]
Wallahu a’lam.
Sigit Suhandoyo
Catatan Pustaka
[1] Abul Hasan Ali bin Ahmad al Wahidiy: Asbab an Nuzul al Qur’an. Ad Damam : Daar al Ishlah, 1412 H, 466.
[2] Ibnu Jarir ath Thobari: Jami’ al Bayan an Ta’wil Ayi al Qur’an. Beirut: Muassasah ar Risalah, 1420 H, 24/656-658
[3] Imam al Qurthubi: al Jami’ li Ahkam al Qur’an, Qahirah: Daar al Kutub al Mishriyah, 1384 H, 20/223.
[4] Wahbah az zuhaili: Tafsir al munir fil aqidah wa asy syariat wal manhaj. Damaskus: Daar al fikr al mu’ashir, 1418 H, 30/431.
[5] Abu Ja'far al Gharnaty: al Burhan fi Tanasubi Suwari al Qur'an. Al maghribi: wizaratu al awqaaf wa syu’uni islamiyyah. 1410 H, 379.
[6] Nashirudin Abu Sa’id al Baidhowi: Anwar at tanzil wa asrar at ta’wil. Beirut: Daar ihya at turats al araby, 1418 H, 5/342. Pendapat serupa juga terdapat pada kitab tartib al amali al khomisiyah oleh Imam asy Syajari 128.
[7] Sayyid Quthb: Fii Dzilal al Qur'an, Beirut: Daar Asy Syuruq. 1412 H. 6/3988.
[8] Al jami’ li ahkam al qur’an 20/216
[9] Al jami’ li ahkam al qur’an 20/216-218. Pendapat-pendapat seperti ini juga disebutkan dalam jami’ al bayan 24/645-651, an nukat wal uyun 6/354, bahrul muhith 10/556 dan ma’alim at tanzil fi tafsir al qur’an 5/314.
[10] Muslim bin Hajjaj an naisabury: al musnad ash shahih. Beirut: Daar ihya at turats al ‘araby, tt, 1/300. Hadits ini juga diriwayatkan oleh an Nasa-i dalam sunannya 2/133, al Baihaqi dalam sunannya 2/63, Ahmad dalam musnadnya 19/54 dan Abu Dawud dalam sunannya 4/237.
[11] Abu Isa at Tirmidzi: Sunan At Tirmidzi. Mesir: Syirkatu maktabatu wa mathba’atu musthofa al baby al halby, 1395 H, 5/449. At Tirmidzi mengomentari hadits ini hasan shahih, al albani mengatakan hadits ini shahih.
[12] Imaduddin Ibnu Katsir: Tafsir al Qur-an al Adzhim. Daar thoyyibah li an nashr wa at tauzi’, 1420 H, 8/503
[13] Fii Dzilal al qur’an 6/3988.
[14] Al jami’ li ahkam al qur’an 20/222
[15] Jami’al bayan, 24/656.
[16] Imam as suyuti: Ad Durr al mantsur 8/653.
[17] Tafsir al qur’an al adzhim 8/504.
[18] Jami’ al bayan 24/658.
[19] Fi dzilal al qur’an 6/3987.
[20] Ibnul Qayyim al Jauziyah: Madarij as salikin. Beirut: Daar al Kutub al ‘Araby, 1416H, 2/234.