Pengertian Kata ar Rabb
Dalam kamus as shohah[1] dinyatakan bahwa ar rabb adalah salah satu dari nama Allah azza wa jalla. Nama ini tidak boleh digunakan untuk selain Allah kecuali dengan di sandarkan kepada kata yang lain, orang-orang Arab sejak zaman jahiliyyah menggunakan kata ini untuk mengungkapkan makna al malik (penguasa).
Kata ar rabb tidak boleh digunakan untuk selain Allah hak ini dikarenakan Ketika huruf alif dan lam masuk kedalam kata rabb, maka kata ini khususkan kepada Allah, sebab huruf alif dan lam ini menunjukkan kepada sesuatu yang telah diketahui akal. Tetapi jika tidak menggunakan alif dan lam maka dapat digunakan pula untuk selain Allah misalnya rabbul bait (tuan rumah).
Dalam lisan al arab[2] dinyatakan bahwa secara bahasa kata ar rabb itu bermakna “الرَّبُّ يُطْلَق فِي اللُّغَةِ عَلَى المالكِ، والسَّيِّدِ، والمُدَبِّر، والمُرَبِّي، والقَيِّمِ، والمُنْعِمِ” penguasa, pemimpin, pengatur, pendidik, pengurus, pemberi kebahagiaan.
Sa’id Hawwa mengutip perkataan al wasithy[3] tentang makna kalimat rabb yaitu “هو الخالق ابتداءً و المربّي غذاءً و الغافر أنتهاءً” Rabb adalah Pencipta pada mulanya, Pendidik setelah itu dan Pengampun pada akhirnya.
Kata ar Rabb yang mensifati Allah lebih khusus menunjukkan makna sangat atau paling. Dengan demikian Allah itu adalah Tuhan para pemilik, Pemimpin para pemimpin dan Pendidik dari para pendidik. Ia adalah Raja atas segala raja yang tak ada sesuatupun yang menyerupai dan menandingi-Nya.
Pemahaman ini juga tersirat dari pengertian kata ar Rabb yang diungkapkan oleh at Thobari[4] yaitu “السيد الذي لا شِبْه لهُ، ولا مثل في سُؤدده، والمصلح أمر خلقه بما أسبغ عليهم من نعمه، والمالك الذي له الخلق والأمر” Penguasa yang tak ada yang menyerupai-Nya, tak ada pula kekuasaan yang menyamai-Nya. Ia memperbaiki segala urusan makhluk-Nya dengan menyempurnakan bagi mereka berbagai kenikmatan hidup. Ia adalah Raja yang kepada-Nyalah semua mahluk dengan segala urusannya bermuara.
Kalimat ar rabb dapat diungkapkan untuk menunjukkan makna banyak dengan rabbabahu dan tarabbabahu ( banyak mendidik) sebagaimana dalam as Shohah[5] dinyatakan, “ورَبَّ فلان ولده يَرُبُّهُ رَبَّاً، ورَبَّبَهُ، وتَرَبَّبَهُ” seseorang mendidik anaknya, maka dia mendidiknya dengan sebaik-baik pendidikan.
Kalimat ar rabb juga diambil dari kata at tarbiyyah (pendidikan/pemeliharaan). Jika ia diambil dari dari kata ini, maka Alah adalah pengatur mahluknya sekaligus pendidik mereka.[6] Pengertian ini sebagaimana terdapat pada firman-Nya dalam surat an nisa ayat 23 dan surat al Isra ayat 24,
وَرَبائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ
“anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu”.
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.
Dalam tafsirnya At Tastary[7] mengemukakan pengertian ar rabb sebagai suatu sifat perbuatan, yaitu:
سيد الخلق المربّي لهم، والقائم بأمرهم، المصلح المدبر لهم قبل كونهم، وكون فعلهم المتصرف بهم لسابق علمه فيهم، كيف شاء لما شاء، وأراد وحكم وقدر من أمر ونهي، لا رب لهم غيره
Pemilik manusia yang menjadi pendidik bagi mereka, yang telah mengatur segala urusan, memperbaiki dan merencanakan segala hal bagi manusia jauh sebelum mereka diciptakan. Dia berbuat sesuatu sebagaimana yang Ia kehendaki. Dia juga berkehendak memberikan perintah dan larangan, mengaturnya serta memberikan hukum. Tidak ada Rabb yang pantas menjadi pendidik selain-Nya.
Secara ringkas al Mawardi[8] mengemukakan bahwa perbedaan pengertian kata ar rabb terbagi menjadi 4 pengertian, pertama berarti al malik atau Penguasa, kedua berarti as Sayyid atau Pemimpin, ketiga berarti al Mudabbir atau Pengatur dan terakhir berarti at tarbiyyah atau mendidik
Dari beberapa pengertian ar Rabb di atas maka dapat kita simpulkan ia memiliki 2 kategori pengertian yaitu pengertian ar rabb sebagai sifat diri seperti Penguasa dan Pemimpin, serta pengertian ar rabb sebagai sifat bagi sebuah perbuatan seperti Pengatur dan Pendidik.
Pengertian Tarbiyyah
Para ulama tafsir mengemukakan berbagai macam pendapat tentang pengertian tarbiyyah. Pendapat pertama mendefinisikan tarbiyyah sebagai sebuah proses pertumbuhan dan perkembangan perserta didik menuju kesempurnaan. Pendapat kedua mendefinisikan tarbiyyah berdasarkan materi yang diberikan.
Raghib al Ashfahani[9] mengemukakan bahwa kata ar rabb berasal dari tarbiyyah, yang bermakna “التربية، وهو إنشاء الشيء حالا فحالا إلى حدّ التمام” menumbuhkan suatu perilaku, langkah demi langkah hingga mencapai kesempurnaan.
Pendapat tersebut serupa dengan definisi Al Karmani[10] tentang tarbiyyah yaitu “تبليغ الشيء إلى كماله على التدريج” menyampaikan sesuatu hingga sempurna secara bertahap.
Ash Shobuni[11] mengemukakan bahwa tarbiyyah adalah “إصلاح شئون الغير ورعاية” memperbaiki kebutuhan yang beraneka ragam dan menjaga urusannya. Selanjutnya ash shobuni mengutip pendapat serupa dari al harawi tentang tarbiyyah “لمن قام بإصلاح شيء وإتمامه”, siapa saja memperbaiki sesuatu dan menyempurnakannya.
Definisi tarbiyyah berdasarkan materi yang diberikan terbagi dalam dua bentuk. Muhammad Rashid Ridho[12] berpendapat sebagai berikut, “تَرْبِيَةٌ خَلْقِيَّةٌ بِمَا يَكُونُ بِهِ نُمُوُّهُمْ، وَكَمَالُ أَبْدَانِهِمْ وَقُوَاهُمُ النَّفْسِيَّةُ وَالْعَقْلِيَّةُ - وَتَرْبِيَةٌ شَرْعِيَّةٌ تَعْلِيمِيَّةٌ وَهِيَ مَا يُوجِيهِ إِلَى أَفْرَادٍ مِنْهُمْ لِيُكْمِلَ بِهِ فِطْرَتَهُمْ بِالْعِلْمِ وَالْعَمَلِ إِذَا اهْتَدَوْا بِهِ.” Pertama, pendidikan bawaan termasuk pengembangan dan kesempurnaan tubuh, kekuatan jiwa dan fikiran. Kedua pendidikan dan pengajaran syar’iyyah yang mengarahkan individu untuk menyempurnakan fitrah mereka dengan ilmu dan amal yang mereka diberikan petunjuk dengannya.
Pendapat serupa juga dikemukakan oleh al Maraghi[13] dalam tafsirnya sebagai berikut ” وتربية الله للناس نوعان، تربية خلقية تكون بتنمية أجسامهم حتى تبلغ الأشد وتنمية قواهم النفسية والعقلية- وتربية دينية تهذيبية تكون بما يوحيه إلى أفراد منهم ليبلّغوا للناس ما به تكمل عقولهم وتصفو نفوسهم” Dan pendidikan Allah kepada manusia ada dua jenis, pendidikan bawaan menjadi pengembangan tubuh mereka hingga mencapai kedewasaan serta pengembangan kekuatan akal dan mental mereka, kedua pendidikan dan perbaikan agama yang diwahyukan kepada individu yang dengannya kesempuranaan akal dan kebersihan jiwa mereka menjadi sempurna.
Dari pengertian yang dikemukakan para ulama tafsir tersebut di atas, kita dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut,
Pertama, Pendidikan merupakan kegiatan terencana yang memiliki tujuan atau target-target yang jelas.
Kedua, Program pendidikan tersusun secara berjenjang atau bertahap menuju kepada pencapaian yang lebih tinggi dan kompleks. Atau dari sebuah penguasaan kepada penguasaan yang lain.
Ketiga, Pendidikan mendewasakan, memandirikan dan memerdekakan peserta didik. Menumbuhkan aspek tanggung jawab atas pilihan-pilihan tindakan yang diambil.
Keempat, Integralitas kurikulum pendidikan mencakup pengembangan semua aspek kecerdasan peserta didik baik fisik, akal dan mental spiritual.
Kelima, Pendidikan tidak memisahkan kewajiban penguasaan atas dalil-dalil aqliyyah maupun naqliyyah. Atau dikotomi dunia dan akhirat.
Keenam, Pendidikan menjadikan agama sebagai ideology menjadi akar pendidikan. Seluruh tabi’at objek didik harus menujukkan karakter manusia beragama.
Demikianlah pendidikan dalam terminology al Qur’an. Sebagai sebuah manhaj rabbani ia tidak membunuh fitrah manusia melainkan membentuk kesempurnaan pada kepribadian manusia.
[1] Abu Nashr al Jauhari : As Shohah Taaj al Lughoh wa as Shohah al ‘Arabiyyah, Beirut : Daar al ‘Ilm, 1407 H, Juz 1, hlm 130.
[2] Ibnu Mandzhur : Lisan al Arab, Beirut : Daar as Shadar, 1414 H, juz 1, hlm 399.
[3] Sa’id Hawwa : al Asas fi Tafsir, Daar as Salam : Yordania, 1405 H, Jilid 1, hlm 41.
[4] Abu Ja’far at Thobary : Jami’ al Bayan an Ta’wil li Ayyil Qur’an, Beirut : Muassasah ar Risalah, 1420 H, juz 1, hlm 142.
[5] As shohah, hlm 130.
[6] Syamsuddin al Qurthubi: al Jami’ li Ahkam al Qur’an, Qahirah : Daar al Kutub al Mishriyah, 1384 H, juz 1, hlm 137.
[7] Sahl at Tastary : Tafsir at Tastary, Beirut : Daar al Kutub al ‘Ilmiyyah, 1423 H, Juz 1, hlm 23.
[8] Al Mawardy : an Nukat wal Uyun, Beirut : Daar al Kutub al ‘Ilmiyyah, tt, juz 1, hlm 16.
[9] Ar Raghib al Ashfahani : al Mufradat fi Gharib al Qur’an, Damaskus : Daar al Qalam, 1412 H, Hlm 336.
[10] Burhanuddin al Karmani : Gharaib at Tafsir wa ‘Ajaibu at Ta’wil, Jeddah : Daar al Qiblah li ats Tsaqofah al Islamiyyah, tt, Juz 1, hlm 95.
[11] Muhammad Ali Ash Sobuni : Shofwatu at Tafasir, Qahirah : Daar ash Shobuni, 1417 H, Juz 1, hlm 19.
[12] Muhammad Rasyhid bin Ali Ridho : Tafsir al Manar, Mesir : al Haiah al Mishriyyah al ‘Ammah lil Kitab, 1990, Juz 1, hlm 43
[13] Ahmad bin Musthofa al Maraghi : Tafsir al Maraghi, Mesir : Syirkatu Maktabatu wa Mathba’atu Musthofa al Baaby al Halby, 1365 H, Juz 1, hlm 30