Pengertian Murabahah



Murabahah merupakan salah satu instrumen keuangan syariah yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Dalam Islam, transaksi ekonomi harus dilakukan dengan cara yang adil dan transparan, serta tidak boleh mengandung unsur riba dan penipuan. Murabahah dapat membantu memenuhi kebutuhan masyarakat akan pembiayaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.


Secara etimologis kata (مُرَابَحَةُ) murabahah, berakar dari kata (رَبِحَ) rabiha yang berarti mendapatkan keuntungan atas kegiatan perdagangan yang melelahkan.(1)  Dikatakan juga murabahah adalah “استشَفَّ”(2)  yang berarti menetapkan manfaat. Jika penjual mengatakan kepada pembali “بِعْتُ الْمَتَاعَ مُرَابَحَةً” saya menjual barang dengan murabahah, maka itu berarti penjual menentukan jumlah keuntungan untuk setiap harga.(3)  Al-Jurzaniy mengemukakan bahwa murabahah adalah “الْبَيْعُ بِزِيَادَةٍ عَلَى الثَّمَنِ الْأَوَّلِ”(4)  yaitu Penjualan dengan tambahan pada harga awal.


Dengan demikian, murabahah merujuk pada konsep mendapatkan keuntungan atau laba. Dalam konteks jual beli, murabahah diartikan sebagai penjualan dengan tambahan pada harga awal, di mana penjual menentukan jumlah keuntungan untuk setiap harga. Dengan demikian, murabahah dapat diartikan sebagai transaksi jual beli di mana penjual menjual barang dengan harga yang lebih tinggi dari harga awal pembelian, dengan menyebutkan harga awal dan besarnya keuntungan yang diinginkan. 


Secara terminologi, murabahah memiliki definisi yang berbeda-beda di kalangan fuqaha, namun memiliki makna dan tujuan yang sama. Murabahah adalah menjual barang yang dimiliki dengan harga awal ditambah keuntungan. Murabahah termasuk jenis jual beli amanah yang bergantung pada informasi tentang harga barang dan biaya yang dikeluarkan oleh penjual.


Abu al-Ma’ali al-Marghinani, salah seorang dari fuqaha Hanafiyah mengemukakan bahwa,

المرَابِحَةُ بِمِثْلِ الثَّمَنِ الْأَوَّلِ وَزِيَادَةٍ، جَائِزٌ؛ لِأَنَّ الْمَبِيعَ مَعْلُومٌ وَالثَّمَنَ مَعْلُومٌ، وَلِأَنَّ النَّاسَ تَعَامَلُوا ذَلِكَ كُلَّهُ مِنْ غَيْرِ نَكِيرٍ مَنْكَرٍ.(5) 

Murabahah adalah menjual dengan harga yang sama dengan harga pertama ditambah keuntungan. ini diperbolehkan. karena barang yang dijual dan harga yang dibayar keduanya jelas. Dan karena manusia telah melakukan semua transaksi ini tanpa ada yang mengingkarinya.


Menurut Ibnul Jazi, salah seorang fuqaha Malikiyah mengemukakan,

هِيَ أَنْ يُعَرِّفَ صَاحِبُ السِّلْعَةِ الْمُشْتَرِيَ بِكَمِ اشْتَرَاهَا، وَيَأْخُذَ مِنْهُ رِبْحًا إِمَّا عَلَى الْجُمْلَةِ، مِثْل أَنْ يَقُول: اشْتَرَيْتُهَا بِعَشَرَةٍ وَتُرْبِحُنِي دِينَارًا أَوْ دِينَارَيْنِ، وَإِمَّا عَلَى التَّفْصِيل وَهُوَ أَنْ يَقُول: تُرْبِحُنِي دِرْهَمًا لِكُل دِينَارٍ أَوْ نَحْوِهِ ، أَيْ إِمَّا بِمِقْدَارٍ مُقَطَّعٍ مُحَدَّدٍ، وَإِمَّا بِنِسْبَةٍ عَشْرِيَّةٍ.(6) 

Bentuk murabahah adalah penjual memberitahu pembeli tentang harga pembelian barang dan meminta keuntungan, baik secara umum maupun rinci. Contohnya, penjual mengatakan, "Saya membeli barang ini seharga 10 dan ingin mendapatkan keuntungan 1 atau 2 dinar." Atau, "Saya ingin mendapatkan keuntungan 1 dirham untuk setiap dinar." Keuntungan dapat ditentukan secara pasti atau berdasarkan persentase tertentu.


Dalam bukunya, al-Muhadzab, al-Syairazi menuliskan definisi murabahah sebagai berikut, 

وَيَجُوزُ أَنْ يَبِيعَهَا مُرَابَحَةً وَهُوَ أَنْ يُبَيِّنَ رَأْسَ الْمَالِ وَقَدْرَ الرِّبْحِ بِأَنْ يَقُولَ ثَمَنُهَا مِائَةٌ وَقَدْ بِعْتُكَهَا بِرَأْسِ مَالِهَا وَرِبْحِ دِرْهَمٍ فِي كُلِّ عَشَرَةٍ.(7) 

Diperbolehkan menjual dengan sistem murabahah, yaitu dengan menjelaskan modal dan jumlah keuntungan, seperti dengan mengatakan: Harga belinya adalah 100, dan aku jual kepadamu dengan modal dan keuntungan 1 dirham untuk setiap 10.


Ibnu Qudamah, salah seorang fuqaha Hanabilah mengemukakan definisi yang berdekatan,

الْبَيْعُ بِرَأْسِ الْمَالِ وَرِبْحٍ مَعْلُومٍ، وَيُشْتَرَطُ عِلْمُهُمَا بِرَأْسِ الْمَالِ.(8) 

Jual beli dengan modal dan keuntungan yang diketahui, dan disyaratkan bahwa keduanya (modal dan keuntungan) harus diketahui.


Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa murabahah adalah jenis jual beli amanah di mana penjual menjual barang dengan harga awal ditambah keuntungan yang diketahui dan disepakati oleh kedua belah pihak. Dalam murabahah, penjual harus menjelaskan harga pembelian barang (modal) dan jumlah keuntungan yang diinginkan, sehingga pembeli mengetahui harga sebenarnya dan keuntungan yang dibebankan. Murabahah diperbolehkan dalam syariat Islam karena barang yang dijual dan harga yang dibayar keduanya jelas, dan manusia telah melakukan transaksi ini tanpa ada yang mengingkarinya. Keuntungan dalam murabahah dapat ditentukan secara pasti atau berdasarkan persentase tertentu. Definisi secara kebahasaan memiliki keselarasan terminologinya.


Catatan Kaki

  1. Abu al-‘Abbas al Fayumi, al Misbah al-Munir fi Gharib al-Syarh al-Kabir, (Beirut: al-maktabah al-‘ilmiyah, tth), Vol 1, hlm 215.
  2. Abu Nashr al-Jauhari, al-Shahah Taj al-Lughah wa al-Shahah al-Arabiyah, (Beirut: Dar al-Ilmu li al-Malayin, cetakan keempat, 1987), Vol 1, hlm 363.
  3. Abu al-‘Abbas al-Fayumi, op.cit, Vol 1, hlm 215.
  4. Al-Syarif al-Jurzani, Kitab al-Ta’rifat, (Beirut: dar al-Kutub al-Ilmiyyah, cetakan pertama, 1983), Vol 1, hlm 210.
  5. Abu al-Ma’ali Burhan al-Din al-Marghinani al-Hanafi, al-Muhith al-Burhani fi al-Fiqh al-Nu’mani, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2004), vol 7, hlm 3.
  6. Abu al-Qasim Muhammad Ibnu al-Jazi, Al-Qawanin al-Fiqhiyah, (Beirut: Dar al-Fikr, 2006), 263. 
  7. Abu Ishaq Ibrahim al-Syairazi, al-Muhadzab fi Fiqh al-Imam al-Syafi’i, (Beirut: Dar al-Kutub al-ilmiyah, tth), vol 2, hlm 57.
  8. Ibnu Qudamah al-Maqdisi al-Hanbali, al-Mughni, (Cairo: Maktabah al-Qahirah, tth), vol 4, hlm 136. 

Pengertian Khiyar



Khiyar memberikan kesempatan kepada pembeli dan penjual untuk mempertimbangkan kembali keputusan mereka sebelum transaksi jual beli disepakati. Dengan adanya khiyar, pihak-pihak yang terlibat dapat memeriksa barang atau jasa yang diperjual-belikan secara lebih teliti, sehingga mengurangi risiko penipuan atau kecurangan. Khiyar memungkinkan pembeli untuk memeriksa kualitas barang sebelum memutuskan untuk membelinya secara definitif. Khiyar mencerminkan prinsip kerelaan dalam transaksi, di mana kedua belah pihak memiliki kesempatan untuk mempertimbangkan dan menyetujui transaksi tanpa tekanan atau paksaan. Dan dengan adanya khiyar, pembeli dan penjual dapat mengurangi risiko kerugian yang mungkin timbul dari transaksi yang tidak diinginkan atau tidak sesuai dengan harapan.


Dalam bahasa Arab, kata (الْخِيَارُ) al-khiyār berarti (خِلَافُ الْأَشْرَارِ)(1)  yaitu kebalikan dari keburukan. merupakan bentuk mashdar dari kata (الاِخْتِيَارِ) al-ikhtiyār, yang berarti (طَلَبُ خَيْرِ الأَمْرَيْنِ)(2)  yaitu menuntut yang baik dari dua perkara. Ketika seseorang mengatakan (أَنْتَ بِالْخِيَارِ) artinya adalah pilihlah apa yang kamu inginkan.(3)  Dengan demikian kata "al-khiyār" dalam bahasa Arab memiliki dua makna yang terkait, yaitu: Kebalikan dari keburukan dan pilihan atau seleksi. Kedua makna ini terkait dengan konsep "al-ikhtiyār" yang berarti memilih. Ketika seseorang diberikan pilihan, maka mereka memiliki kesempatan untuk memilih apa yang baik atau yang diinginkan. Jadi, kata "al-khiyār" dapat diartikan sebagai pilihan atau kesempatan untuk memilih yang baik.


Para ulama fiqih memberikan definisi yang berdekatan satu sama lain. ‘Ala al-Din al-Samarqandi, fuqaha Hanafiyah mengemukakan bahwa khiyar dalam jual beli adalah, 

التَّخْيِيرُ بَيْنَ الْفَسْخِ وَالْإِجَازَةِ فَأَيُّهُمَا وُجِدَ سَقَطَ.(4) 

Yaitu, memilih antara membatalkan dan megesahkan transaksi, maka mana saja yang dipilih, yang lain gugur.


Menurut ulama Malikiyah, yang dimaksud khiyar dalam jual beli adalah,

هُوَ الْبَيْعُ الَّذِي جُعِلَ فِيهِ الْخِيَارُ لِأَحَدِ الْمُتَبَايِعَيْنِ فِي الْأَخْذِ وَالرَّدِّ.(5) 

yaitu jual beli yang di dalamnya terdapat hak memilih bagi salah satu dari kedua pihak yang melakukan transaksi, baik untuk menerima atau menolak transaksi tersebut. 


Al-Khatib al-Syarbini, salah seorang fuqaha syafi’iyyah mengemukakan pendapat yang serupa, khiyar adalah,

طَلَبُ خَيْرِ الْأَمْرَيْنِ مِنْ إمْضَاءِ الْعَقْدِ أَوْ فَسْخِهِ.(6) 

Yaitu, permintaan untuk memilih yang terbaik dari dua opsi, yaitu melanjutkan akad atau membatalkannya.


Ulama hanabilah, Ibnu Utsaimin mengemukakan bahwa khiyar adalah, 

الْأَخْذُ بِخَيْرِ الْأَمْرَيْنِ مِنْ الْإِمْضَاءِ أَوْ الْفَسْخِ، سَوَاءٌ كَانَ لِلْبَائِعِ أَوْ لِلْمُشْتَرِي(7). 

Yaitu, memilih yang terbaik dari dua opsi, yaitu melanjutkan atau membatalkan, baik itu bagi penjual maupun pembeli.


Berdasarkan berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, khiyar merupakan hak memilih yang dimiliki oleh salah satu atau kedua belah pihak dalam transaksi jual beli untuk memutuskan apakah akan melanjutkan atau membatalkan akad. Definisi ini memiliki kesamaan makna meskipun dengan redaksi yang berbeda-beda di antara mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali. Pada intinya, khiyar memberikan fleksibilitas kepada pihak-pihak yang bertransaksi untuk mempertimbangkan kembali keputusan mereka sebelum mengikatkan diri pada akad jual beli. Definisi secara bahasa dan istilah menunjukkan keselarasan. 


Catatan Kaki

  1. Zain al-Din al-Razi, Mukhtar al-Shohah, (Beirut: Maktabah al-Ashriyah, cetakan ke 5, 1999), Vol 1, hlm 99.
  2. Abu al-Faydh Murtadha al-Zabidy, Taj al-Arus min Jawahir al-Qamus, (Beirut: Dar al Hidayah tth), Vol 11, hlm 243.
  3. Abu Thahir Muhammad bin Ya’qub al-Fairuz Abadi, al-Qamus al-Muhith, (Beirut: Muassasatu al-risalah, cetakan ke 3, 2005), vol 1, hlm 389. 
  4. Abu Bakar Ala al-Din al-Samarqandi, Tuhfatu al-Fuqaha, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, cetakan ke 2, 1994), vol 2, hlm 67.
  5. Sa’di Abu Habib, al-Qamus al-Fiqhi Lughatan wa Istilahan, (Suriah: Dar al-Fikr, cetakan ke 2, 1988), Vol 1, hlm 125.
  6. Al-Khatib al-Syarbini al-Syafi’i, Mughni al-Muhtaj, (Beirut: Dar al-Kutub al-ilmiyah, cetakan pertama 1994),Vol 2, hlm 402.
  7. Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Syarh al-Mumti’, (Riyadh: Dar Ibn al-Jauzi, cetakan pertama, 1421 H), Vol 8, hlm 261