Khiyar memberikan kesempatan kepada pembeli dan penjual untuk mempertimbangkan kembali keputusan mereka sebelum transaksi jual beli disepakati. Dengan adanya khiyar, pihak-pihak yang terlibat dapat memeriksa barang atau jasa yang diperjual-belikan secara lebih teliti, sehingga mengurangi risiko penipuan atau kecurangan. Khiyar memungkinkan pembeli untuk memeriksa kualitas barang sebelum memutuskan untuk membelinya secara definitif. Khiyar mencerminkan prinsip kerelaan dalam transaksi, di mana kedua belah pihak memiliki kesempatan untuk mempertimbangkan dan menyetujui transaksi tanpa tekanan atau paksaan. Dan dengan adanya khiyar, pembeli dan penjual dapat mengurangi risiko kerugian yang mungkin timbul dari transaksi yang tidak diinginkan atau tidak sesuai dengan harapan.
Dalam bahasa Arab, kata (الْخِيَارُ) al-khiyār berarti (خِلَافُ الْأَشْرَارِ)(1) yaitu kebalikan dari keburukan. merupakan bentuk mashdar dari kata (الاِخْتِيَارِ) al-ikhtiyār, yang berarti (طَلَبُ خَيْرِ الأَمْرَيْنِ)(2) yaitu menuntut yang baik dari dua perkara. Ketika seseorang mengatakan (أَنْتَ بِالْخِيَارِ) artinya adalah pilihlah apa yang kamu inginkan.(3) Dengan demikian kata "al-khiyār" dalam bahasa Arab memiliki dua makna yang terkait, yaitu: Kebalikan dari keburukan dan pilihan atau seleksi. Kedua makna ini terkait dengan konsep "al-ikhtiyār" yang berarti memilih. Ketika seseorang diberikan pilihan, maka mereka memiliki kesempatan untuk memilih apa yang baik atau yang diinginkan. Jadi, kata "al-khiyār" dapat diartikan sebagai pilihan atau kesempatan untuk memilih yang baik.
Para ulama fiqih memberikan definisi yang berdekatan satu sama lain. ‘Ala al-Din al-Samarqandi, fuqaha Hanafiyah mengemukakan bahwa khiyar dalam jual beli adalah,
التَّخْيِيرُ بَيْنَ الْفَسْخِ وَالْإِجَازَةِ فَأَيُّهُمَا وُجِدَ سَقَطَ.(4)
Yaitu, memilih antara membatalkan dan megesahkan transaksi, maka mana saja yang dipilih, yang lain gugur.
Menurut ulama Malikiyah, yang dimaksud khiyar dalam jual beli adalah,
هُوَ الْبَيْعُ الَّذِي جُعِلَ فِيهِ الْخِيَارُ لِأَحَدِ الْمُتَبَايِعَيْنِ فِي الْأَخْذِ وَالرَّدِّ.(5)
yaitu jual beli yang di dalamnya terdapat hak memilih bagi salah satu dari kedua pihak yang melakukan transaksi, baik untuk menerima atau menolak transaksi tersebut.
Al-Khatib al-Syarbini, salah seorang fuqaha syafi’iyyah mengemukakan pendapat yang serupa, khiyar adalah,
طَلَبُ خَيْرِ الْأَمْرَيْنِ مِنْ إمْضَاءِ الْعَقْدِ أَوْ فَسْخِهِ.(6)
Yaitu, permintaan untuk memilih yang terbaik dari dua opsi, yaitu melanjutkan akad atau membatalkannya.
Ulama hanabilah, Ibnu Utsaimin mengemukakan bahwa khiyar adalah,
الْأَخْذُ بِخَيْرِ الْأَمْرَيْنِ مِنْ الْإِمْضَاءِ أَوْ الْفَسْخِ، سَوَاءٌ كَانَ لِلْبَائِعِ أَوْ لِلْمُشْتَرِي(7).
Yaitu, memilih yang terbaik dari dua opsi, yaitu melanjutkan atau membatalkan, baik itu bagi penjual maupun pembeli.
Berdasarkan berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, khiyar merupakan hak memilih yang dimiliki oleh salah satu atau kedua belah pihak dalam transaksi jual beli untuk memutuskan apakah akan melanjutkan atau membatalkan akad. Definisi ini memiliki kesamaan makna meskipun dengan redaksi yang berbeda-beda di antara mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali. Pada intinya, khiyar memberikan fleksibilitas kepada pihak-pihak yang bertransaksi untuk mempertimbangkan kembali keputusan mereka sebelum mengikatkan diri pada akad jual beli. Definisi secara bahasa dan istilah menunjukkan keselarasan.
Catatan Kaki
- Zain al-Din al-Razi, Mukhtar al-Shohah, (Beirut: Maktabah al-Ashriyah, cetakan ke 5, 1999), Vol 1, hlm 99.
- Abu al-Faydh Murtadha al-Zabidy, Taj al-Arus min Jawahir al-Qamus, (Beirut: Dar al Hidayah tth), Vol 11, hlm 243.
- Abu Thahir Muhammad bin Ya’qub al-Fairuz Abadi, al-Qamus al-Muhith, (Beirut: Muassasatu al-risalah, cetakan ke 3, 2005), vol 1, hlm 389.
- Abu Bakar Ala al-Din al-Samarqandi, Tuhfatu al-Fuqaha, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, cetakan ke 2, 1994), vol 2, hlm 67.
- Sa’di Abu Habib, al-Qamus al-Fiqhi Lughatan wa Istilahan, (Suriah: Dar al-Fikr, cetakan ke 2, 1988), Vol 1, hlm 125.
- Al-Khatib al-Syarbini al-Syafi’i, Mughni al-Muhtaj, (Beirut: Dar al-Kutub al-ilmiyah, cetakan pertama 1994),Vol 2, hlm 402.
- Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Syarh al-Mumti’, (Riyadh: Dar Ibn al-Jauzi, cetakan pertama, 1421 H), Vol 8, hlm 261