Berita gembira bagi orang-orang beriman & beramal sholeh



Tadabbur surat al Baqarah 25

وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقًا قَالُوا هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan beramal sholeh, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu mereka mengatakan, "inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu," mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.

Pemahaman Ayat

a. Surga adalah berita gembira bagi orang-orang beriman dan beramal sholeh.
Dalam ayat ini Allah menyebutkan balasan bagi orang-orang beriman dan beramal sholeh, setelah pada ayat sebelumnya Allah menyebutkan balasan bagi orang-orang kafir. Berdasarkan sistematika ini Ibnu Katsir menyebutkan dalam tafsirnya alQur-an dinamakan matsani, penyebutan hal-hal tentang keimanan kemudian diikuti dengan penyebutan hal-hal tentang kekufuran atau sebaliknya. Dan penyebutan keadaan orang-orang yang berbahagia kemudian diikuti penyebutan keadaan orang-orang yang celaka atau sebaliknya. Kesimpulannya adalah penyebutan sesuatu hal kemudian sebaliknya.

Perintah untuk menyampaikan berita gembira ini ditujukan kepada Rasulullah saw kemudian kepada seluruh ummat Islam. Berita gembira adalah berita menyenangkan. Al Qurthubi berkata tentang pengertian at tabsyir (berita gembira) sebagai berikut:
والتبشير الإخبار بما يظهر أثره على البشرة ـ وهي ظاهر الجلد ـ لتغيرها بأول خبر يرد عليك ثم الغالب أن يستعمل في السرور مقيدا بالخير المبشر به وغير مقيد أيضا ولا يستعمل في الغم والشر إلا مقيدا منصوصا على الشر المبشر به قال الله تعالى : { فبشرهم بعذاب أليم }
At tabsyir adalah pemberitahuan tentang suatu berita yang kesannya terlihat dengan jelas pada kulit manusia. Kemudian lafaz ini lebih banyak digunakan untuk berita gembira, baik berita gembira itu disebutkan ataupun tidak. Lafaz ini tidak digunakan untuk berita buruk kecuali bersamaan dengan disebutkannya berita buruk tersebut. sebagaimana dalam firman Allah (maka beri kabar gembiralah mereka dengan azab yang pedih, 3:21)

Ayat ini juga menjadi dalil bahwa tidaklah cukup hanya keimanan semata melainkan harus diiringi dengan amal sholeh. Sebab surga diperuntukkan bagi mereka yang beriman dan beramal soleh. Sa'id Hawwa menjelaskan dalam tafsirnya tentang orang-orang yang dimaksud sebagai berikut:
الّذينَ آمنُوا بالْغَيْبِ، وَ آمَنُوا بِمَا أَنْزَلَ علىَ محَمّدٌ صلى الله وسلّم، وَ مَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِ، وً آمًنُوا بِالْآخِرَةِ وَ عَمِلوُا الصَّالِحَاتِ. و الصَّالِحَاتِ فِي الإِصْطِلاَحِ  الشَرْعِى : كُلُّ ما استقَام مِنْ أَعْمَالِ بِدَلِيلِ الْكِتَابِ و السُنَّةِ.
Yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib, dan beriman dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad saw dan yang diturunkan sebelumnya, serta beriman kepada hari akhirat dan beramal sholeh. Amal sholeh menurut istilah adalah, semua amal yang dilakukan sesuai dengan petunjuk alQur-an dan sunnah.

Mengenai definisi surga al Qurthubi berpendapat sebagai berikut:
والجنات : البساتين وإنما سميت جنات لأنها تجن من فيها أي تستره بشجرها ومنه
Surga adalah al basaatiin (taman-taman), sesungguhnya sesuatu itu disebut jannah itu karena ia melindungi siapa yang berada di dalamnya dengan pepohonannya.

Dr. Sa'id Hawwa juga berpendapat serupa tentang surga,
البُسْتَانَ  الشَجَرِ المتكثف و سميت دار الثواب جنة لما فيها من الأشْجَار، وَ قَدْ جَمَعَت فِي الآية و نكرت لاشتمالها على جنان كثيىة مرتبن مراتب بحسب أعمل العاملين، لكلّ طبقة منهم جنات من نلك الجنان و دار الثواب مخلوقة من قبل موجودة الآن، رزقنا الله.
Menurut pemahaman harfiah, surga adalah taman yang dipenuhi oleh pohon yang rindang. Dalam ayat ini surga disebutkan dalam bentuk jamak dan tak tentu. Hal itu agar kata tersebut mencakup segala tingkatan surga sesuai tingkatan amal seseorang. Masing-masing orang sholeh akan mendapatkan surga sesuai dengan tingkatan amalnya. Surga itu telah diciptakan dan sekarang sudah ada. Semoga Allah memberikan rezeki kepada kita dengannya.

Ulama ushuluddin berkata,
وَلاَ تَجْعَل لِلْمُؤْمِنِ الْعَاصِي صَحِب الكَبِيْرَة يشارة  مطلقة بل نثبت بشارة مقيدة بمشبئة الله إن شاء غفر له و إن شاء عذبه بقدر ذنوبه يدخله الجنّة
Kami tidak memberikan berita gembira secara mutlak bagi orang beriman yang durhaka dan pendosa besar. Tapi kami berikan kabar gembra kepadanya terkait dengan kehendak Allah. Jika Dia berkehendak Dia akan mengampuninya dan jika tidak, dia akan menghukumnya sesuai dengan dosanya kemudian memasukkannya kedalam surga.

b. Sungai-sungai di surga
Ibnu katsir berpendapat, Surga memiliki sungai-sungai yang mengalir di bawah pepohonan dan bangunan-bangunannya. Ibnu Katsir menuliskan sebuah riwayat dari Abu Hurairah ra yang menceritakan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda,
أنهار الجنة تُفَجَّر من تحت تلال  أو من تحت جبال المسك
Sungai-sungai surga mengalir di bagian bawah lereng-lereng atau di bagian bawah bukit-bukit kesturi. Dari Abdullah bin Mas'ud ra pernah mengatakan
أنهار الجنة تفجر من جبل مسك
Sunga-sungai surga itu mengalir dari bukit kesturi.

Sa'id Hawwa menjelaskan bahwa menurut para ulama kondisi sungai di surga itu sebagaimana berikut,
أنهار الجنّة  تجري في غير أخدود من تحت أشجار الجنّة ة أنزله البساين ما كانت أشجارها مظلة  و الأنهار في خلالها مطردة، و الماء الجاري من النعمة العظيمى و اللذة الكبرى و لذا قرن الله تعالى الجنات بذكر الأنهار الجارية و قدمه على سائر نعوتها
Sungai-sungai di surga mengalir di bawah pohon-pohon yang rindang. Taman yang paling menyenangkan adalah taman yang memiliki pohon-pohon yang lebat dan sungai-sungai yang mengalir di bawah-nya. Air yang mengalir merupakan nikmat dan kesenangan yang besar. Karena itulah Allah menghubungkan ungkapan surga dengan menyebutkan sungai yang mengalir.

c. Buah-buahan surga
Allah berfirman bahwa bagi penghuni surga diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu mereka mengatakan, "inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu," mereka diberi buah-buahan yang serupa. Al Qurthubi berpendapat ada dua ta'wil yang berkenaan dengan kalimat "yang pernah diberikan kepada kami dahulu" yaitu,
أحدهما. هذا الذي وعدنا به في الدنيا.  والثاني ـ هذا الذي روقنا في الدنيا
Bisa bermakna hal ini telah dijanjikan kepada kami di dunia. Atau ini telah diberikan kepada kami di dunia.

Ada juga yang mengartikan dahulu dengan pengertian di surga bukan di dunia. Karea mereka terus diberikan makanan dan tidak pernah berhenti, dan ketika mereka memakannya mereka akan senaniasa menemukan rasa yang berbeda dengan rasa sebelumnya. Mengenai buah-buahan yang serupa ada beberapa pengertian. Menurut Ibnu Abbas Mujahid dan Hasan, serupa sebagiannya dalam bentuk namun berbeda dalam rasa. Ikrimah berkata,
يشبه ثمر الدنيا ويباينه في جل الصفات
Serupa dengan buah-buahan dunia namun sebagian besar sifatnya berbeda.

Ibnu Abbas berkata,
هذا على وجه التعجب وليس في الدنيا شيء مما في الجنة سوى الأسماء فكأنهم تعجبوا لما رأوه من حسن الثمرة وعظم خلقها
Ini adalah ungkapan takjub, sebab tidak ada sesuatupun di dalam dunia yang ada di dalam surga kecuali hanya nama, seakan-akan mereka takjub ketika melihat betapa bagus dan besarnya.

Ibnu Katsir menuliskan dari Ibnu Abi Hatim yang meriwayatkan dari Yahya Ibnu Abu Kasir yang pernah mengatakan bahwa rerumputan surga terdiri atas minyak za'faran, sedangkan bukit-bukitnya terdiri atas minyak kesturi. Para ahli surga dikelilingi pelayan-pelayan yang menyuguhkan beraneka buah-buahan, lalu mereka memakannya. Kemudian disuguhkan pula kepada mereka hal yang semisal, maka berkatalah penduduk surga kepada para pelayan, "inilah yang pernah kalian suguhkan kepada kami sebelumnya." Lalu para pelayan menjawabnya, "makanlah, bentuknya memang sama tapi rasanya berbeda."

Sa'id Hawwa berpendapat adanya kesamaan jenis buah-buahan yang ada di dunia mengingat karena manusia lebih senang dan cenderung kepada sesuatu yang sudah dikenalnya. Bila dia melihat adanya keistimewaan yang hebat maka dia akan lebih kagum dan terpesona.

Sayyid Quthb mengulasnya dengan ringkas,
وهي ترسم جواً من الدعابة الحلوة ، والرضى السابغ ، والتفكه الجميل ، بتقديم المفاجأة بعد المفاجأة ، وفي كل مرة ينكشف التشابه الظاهري عن شيء جديد
Hal ini menggambarkan suasana senang dan penuh kegembiraan, kepuasan yang sempurna, dan kesenangan yang luar biasa dengan suguhan kejutan demi kejutan karena di dalam setiap kemiripan bentuk itu terungkap sesuatu yang baru.

d. Bidadari - bidadari surga
Sa'id Hawwa menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan istri-istri yang suci adalah
من مساوىء الأخلاق، و مما يختص بالنساء في الدنيا من حيض و استحاضة، و مما لا يختص بالمرأة من البول و الغائط و سائر الأقذار و الأدناس، و مطهرة أبلغ من طاهرة  لأنّها تكون للتكثير و فيها إشعار بأن مطهراً طهرن وما ذلك  إلاّ الله
Istri-istri yang bersih dari segala kerusakan akhlaq dan terhindar dari hal-hal yang biasa dialami oleh kaum wanita, serta dari segala kotoran dan najis. Kata suci lebih dalam maknanya dari bersih, hal ini adalah penegasan bahwa yang membersihkan istri-istri tersebut adalah Allah hingga menjadi suci.

e. Penghuni surga kekal di dalamnya.
Menurut al Qurthubi makna al khulud dalam ayat adalah keabadian yang hakiki. Ibnu Katsir menambahkan,
هو تمام السعادة، فإنهم مع هذا النعيم في مقام أمين من الموت والانقطاع فلا آخر له ولا انقضاء، بل في نعيم سرمدي أبدي على الدوام
Ini adalah kebahagiaan yang sempurna, karena disamping mereka mendapatkan kenikmatan surga mereka juga terbebas dan aman dari kematian dan terputusnya nikmat. Dengan kata lain nikmat yang mereka peroleh tiada akhir dan tiada habisnya, bahkan mereka berada dalam kenikmatan yang abadi selama-lamanya.

Hanya kepada Allah kita memohon agar dihimpun bersama golongan ahli surga ini, sesungguhnya Allah Maha Baik lagi Maha Penyayang.

Diadaptasi secara bebas dari:
Al Qurthubi, Abu Abdillah Muhammad. Al Jami' li Ahkamil Qur'an wal Mubayyin lima Tadhamanahu minas Sunnah wa ayil Qur'an. Daarul Hadits, Kairo-Mesir.
Ibnu Katsir, Imaduddin, Tafsir al Qur'anul Adzhim, Maktabah Syamilah.
Hawwa, Sa'id. Al Asas fi Tafsir, Daarus Salam, Yordania, Cet 1. 1985
Quthb, Sayyid, Fii Dzilalil Qur'an, Darus Syuruq, Mesir, Cet 10
Tadabbur Surat Ar Ruum 21

وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri. Supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. Ar Ruum 21

Pokok-Pokok Pikiran Dalam Ayat

A. Penciptaan istri bagi suami adalah tanda-tanda kekuasaan Allah
Islam adalah agama fitrah, semua hukum Islam dalam segala tingkatannya sesuai bahkan menjamin terselamatkannya fitrah manusia di dunia dan akhirat. Dengan demikian setiap individu dalam masyarakat Islam tidak akan melakukan hal-hal yang diluar kesanggupannya. “(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” surat 30:30.

Syari’at Islam melarang kerahiban yang keliru seperti menahan diri dari menikah dan mengasingkan diri dari lingkungan sosialnya untuk beribadah kepada Allah. Sebab hal ini bertentangan dengan fitrah manusia. Dalam ayat ini Allah bahkan menegaskan bahwa penciptaan istri bagi suami adalah tanda-tanda kekuasaan-Nya atas mahluk. Allah ciptakan dari jenis manusia sendiri bahkan dari tulang rusuk suaminya (Adam as) pada awalnya dan dari nutfah laki-laki (suami).
Sebagaimana pendapat Imam ath Thobari, bahwa dalam ayat tersebut Allah menyebutkan
وَمِنْ حِِجَجِهِ وَأَدِلَّتِهِ عَلَى ذَلِكَ أَيْضًا خَلَقَهُ ِلأَبِيْكُمْ آدَمُ مِنْ نَفْسِهِ زَوْجَةٌ لِيَسْكُنُ إِلَيْهَا
dan diantara hujjah dan dalil (atas Kekuasaan-Nya) adalah Allah telah menciptakan Bapak kamu sekalian Adam dan pasangannya dari dirinya sendiri agar ia merasa tenteram.
Demikian pula pendapat Imam al Baidhowi dalam tafsir ayat ini,
لِأَنَّ حَوَاءَ خَلَقَتْ مِنْ ضِلْعِ آدَمٍ وَسَائِرِ النِّسَاءِ خَلَقْنَ مِنْ نُطْفِ الرِّجَالِ أَوْ لِأَنَّهُنَّ مِنْ جِنْسِهِ لَا مِنْ جِنْسٍ آخَرٍ
Karena sesungguhnya Allah menciptakan Hawa dari tulang rusuk Adam dan perempuan yang lainpun Allah ciptakan dari nutfah laki-laki atau karena sesungguhnya para wanita itu dari jenisnya sendiri dan bukan dari jenis yang lain.
Mengutip pendapat dari Qatadah ra Imam al Qurthubi mengemukakan hal yang sama. Sebuah riwayat dalam tafsir ath Thobari juga mengemukakan bahwa istri-istri seluruh manusia itu diciptakan dari salah satu tulang rusuk Adam. Sebagaimana telah disampaikan oleh Basyar kepada kami, ia berkata: “telah berkata kepada kami Yazid”, ia berkata: “telah berkata kepada kami Sa’id”, ia berkata dari Qatadah:
( وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا ) خَلَقَهَا لَكُمْ مِنْ ضِلْعٍ مِنْ أَضْلاَعِهِ.
Yang dimaksud ayat (Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri) adalah bahwa Allah telah menciptakan pasangan bagi kamu sekalian dari salah satu tulang rusuknya (Adam).

B. Pernikahan itu menumbuhkan kecenderungan & ketentraman suami kepada istrinya serta sarana Allah melimpahkan kasih-sayang diantara mereka berdua.
Sesungguhnyalah pernikahan itu menumbuhkan kecenderungan dan bersatunya hati suami dan istri, perbedaan yang ada diantara keduanyalah yang menjadi sebab berhimpun dan berkasih sayangnya mereka di jalan Allah. Imam al Baidhowi mengemukakan,
لِتَمِيْلُوا إِلَيْهَا وَتَأَلَفُوا بِهاَ فَإِنَّ الْجِنْسِيَّةَ عِلَّةٌ لِلضَّمِ. بِأَنْ تَعِيشَ اْلإِنْسَانُ مُتَوَقِّفٌ عَلَى التَّعَارُفِ وَالتَّعَاوُنِ الْمُحُوجِ إِلَى التَوَادِّ وَالتَرَاحُمِ
Agar kamu sekalian cenderung kepadanya dan bersatu dengannya, maka sesungguhnya perbedaan-perbedaan itu menjadi sebab untuk berhimpun. Bahwasanya kehidupan manusia itu ditetapkan untuk saling mengenal dan saling tolong menolong yang kesemuanya itu membutuhkan perasaan saling cinta dan saling mengasihi diantara mereka.
Masih dari al Baidhowi mengenai mawaddah wa rahmah adalah kiasan untuk bercampurnya suami dan istri dan anak keturunan mereka. Dalam tafsir al Qurthubi disebutkan dari Ibnu Abbas, Mujahid dan al Hasan:
اَلْمَوَدَّةُ اَلْجِمَاعُ ، وَالرَحْمَةُ اَلْوَلَدُ
Al mawaddah adalah bercampurnya suami istri dan rahmah adalah anak keturunan.
Berkata as Sady bahwa mawaddah wa rahmah adalah mahabbah (cinta) dan syafaqah (kasih sayang). Dan diriwayatkan sebuah pengertian yang sedikit berbeda tentang mawaddah wa rahmah dari Ibnu Abbas ra:
اَلْمَوَدَّةُ حُبُّ الرَجُلُ اِمْرَأَتَهُ ، وَالرَّحْمَةُ رَحْمَتَهُ إِيَاهَا أَنْ يُصِيْبَهَا بِسُوْءٍ.
al mawaddah adalah cinta seorang laki-laki kepada isterinya dan ar rahmah adalah kasih-sayang suami terhadap isterinya apabila terdapat keburukan pada isterinya.
Imam ath Thobari menafsirkan mawaddah dengan pengertian,
جَعَلَ بَيْنَكُمْ بِالْمُصَاهَرَةِ وَالْخُتُونَةِ مَوَدَّةٌ تَتَوَادُّونَ بِهَا ، وَتَتَوَاصَلُونَ مِنْ أَجْلِهَا
Thobari berkata: Allah menjadikan diantara kamu sekalian saling menyatu untuk menjadi keluarga dan isteri yang baik-baik yang kamu sayangi yang dengannua kamu sekalian dapat berkasih-kasihan, dan kamu sekalian saling terhubung karenanya.
Sedangkan ar rahmah adalah
رَحِمَكُمْ بِهَا ، فَعَطَفَ بَعْضُكُمْ بِذَلِكَ عَلَى بَعْضٍ
Allah menyayangi kamu sekalian lewat pasangan yang Allah berikan kepadamu, sehingga sebagian kamu berkasih sayang kepada sebagian yang lain.
Sebagaimana Imam Bukhari telah meriwayatkan dari Abu Hurairah ra: Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam telah didatangi seorang laki-laki yang membawa seorang bayi, kemudian beliau meraih bayi itu ke dalam pelukannya, lalu bersabda:” apakah engkau menyayanginya?” laki-laki itu berkata: Ya, Nabi Bersabda, “sesungguhnya Allah lebih menyayangi kamu daripada kamu menyayangi dia. Dan Allah lebih mengasihi daripada orang yang mengasihi.

C. Pada “kekuasaan Allah” terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berfikir.
Tumbuhnya sakinah, mawaddah dan rahmah dalam keluarga adalah karena karunia dan kuasa Allah ta’ala, maka senantiasalah bertaqarrub kepadanya melalui pernikahan itu sendiri sebagaimana kita bertaqarrub kepada Allah melalui amal-amal soleh yang lain. Ath Thobari mengemukakan dalam ayat tersebut Allah mengingatkan kita agar,
إِنَّ فِي فِعْلِهِ ذَلِكَ لَعِبْرًا وَعَظَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَذَكَّرُونَ فِي حِجَجِ اللهِ وَأَدِلَّتِهِ ، فَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ اْلإِلَهُ الَّذِي لاَ يُعْجِزَهُ شَيٌء أَرَادَهُ ، وَلاَ يَتَعَذَّرُ عَلَيْهِ فِعْلُ شَيْءٍ شَاءَهُ
bahwasanya dalan amalan yang demikian itu terdapat ibrah dan nasihat untuk kaum yang senantiasa mengingat terhadap hujjah dan dalil Allah. Maka dengan mengingat semua itu kamu akan mengetahui bahwa Allah adalah Ilah yang tidak ada sesuatupun sanggup melemahkan keinginan-Nya dan jika Allah berkehendak maka tidaklah sulit bagi Allah untuk menjadikannya.
Pelajaran berikutnya adalah Allah mengingatkan bahwa melalui istrilah sakinah, mawaddah dan rahmah akan terwujud dan bukan melalui jalan yang lain yang tidak dibenarkan dan kewajiban istri untuk menuruti perintah suaminya. Al Qurthubi mengemukakan pendapatnya,
فَأَعْلَمَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ الَرِّجَالَ أَنَّ ذَلِكَ الْمَوْضِعَ خَلَقَ مِنْهُنَّ لِلرِجَالِ ، فَعَلَيْهَا بَذْلُهُ فِي كُلِّ وَقْتٍ يَدْعُوهَا الزَوْجُ
Maka Allah Azza wa Jalla lebih tahu terhadap kebutuhan laki-laki karena itulah Allah menciptakan tempat yang seharusnya bagi laki-laki pada isterinya, maka suatu kewajiban bagi seorang isteri untuk memenuhi panggilan suaminya.
Berikutnya adalah dengan menikahlah maka proses melanjutkan keturunan antara manusia dan hewan berbeda. Tidak hanya sekedar melampiaskan syahwat sebagaimana hewan. Manusia yang tidak melalui pernikahan untuk melanjutkan keturunan maka seperti hewanlah ia. Demikian hikmah dan pelajaran dari ayat ini sebagaimana pendapat al Baidhowi.

Kepustakaan
Al Baidhowi, Nashirudin Abi Sa'id, Anwaar at-Tanzil wa Asrar at-Ta'wil, Maktabah Syamilah
Ath-Thobari, Muhammad bin Jarir, Jami' al Bayan fi Tafsir al Ayat al Qur'an, Maktabah Syamilah
Al Qurthubi, Abu Abdullah, al Jami' li Ahkam al Qur'an, Maktabah Syamilah
Ridho, Muhammad Rashid, Tafsir al Qur-an al Hakim ( al Manar), Maktabah Syamilah.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »
Give us your opinion