Para fuqaha berbeda pendapat tentang hukum berkurban; apakah wajib atau sunnah. Abu Hanifah dan para sahabatnya berkata, "Berkurban hukumnya wajib satu kali setiap tahun bagi seluruh orang yang menetap di negerinya." (Tabyin al-Haqaiq 6/2)
Adapun menurut pendapat sebagian besar ulama fiqh, seperti para ulama mazhab syafi’i, mazhab Hanbali dan Imam Malik serta para Abu Yusuf sahabat Abu Hanifah, hukum berkurban adalah sunnah muakkad. (al maushu’at al-fiqhiyah 5/76)
Menurut pendapat yang populer dalam madzhab Maliki, hukum berkurban adalah sunnah muakkad, serta makruh meninggalkannya bagi seorang yang mampu melakukannya. hukum seperti ini berlaku bagi orang yang tidak sedang menunaikan ibadah haji yang pada saat itu tengah berada di Mina.
Selanjutnya, menurut ulama Mazhab Maliki sangat dianjurkan bagi orang yang mampu untuk mengeluarkan kurban atas setiap anggota keluarganya, meskipun jika orang itu hanya berkurban sendirian lantas meniatkannya sebagai perwakilan dari seluruh anggota keluarganya, atau orang-orang yang dalam tanggungannya, maka kurban yang bersangkutan tetap dipandang sah.
Sementara itu, menurut madzhab Syafi'i, hukum berkurban adalah sunnah 'ain bagi setiap orang, satu kali seumur hidup, dan sunnah kifayat [setiap tahun) bagi setiap keluarga yang berjumlah lebih dari satu. Dalam arti apabila salah seorang dari anggota keluarga tadi telah menunaikannya, maka dipandang sudah mewakili seluruh keluarga.
Adapun argumentasi yang dikemukakan madzhab Hanafi dalam mewajibkan kurban adalah firman Allah ta’ala dalam surat al-Kautsar,
فَصَل لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah.
Menurut mereka ayat perintah ini secara mutlak menunjukkan wajibnya mengerjakan sholat ‘ied dan berkurban. Demikian pula jika diwajibkan bagi Nabi Muhammad saw, maka wajib pula bagi ummatnya untuk mengikutinya, karena Nabi Muhammad saw adalah pemimpin dan teladan bagi ummatnya. (al maushu’at al-fiqhiyah 5/77)
Juga sabda Rasulullah saw,
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا
"Siapa yang dalam kondisi mampu lalu tidak berkurban, maka janganlah mendekati tempat shalat kami ini. (Nail al Authar 5/108)
Menurut mereka, ancaman yang seperti ini tidak akan diucapkan Nabi saw terhadap orang yang meninggalkan suatu perbuatan yang tidak wajib.
Adapun, jumhur ulama menetapkan sunnah hukumnya berkurban bagi setiap orang yang mampu. Hal ini didasarkan pada beberapa hadits seperti disebutkan di bawah ini:
أن رسول الله صلّى الله عليه وسلم قال: إذا رأيتم هلال ذي الحجة: وأراد أحدكم أن يضحي، فليمسك عن شعره وأظفاره
Jika kalian melihat hilal, tanda masuknya bulan Dzulhiiiah lalu salah seorang kalian ingin berkurban, maka hendaklah ia tidak memotong rambut dan kukunya (hingga datang hari berkurban). (HR Muslim 3/1565 hadits no 1977)
Jumhur ulama menyatakan bahwa pada hadits ini tindakan berkurban dikaitkan dengan keinginan seseorang. Sementara itu, pengaitan sesuatu dengan keinginan menunjukkan ketidakwajiban.
Imam Ahmad meriwayatkan
ثلاث هن علي فرائض، وهن لكم تطوع: الوتر، والنحر وصلاة الضحى
Ada tiga hal yang bagi saya hukumnya adalah fardhu sementara bagi kalian sunnah, yaitu shalat witir, berkurban, dan mengerjakan shalat Dhuha. (Musnad al Imam Ahmad 3/485 hadits no 2050, juga diriwayatkan oleh Imam al-Hakim, ad-Daruquthni dan al-Baihaqi)
Terdapat pula sebuah riwayat al-Baghwi tentang dua sahabat utama Nabi saw yaitu Abu bakar ra dan Umar ra.
أَنَّ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ، كَانَا لَا يُضَحِّيَانِ كَرَاهِيَةَ أَنْ يُرَى أَنَّهَا وَاجِبَةٌ
Bahwa pada suatu waktu mereka berdua tidak berkurban, karena khawatir orang-orang akan memandangnya sebagai perbuatan yang diwajibkan. (Syarh Sunan li al-Baghawi 4/384)
Riwayat yang serupa juga disampaikan oleh al-Baihaqi
كان أبو بكر وعمر رضي الله عنهما لا يضحيان السنة والسنتين مَخَافَةَ أَنْ يُرَى ذَلِكَ وَاجِبًا
Bahwasanya Abu Bakar dan Umar ra tidak berkurban dalam satu dan dua tahun karena khawatir, masyarakat menganggap berkurban menjadi sebuah kewajiban. ( sunan al-Baihaqi 9/265, dalam al-Majmu’ Imam an-Nawawi menghasankan riwayat ini 8/383)
wallahu a’lam bishhowab.