Da’wah Fardiyyah



Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shaleh dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?" ( al Fushilat 33)

Da’wah adalah cinta, da’wah adalah kasih sayang. Energinyalah yang menggerakkan lisan kekasih-Nya Muhammad sholallahu ‘alaihi wasallam untuk berdo’a bagi kebaikan kaum yang melemparinya batu hingga berdarah-darah. Para penyeru di jalan Allah bukanlah para hakim. “Kami adalah milik kalian wahai saudara-saudara tercinta, sesaatpun kami tak akan pernah menjadi musuh bagi kalian” (Hasan al Banna)

Da’wah adalah kehormatan, da’wah adalah harga diri. Tak nanti para pelakunya berbuat sebelum ia tercermin pada diri mereka. Da’wah adalah lambang integritas seorang muslim. Tak lemah menyeru manusia untuk mengerjakan kebaikan dan menjauhi keburukan, meski mereka menentangnya. Tak kenal putus asa karena Allah adalah sebaik-baik tempat kembali. Kesabaran beramal sholeh, menyerukannya dan berserah diri kepada Allah adalah kehormatan seorang muslim. Apatis membiarkan ummat ini tersesat adalah kehinaan. Muslim sejati tak sanggup hidup tanpa kehormatannya. “Bertahun-tahun kita sanggup hidup tanpa makanan dan tempat tinggal. Tetapi demi Allah mustahil kita bisa hidup tanpa harga diri dan kehormatan” (Abdur Rabbi Rasul Sayyaf)

Da’wah adalah jalan keselamatan yang ditempuh oleh Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam dan para pengikutnya. Mengeluarkan manusia dari kegelapan jahiliyyah kepada cahaya Islam, dari kekufuran kepada keimanan, dari kemusyrikan kepada tauhid dan dari siksa neraka kepada kenikmatan surga.

Demikianlah da’wah ilallah, selain sebuah kewajiban,  dengannya seorang muslim hidup, mewujudkan cinta kasih kepada sesamanya dan meraih kemenangan besar dari Allah ta’ala. 

Tak pelak lagi da’wah fardiyyah dalam perkara ini adalah solusi bagi setiap muslim. Menabur fikrah kepada individu terdekat, menjaga, memelihara dan menumbuhkan fikrah tersebut hingga akhirnya mereka menjadi pendukung fikrah, berhasil meski tanpa melalui mimbar dan podium. 

Bersemangat tak yakin kata mustahil, mengubah kondisi kritis menjadi produktif dan senantiasa teguh di atasnya. “seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shaleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar” (al fath 29)

Terminologi Da’wah Fardiyyah
Da’wah berasal dari kata (دعا – يدعو – دعواً – دَعوة - دعاءً) yang berarti (طلب إحضاره) menuntut kehadiran sesuatu, (احتاج إليه) membutuhkannya, (استعان به) meminta pertolongan dengannya, (رغب إليه و ابتهل) kembali kepadanya dan (رجا منه الخير) mengharapkan kebaikan darinya.[1]     Sedangkan al fardiyah menurut bahasa adalah (نزع الفرض إلى التحرّر من سُلطَانِ جَمَاعَةٍ) lepasnya pribadi dari ikatan kelompok untuk mendapat kebebasan.[2]

Dengan demikian secara bahasa dapat kita artikan bahwa da’wah fardiyyah adalah menuntut sesuatu kepada seorang objek da’wah karena kita mengharapkan pertolongan dan kebaikan dari orang tersebut.

Istilah da’wah fardiyyah menurut syaikh ‘Aqil al Muqtiri[3], adalah,
دعوة الناس منفردين فالفردية هنا من حيث المدعو، فالفردية في هذا النوع من حيث الداعي منفردًا بعمله مستقلًا بآرائه.
Berda’wah kepada manusia secara individual, yang dimaksud fardiyyah adalah dari aspek objek da’wah dan da’i dengan kelebihannya secara pribadi.
      
Dr Sayyid Muhammad Nuh[4] berpendapat bahwa da’wah fardiyah adalah,
التوجه بالدعوة أو الخطاب إلي المدعو علي انفراد ، أو مع جمع قليل من الناس لهم صفة الخصوص دون العموم
Mengarahkan dengan da’wah atau seruan kepada objek da’wah secara individual, atau dengan sekelompok kecil manusia dengan pendekatan yang khusus.

Da’wah jenis ini berarti seorang da’i memberikan perhatian secara khusus kepada orang yang diserunya, menjalin erat persahabatan dan persaudaraannya karena Allah ta’ala. [5] bahkan ada yang mendefinisikan da’wah fardiyyah adalah (الدعوة الفردية: بالنصيحة الأخوية، والهدية الرمزية) berda’wah melalui menasihati dengan cara kasih sayang dan hadiah yang mengesankan.[6]

Dari definisi-definisi tersebut dapat kita simpulkan bahwa da’wah fardiyyah merupakan da’wah yang bersifat khusus dan sangat personal, terkait dengan unsur da’i dan objek da’wahnya. Sehingga terjalin hubungan persaudaraan yang erat dan hangat.

Urgensi Da’wah Fardiyyah
Urgensi da’wah fardiyyah dapat dilihat dari 3 aspek, yaitu dari aspek juru dakwah, aspek jama’ah dan aspek masyarakat.

a. Aspek Juru Da’wah
Da’wah menjadi penting bagi da’i adalah karena da’wah fardiyyah merupakan kewajiban syari’at dan memiliki keutamaan yang besar. Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam memerintah-kannya  kepada kita,
فَقِّهُوا أَخَاكُمْ فِي دِينِهِ وَأَقْرِئُوهُ الْقُرْآنَ وَأَطْلِقُوا لَهُ أسِيرَهُ
Fahamkanlah saudaramu dalam hal agamanya dan bacakanlah baginya Al Qur’an dan ringankanlah baginya bebannya.[7] 

Allah ta’ala berfirman dalam surat Al Fushilat 33-35,
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ (33) وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ (34) وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ (35)
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shaleh dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?" Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.
            
Qatadah berkata[8], “mereka itulah hamba yang senantiasa benar perkataan dan perbuatannya, lahir dan batinnya, ketika sedang sendirian maupun ketika di keramaian, senantiasa beramal tanpa keinginan untuk menampakkannya.” (هذا عبد صدّق قولَه عملُه، ومولَجه مخرجُه، وسرَّه علانيته، وشاهده مغيبه.) Ibnu Abbas berkata[9], “Allah memerintahkan orang-orang beriman dengan sabar ketika marah, bijaksana dan memaafkan ketika terjadi kesalahan, maka ketika kalian melakukannya Allah akan menjagamu dari syetan dan melemahkan bagi kalian musuh kalian, seolah-olah Allah telah menjadi teman setia bagi kalian.” (أمر الله المؤمنين بالصبر عند الغضب، والحلم والعفو عند الإساءة، فإذا فعلوا ذلك عصمهم الله من الشيطان، وخضع لهم عدوُّهم، كأنه وليّ حميم). Al hasan berkata, “Dan demi Allah tidak ada keberuntungan yang lebih besar melainkan jannah”. (والله ما عظم حظ قط دون الجنة)[10]

b. Aspek Jama’ah
Da’wah fardiyyah adalah solusi bagi jama’ah da’wah. Da’wah fardiyyah adalah penopang jama’ah, kelangsungan dan kesinambungan jama’ah da’wah sangat bergantung kepada ketersediaan para pengusung fikrah jama’ah da’wah tersebut. Dan da’wah fardiyyahlah sarana menumbuhkan para pendukung fikrah jama’ah. Da’wah fardiyyah akan menghasilkan pribadi-pribadi yang berpegang teguh kepada agamanya dengan senantiasa membela dengan pembelaan yang tinggi.
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah… (Ali Imran 110).

Abu Hurairah ra berkata[11], “Kami manusia terbaik bagi manusia, mengajak mereka secara terkoordinir kepada Islam”. (نَحْنُ خَيْرُ النَّاسِ لِلنَّاسِ نَسُوقُهُمْ بِالسَّلَاسِلِ إِلَى الْإِسْلَامِ). 

Umar ibn Khattab ra berkata[12], “kuntum dikhususkan bagi sahabat-sahabat Muhammad saw, dan siapapun yang berbuat sebagaimana perbuatan mereka maka mereka pula ummat terbaik” (كُنْتُمْ فِي خَاصَّةِ أَصْحَابِ مُحَمَّدٍ وَمَنْ صنع مثل صَنِيعَهُمْ كَانُوا خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ). 

Sayyid Quthb mengatakan[13], “Ungkapan ukhrijat menggambarkan suatu gerakan yang tersembunyi yang rahasia, suatu gerakan yang indah yang merayap perlahan, namun gerakan ini mengeluarkan ummat kepentas dunia, yaitu ummat yang memiliki peranan khusus, maqam khusus dan hisab yang khusus pula.” (إنها كلمة تصور حركة خفية المسرى، لطيفة الدبيب. حركة تخرج على مسرح الوجود أمة. أمة ذات دور خاص. لها مقام خاص، ولها حساب خاص). Itulah da’wah fardiyyah.
           
c. Aspek Masyarakat
Da’wah fardiyyah adalah kebutuhan yang mendesak, hal ini dikarenakan masyarakat baru memahami bahwa da’wah berbentuk perayaan-perayaan, tabligh-tabligh, seminar-seminar dan sejenisnya. Padahal ini tidaklah cukup, perencanaan, praktek, diskusi dan evaluasi atas amaliah akan lebih terpenuhi melalui da’wah fardiyyah. Berikut diantara urgensi da’wah fardiyyah bagi masyarakat,[14]

Memungkinkan mengevaluasi penerapan amaliyah melalui pengarahan  kewajiban atas individu.( بالدعوة الفردية يمكن متابعة التطبيق العملي للتوجيهات الملقاة على الأفراد.)

Memungkinkan menghilangkan keragu-raguan yang terjadi ketika mengikuti da’wah jama’iyyah. (بالدعوة الفردية يمكن الرد على كثير من الشبهات التي تُلْقى على مسامع الأفراد والتي لا يمكن التحدث بها في الدعوة الجماعية.)

Dengan da’wah fardiyyah memungkinkan penanaman dasar-dasar keislaman yang benar dan memungkinkan diskusi terhadapnya dengan serius dan jelas. (بالدعوة الفردية يمكن غرس المبادئ الإسلامية الصحيحة ويمكن التحدث عنها بكل جدية ووضوح)

Dengan da’wah fardiyyah memungkinkan menyampaikan kebenaran kepada orang-orang yang menolak datang untuk belajar pada majelis. (بالدعوة الفردية يمكن إيصال الحق إلى الذين نفروا عن سماعه وعن مجالسة أهله.)
           
Langkah-Langkah Da’wah Fardiyyah
Menurut Sayyid Muhammad Nuh ada tiga langkah utama da’wah fardiyyah yaitu, ta’aruf, kemudian meluruskan pemahaman keislaman dan membentuk kecenderungan, terakhir menanamkan loyalitas yang benar.[15]

Menurut ‘Aqil al Muqtiri da’wah fardiyyah memiliki beberapa pendekatan[16] yaitu,
·  membina silaturahim dengan objek da’wah melalui ta’aruf yang berkesan.
· membangkitkan kekuatan iman objek da’wah yang mungkin sedang lesu,
· memberikan pengarahan kepada objek da’wah untuk memperbaiki ibadah dan adab sehari-hari,
· menjelaskan kepada objek da’wah tentang syumuliyah Islam, bahwa Islam bukan hanya ibadah mahdah belaka,
· menjelaskan kepada objek da’wah tentang aspek-aspek jama’iyyah dalam Islam,
· menjelaskan kepada objek da’wah tentang realita ummat dan kewajiban berda’wah, terakhir mengobarkan semangat objek da’wah untuk berkesinambungan dalam menuntut ilmu.

Penutup
Seandainya sebuah kelurahan memiliki 30 kader da’wah, masing-masing berda’wah fardiyyah kepada 5 orang hingga berhasil menjadi muayyid (penegak da’wah) selama 3 tahun. Maka pada tahun ketiga akan ada 150 kader da’wah baru, tahun ke enam 750, tahun ke Sembilan 3.750, tahun kedua belas 18.750, tahun kelima belas 93.750.

وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)
Demi Masa, Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran. (al Ashr 1-3).

Hasbunallah wa Ni’mal Wakiil

[1] Ibrahim Musthofa et.al. : Al Mu’jam al Wasith. Turki: al Maktabah al Islamiyyah li at thiba’ah wa annashr wa attauji’. tt, hlm 286.
[2] Ibid, hlm 680
[3] ‘Aqil al Muqtiri: ad Da’watu al Fardiyyah wa Ahammiyatuha fi Tarbiyati al ajyal. Saudi Arabia: Wizaratu al Awqaf as Su’udiyyah. tt, hlm 3.
[4] Sayyid Muhammad Nuh: Fiqh ad Da’wah al Fardiyyah fi al manhaj al Islami. Mesir: Daar al Wafa li ath thiba’ah wa an nashr. 2000 M, hlm 6
[5] DR Ali Abdul Halim Mahmud: Dakwah Fardiyah (terjemahan). Jakarta: Gema Insani Press, 2004 M, hlm 26.
[6] Dr Sa’id bin Wahf al Qahthani: al Hikmah fi ad Da’wah ila Allah ta’ala. Saudi Arabia: Wizaratu asy syuun al islamiyyah wal awqaf wa ad da’wah wal irsyad. 1423 H, hlm 128.
[7] Abul Qasim ath Thabrani: al Mu’jam al Kabir. Mesir: Maktabah Ibnu Taimiyah, 1415 H, juz 17 hlm 58 hadits ke 118.
[8] Ibnu Jarir ath Thobari: Jami’ al Bayan an Ta’wil Ayi al Qur’an. Beirut: Muassasah ar Risalah, 1420 H, jilid 21, hlm 469.
[9] Ibid, jilid 21, hlm 471.
[10] Abul hasan ali al mawardi: an nukat wal uyun. Beirut: Daar al kutub al ilmiyyah, tt. Jilid 5, hlm 182.
[11] Imam al Qurthubi: al Jami’ li Ahkam al Qur’an, Qahirah: Daar al Kutub al Mishriyah, 1384 H, jilid 4, hlm 170.
[12] r Razi Ibnu Abi Hatim: tafsir al qur’an al adzhim. Saudi Arabia: maktabatu an nizaari musthofa al baaz, cet 3, 1419 H, jilid 3, hlm 732.
[13] Sayyid Quthb: Fii Dzilal al Qur'an, Beirut: Daar Asy Syuruq. 1412 H, jilid 1, hlm 447.
[14] ad Da’watu al Fardiyyah wa Ahammiyatuha fi Tarbiyati al ajyal, hlm 7.
[15] Dr. Sayyid Muhammad Nuh: Fiqh Da’wah dalam kumpulan mualifatnya, www.alsayednooh.com.
[16] Lihat ad Da’watu al Fardiyyah wa Ahammiyatuha fi Tarbiyati al ajyal, hlm 11- 18.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »
Give us your opinion