أخوة الدين لا تنقطع بمخالفة النساب
Tak terputus persaudaraan agama karena perbedaan nasab. (Ali Abdul Halim Mahmud)
Ukhuwwah terlahir dari sebuah rahim yang bernama kesetiaan, kesetiaan aqidah, setia memegang janji kepada Allah dan sekali-kali tidak merubahnya. Jika mujahadah pengorbanan dengan jiwa dan harta adalah ukuran kesetiaan aqidah, maka seperti itu pula ukuran yang berlaku bagi ukhuwwah. Adakah Allah tujuan yang lebih utama bagi jiwa dan harta. “jika tiada Allah dihatimu, pada siapa kau kan berharap?” (Ibnu Rajab)
Jika Allah menguji dengan keburukan saudaramu, sanggupkah kau selamatkan hatimu dengan melakukan pertolong-an pertama padanya, yaitu berlapang dada. Atau sanggupkah dirimu menggapai tangga teratas ukhuwwah – itsar – bagi saudara mu yang memerlukan pertolongan. Perkataan yang baik, nasihat dengan haq dan sabar, senyum ramah dan simpati yang dalam adalah peredam bagi keburukan dan kesulitan ikhwah kita. “tiadalah kebaikan yang ringan itu menjadi sulit dan berat melainkan bagi orang-orang yang ada nifaq di hatinya.” (al mawardi)
Makna kecintaan dan persaudaraan lahir diantara sahabat Anshor dan Muhajirin sejak ta’aruf mereka yang pertama. Kekuatan aqidah menjadikan mereka memiliki kekuatan ukhuwwah dan wihdah. Sadarlah bahwa kesempatan beramal itu terbatas, hari-hari berlalu tanpa kembali, dan tak lama lagi akhir perjalanan akan diraih. Maka dapatkanlah keunggulan amal dengan semangat ukhuwwah. Mementingkan diri sendiri, sombong, dan merasa diri sendirilah pemilik kebenaran adalah berhala yang harus dihancurkan. “Kesucian jiwa, keluhuran budi, kerendahan hati, kemuliaan akhlaq, kejujuran, kecintaan dan keseriusan dalam menekuni tujuan yang mulia adalah bukti kekuatan aqidah, (Muhammad Quthb) bukti kekuatan ukhuwwah. Untuk bangkitnya, ummat ini membutuhkan orang-orang ikhlas yang bekerja dalam sebuah ikatan yang kokoh” (yusuf al qaradhawi)
Jika kemenangan ingin diraih penuhilah tuntutan ukhuwwah islamiyyah, berpegang teguh kepada tali Allah dengan menjadikan alQur’an dan hadits sebagai jalan hidup, jauhi perpecahan, satukan hati atas cinta kepada Allah dan serulah manusia kejalan Allah. (ali abdul halim Mahmud)
إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ، فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الحَدِيثِ، وَلاَ تَحَسَّسُوا، وَلاَ تَجَسَّسُوا، وَلاَ تَحَاسَدُوا، وَلاَ تَدَابَرُوا، وَلاَ تَبَاغَضُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا
Kalian bersama prasangka kalian, sesungguhnya prasangka itu seburuk-buruk perkataan, janganlah saling mencari-cari keburukan, janganlah saling mengadu domba, janganlah saling mendengki, janganlah saling bermusuhan, janganlah saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.[1]
“Maka marilah menjalani hidup bersama saudara seiman dengan mawaddah, lemah lembut, belas kasih, saling pengertian dan tolong-menolong dalam kebaikan dengan hati yang bening dan nasihat.” (imam an-nawawi) Karena kesempurnaan imanmu juga terukur dari kadar cinta pada saudaramu…(ahmad ibn hanbal)
hasbunallah wa ni’mal wakil
[1] Imam al Bukhari: Shahih Bukhari, Daar thuq an najah, 1422 H, jilid 8 hlm 19 hadits ke 6064, hadits dari Abu Hurairah ra.