Misi Rasulullah Mendidik Manusia



Tadabbur Surat Al Baqarah ayat 151

كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ
Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah (As Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.

Makna Umum

Ayat ini adalah sebuah pemberitahuan Allah ta’ala akan keutamaan para pendidik. Diutusnya Rasulullah saw adalah setinggi-tinggi karunia dan keberkahan dalam hidup manusia. Ibnu Katsir berkata,[1] “يُذكر تَعَالَى عِبَادَهُ الْمُؤْمِنِينَ مَا أَنْعَمَ بِهِ عَلَيْهِمْ مِنْ بِعْثَةِ الرَّسُولِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِمْ” dalam ayat ini Allah ta’ala mengingatkan hamba-hamba-Nya yang beriman tentang nikmat yang dilimpahkan atas mereka berupa diutusnya Rasulullah saw. Al wahidi bahkan berpendapat[2] “ولأتمَّ نعمتي عليكم كإرسالي إليكم رسولاً” telah sempurna kenikmatan atas manusia dengan diutusnya Rasul bagi kalian.

Ayat ini kemudian menjelaskan bahwa anugerah diutusnya Rasul bagi manusia adalah karena misi yang dibebankan baginya, yaitu membacakan ayat-ayat Allah, menyucikan, mengajarkan al kitab dan sunnah, serta mengajarkan hal-hal yang belum diketahui.

Dengan demikian mengadakan halaqah-halaqah ilmiyyah, ruhiyyah serta jasadiyyah untuk membina, mengembangkan sekaligus mengarahkan potensi para peserta didik adalah tugas yang sangat mulia, karena itulah diantara misi yang diemban oleh Rasulullah saw.

Membacakan ayat-ayat Allah

Membacakan al Qur’an adalah misi utama diutusnya Rasulullah saw. Fakhurrazi berkata[3] al Qur’an adalah “مُعْجِزَةٌ بَاقِيَةٌ” mukjizat yang kekal abadi sepanjang masa. Selanjutnya Fakhrurrazi menjelaskan manfaat dibacakannya al Qur’an bagi peserta didik sebagai berikut,

a. فَيَتَأَدَّى بِهِ الْعِبَادَاتُ, menjelaskan tentang peribadahan.
b. فَيُسْتَفَادُ مِنْهُ جَمِيعُ الْعُلُومِ, memperoleh prinsip-prinsip pengetahuan dan keilmuan.
c. فَيُسْتَفَادُ مِنْهُ مَجَامِعُ الْأَخْلَاقِ الْحَمِيدَةِ, mendapatkan prinsip-prinsip akhlaq terpuji.
d. فَكَأَنَّهُ يَحْصُلُ مِنْ تِلَاوَتِهِ كُلُّ خَيْرَاتِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ, dan menyampaikan bahwa membaca al Qur’an adalah kebaikan dunia dan akhirat.

Membacakan al Qur’an juga menjadi dalil bahwa ketauhidan dan petunjuk yang didapatkan darinya adalah hak Allah ta’ala, serta menjadi bukti atas kebenaran kenabian.

Selanjutnya keutamaan dari dibacakannya al Qur’an adalah memerdekakan manusia dari kebodohan fikiran dan kesesatan hawa nafsunya. Muhammad Rashyid Ridho menjelaskan dalam tafsirnya[4] “وَذَكَرَ لَهُمْ فِيهِ آيَاتِ اللهِ فِي الْآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ، وَوَجْهُ الْمِنَّةِ أَنَّهُ يَقُودُهُمْ إِلَى الْحَقِّ بِالدَّلِيلِ وَالْبُرْهَانِ دُونَ التَّقْلِيدِ وَالتَّسْلِيمِ بِغَيْرِ فَهْمٍ وَلَا إِذْعَانٍ،” Allah ta’ala mengingatkan tentang tanda-tanda kekuasaan-Nya atas semesta dan dalam diri mereka, ketundukan yang dilandasi dengan bukti-bukti dan petunjuk yang benar bukan taqlid, ketundukan dan persetujuan yang tanpa didasari pemahaman atasnya.

Al Qur’an itu memerdekakan akal. Aturan agama adalah penguat dan petunjuk serta sumber inspirasi, tanpa paksaan atas akal atau mematikan potensinya. Demikianlah pendapat al Maraghi[5] dalam tafsirnya“أنه يهديهم إلى الحق مصحوبا بالدليل والبرهان، دون التقليد والتسليم بلا تبصر وفهم، وبذا يكون العقل مستقلا، والدين له مرشدا وهاديا” Sesungguhnya Allah membimbing manusia kepada kebenaran disertai dengan bukti-bukti yang kuat dan penjelasan yang nyata. Bukan taqlid atas tradisi tanpa wawasan atasnya dengan demikian akal manusia menjadi mandiri dan agama menjadi pemimpin dan panduan atasnya.

Menyucikan Diri Manusia

Menyucikan diri manusia memiliki beberapa pengertian, ath thobari[6] mengemukakan bahwa yang dimaksud adalah “يطهّركم من دَنَس الذنوب” membersihkan dari kotosan dosa. Demikian pula Ibnu katsir, ia berpendapat bahwa makna tazkiyah[7]“يُطَهِّرُهُمْ مِنْ رَذَائِلِ الْأَخْلَاقِ ودَنَس النُّفُوسِ وَأَفْعَالِ الْجَاهِلِيَّةِ، وَيُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلَمَاتِ إِلَى النُّورِ” adalah membersihkan manusia dari keburukan-keburukan akhlaq, kekotoran jiwa dan prilaku-prilaku jahiliyyah, serta mengeluarkan manusia dari kegelapan kebodohan menuju cahaya kebenaran.

Al Mawardi berpendapat bahwa yang dimaksud menyucikan meliputi 2 hal yaitu[8]  “يطهركم من الشرك”  membersihkan dari kemusyrikan dan “أن يأمركم بما تصيرون به عند الله أزكياء” Allah memerintahkan kepada mereka agar dengan al Qur’an mereka menjadi suci disisi Allah.

Pendapat berikutnya dikemukakan oleh ar Razi,[9] bahwa tazkiyah dalam ayat ini meliputi 3 makna, yaitu “أَنَّهُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ يُعَلِّمُهُمْ مَا إِذَا تَمَسَّكُوا بِهِ صَارُوا أَزْكِيَاءَ عَنِ الْحَسَنِ” sesungguhnya Rasulullah saw mengajarkan kepada mereka agar berpegang teguh kepada al Qur’an hingga mereka menjadi bersih dengan kebaikan. Kedua “يَعْلَمُ مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ مِنْ مَحَاسِنِ الْأَخْلَاقِ فَيَصِفُكُمْ بِهِ” memberitahukan segala sesuatu kepada manusia tentang kebaikan akhlaq yang dengannya kalian tersifati. Ketiga “أَنَّ التَّزْكِيَةَ عِبَارَةٌ عَنِ التَّنْمِيَةِ” bahwa tazkiyah diibaratkan dengan pertumbuhan dari sedikit menjadi banyak.

Dari pengertian-pengertian tersebut di atas dapat kita rumuskan maksud mentazkiyah adalah, menyucikan jiwa manusia dengan al Qur’an – setelah dibacakan kepada manusia – hingga dengannya manusia tersifati, menjadi bersih dari dosa dan kemusyrikan serta prilaku-prilaku jahiliyyah, hingga akhlaq manusia bertumbuh secara bertahap menuju kesempurnaan.

Mengajarkan Manusia al Qur’an dan Hikmah

Tahap berikutnya dari misi Rasulullah mendidik manusia adalah mengajarkan manusia al Qur’an dan hikmah. Al asfihani[10] mengemukakan bahwa mengajarkan al Qur’an berarti “تبين أحكامه الشرعية، ومن العبد العمل بها” menjelaskan hukum-hukum  syari’at yang dengannya manusia dapat beramal. Sedangkan pengertian hikmah adalah[11] “والحكمة ثمرة التعليم بهذا الكتاب وهي ملكة يتأتى معها وضع الأمور في مواضعها الصحيحة، ووزن الأمور بموازينها الصحيحة، وإدراك غايات الأوامر والتوجيهات” buah pengajaran dari al Qur’an. Hikmah adalah keahlian khusus yang dengannya seseorang dapat meletakkan sesuatu pada tempatnya yang benar, menimbang segala perkara dengan timbangan yang benar dan mengetahui tujuan semua perintah dan pengarahan.

Rashid Ridha berkata bahwa al Qur’an adalah[12] “الْكِتَابَ الْإِلَهِيَّ الَّتِي تَخْرُجُونَ بِهَا مِنْ ظُلْمَةِ الْأُمِّيَّةِ وَالْجَهْلِ إِلَى نُورِ الْعِلْمِ وَالْحَضَارَةِ” kitab ilahiyyah yang akan mengeluarkan manusia dari kegelapan buta huruf dan kebodohan kepada cahaya ilmu pengetahuan dan peradaban. Sedangkan al hikmah adalah “فَهِيَ الْعِلْمُ الْمُقْتَرِنُ بِأَسْرَارِ الْأَحْكَامِ وَمَنَافِعِهَا، الْبَاعِثُ عَلَى الْعَمَلِ، وَفَسَّرَهَا بَعْضُهُمْ بِالسُّنَّةِ” pengetahuan yang berhubungan dengan rahasia hukum-hukum (hikmah pensyari’atan hukum) dan kemanfaatannya serta memotivasi manusia untuk beramal dan hal ini diinterpretasikan sebagiannya dengan as sunnah.

Mengajarkan Hal-Hal yang belum diketahui

Misi terakhir Rasulullah saw dalam mendidik manusia pada ayat ini adalah mengajarkan hal-hal yang belum diketahui. Al mawardi berkata bahwa ruang lingkupnya meliputi “من أحكام الدين وأمور الدنيا” hukum-hukum agama dan perkara-perkara keduniaan.

Rashid Ridha berkata[13] “وَيُعَلِّمُكُمْ مَعَ الْكِتَابِ وَالْحِكْمَةِ مَا لَمْ يَسْبِقْ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ مِنْ شُئُونِ الْعَالَمِ وَنِظَامِ الْبُيُوتِ وَالْمُعَاشَرَةِ الزَّوْجِيَّةِ وَسِيَاسَةِ الْحُرُوبِ وَالْأُمَمِ” Mengajarkan manusia dengan al Qur’an dan Sunnah segala pengetahuan tentang alam, aturan-aturan keluarga, pergaulan dalam rumah tangga, serta pengaturan dan kebijakan tentang perang dan kenegaraan. Pendapat lain tentang makna ayat ini adalah adalah pengetahuan tentang khabar yang ghaib dan perihal bangsa-bangsa terdahulu.

Penutup

Demikianlah proses pendidikan yang diembankan Allah kepada Rasulullah saw. Madrasah teragung yang melahirkan banyak pemimpin dunia yang tak tertandingi, kokoh dalam urusan agama dan teratur dalam urusan dunia. Mereka menjaga agama dengan kekuatan dunia dan mengatur dunia dengan kesucian agama.
Sayyid Quthb berkata[14], Manhaj yang pernah melahirkan generasi dan kepemimpinan ini masih mampu melahirkan generasi dan kepemimpinan sepanjang zaman, asalkan ummat Islam benar-benar mengimani al Qur’an dan menjadikannya sebagai sistem kehidupan bukan sekedar bacaan yang dinikmati oleh telinga belaka.
Hasbunallah wa ni’mal wakiil


[1] Ibnu Katsir : Tafsir al Qur’an al Adzhim, Beirut : Daar Thoyyibah li nushr wat tauzi’, 1420 H,  Juz 1, hlm 464.
[2] Al Wahidi : al Wajiiz fi Tafsiir al Kitab al Aziiz, Beirut : Daar al Qolam, 1415 H, Juz 1, hlm 139.
[3] Fakhruddin Razi : Mafatiih al Ghaib, Beirut : Daar Ihya at aturats al Araby, 1420 H, Juz 4, hlm 123.
[4] Muhammad Rasyhid Ridho : Tafsir al Manar, Mesir : al Haiah al Mishriyyah al ‘Ammah lil Kitab, 1990, Juz 2, hlm 23.  
[5] Ahmad bin Musthafa al Maraghi : Tafsir al Maraghi, Mesir : Syirkatu Maktabatu wa Mathba’atu Musthofa al Baaby al Halby, 1365 H, Juz 2, hlm 19.
[6] Abu Ja’far ath Thobari : Jami’ al Bayan ‘an Ta’wil li Ayyil Qur’an, Beirut : Muassasah ar Risalah, 1420 H, Juz 3, hlm 211.
[7] Tafsir al Qur’anul Adzhim, Juz 1, hlm 464.
[8] Al Mawardi : an Nukat wal Uyun, Beirut: Daar al Kutub al ‘Ilmiyyah, Juz 1, hlm 208.
[9] Mafatih al Ghaib, Juz 4, hlm 123.
[10] Raghib al Ashfihani : Tafsir Raghib al Ashfihani, Mesir : Kuliiyatul Adab – Jami’ah Thontho, 1420 H, Juz 1, hlm 344
[11] Sayyid Quthb : Fii Dzilal al Qur’an, Mesir : Daar as Syuruq, 1412 H, Juz 1, hlm 139
[12] Tafsir al Manar, Juz 2, hlm 24.
[13] Tafsir al Manar, Juz 2, hlm 26.
[14] Fi Dzilal al Qur’an Juz 1, hlm 139

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »
Give us your opinion