Jenis-Jenis Penyakit Hati yang disebabkan
oleh Syubhat
Syirik
Kata
syaroka berarti “مُخَالَطَةُ الشَّرِيكَيْنِ” mencampur dua persekutuan[1].
Dalam Qamus al Fiqh[2] kata asy syirku berarti “النصيب” bagian, dikatakan pula asy syirku“اعتقاد تعدد الآلهة” keyakinan akan banyaknya
sesembahan, karena pelaku syirik membagi penyembahannya kepada banyak ilah
selain Allah.
Asal mula syubhat ini adalah berlebih-lebihan dalam mencintai orang-orang shaleh hingga mengkultuskannya dengan alasan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Allah ta’ala berfirman pada surat Nuh ayat 23-24,
وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ
وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا (23) وَقَدْ أَضَلُّوا
كَثِيرًا وَلَا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلَّا ضَلَالًا (24)
Dan mereka
berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan
kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan
jangan pula suwaa`, yaghuts, ya`uq dan nasr".
Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan
(manusia); dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang dzalim itu
selain kesesatan.
Ath Thobari[3]
meriwayatkan dari Mahran dari Sufyan dari Musa dari Muhammad bin Qais tentang
Ya’uq dan Nasra,
“كانوا قومًا صالحين من بنى آدم، وكان لهم أتباع يقتدون بهم،
فلما ماتوا قال أصحابهم الذين كانوا يقتدون بهم: لو صوّرناهم كان أشوق لنا إلى
العبادة إذا ذكرناهم، فصوّروهم، فلما ماتوا، وجاء آخرون دبّ إليهم إبليس، فقال:
إنما كانوا يعبدونهم، وبهم يُسقون المطر فعبدوهم”
Mereka adalah orang-orang shaleh keturunan
Adam yang memiliki pengikut yang meneladani mereka. Saat mereka wafat, salah
seorang pengikut yang meneladani mereka berkata, “Seandainya kita melukis
mereka maka kita akan selalu rindu beribadah saat kita mengenang mereka. Saat
mereka wafat dan berganti generasi, iblis menimbulkan perselisihan, ia berkata,
“mereka dahulu menyembah orang-orang dalam lukisan itu dan mereka menurunkan
hujan. Kemudian generasi tersebut menyembah lukisan itu.
Nifaq
Kata nifaq diambil dari kata nafaqa, yang menurut ibnu
faris[4]
adalah “يَدُلُّ أَحَدُهُمَا عَلَى انْقِطَاعِ شَيْءٍ
وَذَهَابِهِ، وَالْآخَرُ عَلَى إِخْفَاءِ شَيْءٍ وَإِغْمَاضِهِ” menunjukkan
kepada terputus dan lenyapnya sesuatu dan terkadang juga menunjukkan menyembunyikan
dan menyamarkan sesuatu.
Munafiq adalah penyakit hati yang berbahaya,
penampilannya terlihat baik namun menyimpan keburukan. Pada tingkatan yang
berbahaya kemunafikan ini dapat mengakibatkan pelakunya keluar dari Islam
(murtad)
Allah ta’ala berfirman dalam surat al Baqarah ayat 8-9,
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ
آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ (8)
يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ
وَمَا يَشْعُرُونَ (9)
Di antara
manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari
kemudian", padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.
Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman,
padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.
Bid’ah
Dalam Qamus al Fiqhy[5],
secara bahasa bid’ah berarti “اسمٌ من الإبتداعِ، سواء كانت محمودة، أم مذمومة، ثم غلب
استعمالها فيما هو نقص في الدين أو زيادة” sebutan untuk sesuatu penciptaan yang belum pernah ada, bisa
jadi terpuji maupun tercela, kemudian dalam hal pengamalannya bid’ah tersebut
bisa menambah maupun mengurangi agama. Sedangkan secara syar’i berarti “تطلق في مقابل السنة، ولذلك فهي في
عرف الشرع مذمومة” kebalikan
dari yang diterima oleh sunnah, yang demikian ini menurut urf syar’i adalah
tercela.
Dari Irbadh bin Sariyah ra ,
Rasulullah saw memberikan pelajaran kepada kami hingga hati kami takut
kepadanya dan mata kami mencucurkan airmata. Kami berkata, Wahai Rasulullah,
sepertinya pelajaran ini pelajaran orang yang akan berpisah. Oleh karena itu
berilah kami nasihat. Rasulullah saw bersabda,
أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ
وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ، وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ
مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي
وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ، تَمَسَّكُوا بِهَا
وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ،
فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
Aku wasiatkan hendaklah kalian
bertaqwa kepada Allah ta’ala, mendengar dan ta’at sekalipun kalian diperintah
oleh seorang budak, karena orang-orang hidup sepeninggal kalian akan melihat
pertentangan yang banyak, karenanya hendaklah kalian berpegang pada sunnahku
dan sunnah para khulafaur rasyidin yang mendapatkan petunjuk. Pegang sunnah
tersebut dengan gigi geraham. Tinggalkan hal-hal baru karena setiap bid’ah
adalah kesesatan.[6]
Berdasarkan pengamalannya maka
bid’ah terbagi menjadi dua yaitu, pertama berupa penambahan terhadap salah satu
syari’at Allah dan rasul-Nya serta ekstrimistas dalam beragama. Kedua berupa
pengurangan terhadap sesuatu yang diperintahkan Islam.
Terapi Penyakit Hati yang Disebabkan oleh Syubhat
Berpegang teguh kepada al Qur’an dan
Sunnah
Ibnul Qayyim al Jauziyah berkata
mengenai bahwa syubhat membuat fitnah berupa tersamarnya kebenaran dan
kebatilan juga tersamarnya petunjuk dan kesesatan. Lebih lanjut Ibnul Qayyim
menjelaskan[7] “ولا ينُجى من هذه الفتنة إلا تجريد
اتباع الرسول، وتحكيمه فى دِقِّ الدين وجِلِّه، ظاهره وباطنه، عقائده وأعماله،
حقائقه وشرائعه، فيتلقى عنه حقائق الإيمان وشرائع الإسلام” tidak akan mungkin terbebas dari fitnah ini selain memurnikan
ketaatan kepada Rasulullah saw dan menjadikannya sebagai penentu bagi kebenaran
dan kemuliaan agama ini, lahir dan batin, akidah dan amal, hakikat dan
syari’at. Maka ia akan menerimanya dari komitmennya tersebut hakikat iman dan
syari’at Islam.
Bersemangat menuntut ilmu yang
bermanfaat dari ulama yang berkompeten.
Ilmu yang bermanfaat merupakan senjata utama bagi
serangan syubhat, yang akan meredam keburukan dan menerangi jalan bagi
orang-orang yang berdosa. Pemahaman seseorang yang salah itu tumbuh dari kurangnya
ilmu pengetahuan. Sehingga ia melihat bid’ah sebagai sebuah kebenaran, selanjutnya
ia tidak segera bertaubat dan meninggalkan perbuatan bid’ahnya tersebut.
Sa’id bin Dawud az
Zanbary[8]
berkata, “الْعِلْمُ نُورٌ لِصَاحِبِهِ، وَدَلِيلٌ لِحَظِّهِ،
وَوَسِيلَةٌ تَنْبَرِي إِلَى دَرَجَاتِ السُّعَدَاءِ، وَصَاحِبٌ مُؤْنِسٌ فِي
السَّفَرِ” ilmu adalah
cahaya penerang bagi pemiliknya, petunjuk kepada kesuksesan, sarana menuju
kepada kebahagiaan, dan teman yang menyenangkan dalam perjalanan.
[1]
Ibnu Mandzhur, 1414 H, Lisanul ‘Arab, Beirut : Daar Shadr, 10/448
[2]
Sa’dy Abu Habib, 1408 H, al Qamus al Fiqhy, Suriah : Daar al Fikr, 1/195
[3] Abu
Ja’far ath Thobari, 1420 H, Jami’ al Bayan ‘an Ta’wil Aay al Qur’an,
Beirut : Muassasah ar Risalah, 23/639.
[4]
Ibnu Faris, op.cit, 5/454
[6] Ath Thabrani, 1415 H, al Mu’jam al Kabir li ath Thabrani, Cairo : Maktabah Ibnu Taimiyah, 18/245, hadits no 617. Hadits ini shahih
menurut Nashiruddin al Albany, lihat Silsilatu al ahadits ash Shahihah 6/526 no
2735.