Puasa Ramadhan Bagi Wanita Hamil dan Menyusui

 


Sigit Suhandoyo. Puasa di bulan Ramadhan merupakan salah satu kewajiban yang membutuhkan kekuatan fisik. Permasalahan yang sering terjadi bagi wanita hamil dan menyusui adalah, kekhawatiran akan timbulnya kemudharatan atas diri dan anaknya. Sehingga mereka tidak berpuasa di bulan Ramadhan. Hal ini menjadi pembahasan para ulama fiqh. Apakah wajib mengqadha puasa dibulan lain, atau membayar fidyah, atau keduanya.

Dalil ayat yang menjadi dasar pemikiran para ulama fiqh tentang hukum ibadah puasa bagi wanita hamil dan menyusui adalah al-Qur’an surat al-Baqarah (2) ayat 184.

أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

Dalil tentang hukum ibadah puasa bagi wanita hamil dan menyusui juga terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik ra, bahwasanya Rasulullah saw telah bersabda,

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ لِلْمُسَافِرِ الصَّوْمَ وَشَطْرَ الصَّلَاةِ، وَعَنِ الْحُبْلَى وَالْمُرْضِعِ

Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah menggugurkan kewajiban puasa dan separuh sholat dari pundak musafir, dan menggugurkan puasa dari pundak wanita hamil dan wanita menyusui. (sunan an-Nasai no 2315)

Menurut Ibnu Qudamah dari kalangan Hanabilah, para ulama sepakat bahwa bagi wanita hamil dan menyusui dibolehkan tidak berpuasa, dengan syarat adanya kekhawatiran akan timbul kemudharatan atas dirinya atau anaknya (al Mughni 3/139). Dengan syarat yang sama, Ad-Dasuqi seorang ulama Malikiyah bahkan berpendapat wajib bagi wanita hamil dan menyusui untuk membatalkan puasanya (Hasiyatu ad-Dasuqi 1/536). Menurut Wahbah Zuhaili Hukum ini termasuk bagi seorang wanita yang menerima upah menyusui anak orang lain, apabila mengkhawatirkan timbulnya kemudharatan atas dirinya maupun anak yang disusuinya (al-Fiqh al-Islami 3/78). Lebih lanjut menurut Zuhaili, standar kemudharatan yang membolehkan berbuka harus diketahui secara meyakinkan, hal ini bisa mengacu pada pengalaman sebelumnya maupun keterangan medis yang terpercaya. 

Salah satu pendapat terkait hukum bagi wanita hamil dan menyusui yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan, karena kekhawatiran atas diri dan anaknya, adalah wajib mengqadha puasa saja. Mereka tidak wajib membayar fidyah. Ini adalah pendapat para ulama Hanafiyah (Fath al-Qadir li ibn Himam 2/355 ). Al Kasani mengutip pula pendapat dari Ali bin Abi Thalib ra dari kalangan sahabat dan Hasan dari kalangan tabi’in tentang wanita hamil dan menyusui,

وَعَلَيْهِمَا الْقَضَاءُ وَلَا فِدْيَةَ عَلَيْهِمَا عِنْدَنَا

Mereka wajib mengqadha puasa dan tidak ada kewajiban membayar fidyah atas keduanya.(Bada’i al-Shana’i 2/97)

Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Imam asy-Syafi’i dan ulama Syafi’iyyah.

قَدْ ذَكَرْنَا أَنَّ مَذْهَبَنَا أَنَّهُمَا إنْ خَافَتَا عَلَى أَنْفُسِهِمَا لَا غَيْرَ أَوْ عَلَى أَنْفُسِهِمَا وَوَلَدِهِمَا أَفْطَرَتَا وَقَضَتَا وَلَا فِدْيَةَ عَلَيْهِمَا بِلَا خِلَافٍ

bahwa perempuan hamil dan menyusui jika keduanya merasa khawatir atas dirinya bukan atas yang lainnya, atau atas dirinya dan anaknya, lalu berbuka dan mengganti puasanya maka tidak ada kewajiban membayar fidyah baginya, dalam hal ini tidak ada perselisihan pendapat.(al-Hawi al-Kabir 3/437 lihat juga al-Majmu’ 6/269) 

Dari kalangan ulama Malikiyah, Ibnu ‘Abdil Bar mengutip pendapat al-Auza’i, 

الْحَمْلُ وَالرَّضَاعُ عِنْدَنَا مَرَضٌ مِنَ الْأَمْرَاضِ تَقْضِيَانِ وَلَا إِطْعَامَ عَلَيْهِمَا

Mengandung dan menyusui dalam pandangan mazhab kami adalah penyakit. Mereka wajib mengqadha puasa dan tidak membayar fidyah (al-Istidzkar 3/365) 

Adapun jika dalam kenyataanya wanita hamil dan menyusui tersebut, benar-benar tidak sanggup secara berkepanjangan untuk mengqadha (mengganti puasanya), maka hukumnya kemudian dipindahkan kepada penggantinya yaitu membayar fidyah dengan memberi makan satu orang miskin sebagai ganti satu hari puasa. Wallahu a’lam bishowab.

Daftar Pustaka

  • Abu Abdurahman an-Nasa’i, Sunan an-Nasa’i, (Suriah: Maktab al-Mathbu’at al-Islamiyyah, Cet kedua, 1406 H)
  • Ibnu Qudamah al-Maqdisi, al-Mughni, (Mesir: Maktabah al-Qahirah, 1388 H) 
  • Muhammad bin Ahmad Ad-Dasuqi, Hasiyatu ad-Dasuqi ala asy-Syarh al-Kabir, (Suriah: Dar al-Fikr, 
  • Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, (Suriah: Dar al-Fikr, 1428 H) 
  • Kamaluddin Ibnu Himam, Fath al-Qadir (Beirut: Dar al-Fikr, tth) 
  • Abu Bakar al-Kasani al-Hanafi, Bada’i al-Shana’i fi Tartib al-Syara’i, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1986) 
  • Abu al-Hasan al-Mawardi, al-Hawi al-Kabir, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1999) 
  • Abu Zakariya an-Nawawi, al-Majmu’, (Beirut: Dar al-FIkr, tth).
  • Ibnu ‘Abdil Bar, al-Istidzkar, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2000) Juz 3, hlm 365.


Share this

Related Posts

Previous
Next Post »
Give us your opinion