Tafsir Surat An-Naba Bagian Ketiga Ayat 21-30

 


Sigit Suhandoyo. Setelah kelompok ayat sebelumnya menerangkan beberapa peristiwa hari kebangkitan hingga pengelompokan manusia, kelompok ayat selanjutnya menerangkan keadaan neraka, sifat para pendusta dan azab bagi mereka. 

إِنَّ جَهَنَّمَ كَانَتْ مِرْصَادًا (21) لِلطَّاغِينَ مَآبًا (22) لَابِثِينَ فِيهَا أَحْقَابًا (23) لَا يَذُوقُونَ فِيهَا بَرْدًا وَلَا شَرَابًا (24) إِلَّا حَمِيمًا وَغَسَّاقًا (25) جَزَاءً وِفَاقًا (26) إِنَّهُمْ كَانُوا لَا يَرْجُونَ حِسَابًا (27) وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا كِذَّابًا (28) وَكُلَّ شَيْءٍ أَحْصَيْنَاهُ كِتَابًا (29) فَذُوقُوا فَلَنْ نَزِيدَكُمْ إِلَّا عَذَابًا (30)

Sesungguhnya neraka Jahanam itu (padanya) ada tempat pengintai, lagi menjadi tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas, mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya, mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman, selain air yang mendidih dan nanah, sebagai pembalasan yang setimpal. Sesungguhnya mereka tidak takut kepada hisab, dan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dengan sesungguh-sungguhnya, dan segala sesuatu telah Kami catat dalam suatu kitab. Karena itu rasakanlah. Dan Kami sekali-kali tidak akan menambah kepada kamu selain daripada adzab.

Neraka jahannam memiliki tempat pengintai. Mahaguru susastra Ibnu Mandzhur mengemukakan bahwa kata (جَهَنَّمَ) jahanam merupakan kata serapan dari bahasa non arab. Sebagai salah satu nama neraka, jahanam digunakan untuk menggambarkan suatu jurang yang teramat dalam bagian dasarnya.  

Adapun kata (مِرْصَادًا) mirshoda, dalam bahasa arab berasal dari kata (رصد) yang berarti mengintai. Pemikir kenamaan dinasti Abasiyah, al-Mawardi mengemukakan 3 makna kata mirshoda dalam tafsirnya al-nukat wal ‘uyun. Pertama, pengawas yang akan membalas segala perbuatan manusia. Kedua, pos pengamatan yang harus dilewati untuk menuju kesurga. Dan ketiga, tempat mengintai musuh-musuh Allah.  Mengutip pendapat pakar susastra al-Ashma’i, Asy-Syaukani mengemukakan bahwa lafadz al-mirshod adalah bentuk mubalagah (hiperbola). sehingga seolah-olah sudah teramat lama neraka jahanam mengintai dan menanti kedatangan orang-orang kafir. 

Demikianlah neraka jahanam telah diciptakan, memiliki pos pengintaian yang akan mengintai amal setiap manusia. Mereka yang amalnya baik akan melewatinya dan yang amalnya buruk akan tertahan dan dijatuhkan kedalam jahanam, jurang yang teramat dalam.

Neraka tempat kembali dan tinggal orang-orang yang melampaui batas, dalam waktu yang panjang. Menurut penulis al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, kata (الطَّاغِينَ) adalah  orang yang melampaui batas, baik dalam perkara agama berupa kekufuran dan dalam perkara dunia berupa kedzaliman. 

Dalam ayat ini Allah ta’ala menegaskan bahwa, tempat kembali orang-orang yang melampaui batas adalah neraka. Pakar ilmu munasabah Burhanuddin al-Biqa’i mengemukakan, Allah ta’ala menjadikan isi neraka Jahannam adalah jin dan manusia. Namun Ia melimpahkan karunia-Nya dengan mengutus para Nabi dan memberikan manusia fitrah yang suci. Kemudian manusia mendzhalimi fitrahnya dan mengingkari para nabi, sehingga mereka kembali ke neraka. 

Sebagian besar ulama tafsir mengemukakan bahwa maksud dari kata maaba dalam ayat ini adalah tempat kembali dan tempat tinggal. 

Adapun kata (أَحْقَابًا) ahqaba memiliki banyak sekali pengertian. Mahaguru tafsir Ath-Thobari mengemukakan banyak riwayat tentang makna ahqaba. Ada yang berpendapat 300 tahun, 80 tahun dan 70 ribu tahun, dimana 1 harinya setara dengan 1000 tahun. Namun pendapat yang dipilih Ath-Thobari adalah kata ahqaba menunjukkan makna waktu yang tak mengenal putus dan tiada berakhirnya.   

Neraka Tempat yang Tiada Kesejukan dan Minuman di Dalamnya. Sebagian ulama tafsir mengemukakan, kata (بَرْدًا) secara umum berarti dingin atau sejuk. Sedangkan kata (شَرَابًا) berarti air. Dengan demikian para penghuni neraka, tidak merasakan dingin yang dapat mendinginkan panasnya neraka, dan tidak pula mereka merasakan minurnan yang menghilangkan dahaga nan sangat yang menimpa mereka kecuali air yang sangat panas. Adapula yang berpendapat bahwa kata (بَرْدًا) berarti rasa kantuk atau tidur, karena tidur dapat menghilangkan haus. Namun menurut ath-Thobari pendapat ini tidaklah populer.

Ketiadaan minuman bagi ahli neraka pada ayat ke 24, kemudian dikecualikan oleh Allah dalam ayat 25, bahwa ada minuman bagi ahli neraka yaitu air yang sangat panas dan nanah. Inilah balasan yang setimpal bagi mereka. Menurut Asy-Sya’rawi kata (وِفَاقًا) wifaqa menunjukkan suatu keadilan. Kata ini berfungsi untuk mencegah munculnya rasa kasihan yang tidak pada tempatnya.  

Sifat Calon Penghuni Neraka. Diterangkan dalam kelompok ayat ini bahwa para penghuni neraka ketika didunianya, memiliki sifat tidak takut akan hisab dan mendustakan ayat-ayat Allah ta’ala. Menurut Asy-Sya’rawi, tidak takut akan hisab adalah awal dari kerusakan peradaban dunia. Ketika masyarakat tidak takut lagi akan adanya hisab, maka setiap orang akan berbuat sesuka hatinya. Bayangkan jika di dalam sebuah masyarakat terdapat seorang hakim yang tidak adil. Apa yang terjadi jika kelompok yang terikat oleh hukum melihat kelompok lainnya yang bebas hukum? Yang muncul adalah masyarakat yang melakukan pengkhianatan dengan berkata: “Aku akan berlindung di balik kejahatan sebisa mungkin”.  

Calon penghuni neraka juga memiliki sifat mendustakan ayat-ayat Allah. Bunyi lafaz ayat ke 28 ini menurut Sayyid Quthb menunjukkan pendustaan dan pembangkangan yang bersangatan kepada ayat-ayat Allah. Sementara Allah mencatat secara detail segala sesuatu, tanpa ada sesuatupun yang luput, meski sebesar dzarrah. Dan pasti akan mendapatkan pembalasan yang setimpal. 



Share this

Related Posts

Previous
Next Post »
Give us your opinion