Qishash



1. Nash Ayat
Allah telah berfirman dalam surat al Baqarah ayat 178 sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنْثَى بِالْأُنْثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.

2. Sebab Turunnya Ayat
Wahbah Zuhaili menuliskan dalam tafsirnya tentang sebab turunnya ayat ini. Diriwayatkan dari qatadah, asy sya’bi dan sekelompok dari tabi’in.
أَنَّهُ كَانَ مِنْ أَهْلِ الجَاهِلِيَّةِ بَغْيٌ وَطَاعَةٌ لِلشَيْطَانِ،فَكَانَ الحَيُّ إِذَا كَانَ فِيهِمْ عِدَّةٌ وَمَنَعَةٌ، فَقَتَلَ عَبْدُ قَوْمٍ آخرِينَ عَبْدًا لَهُمْ، قَالوُا: لَا نَقْتُلُ بِهِ إِلَّا حُرًّا، اِعْتِزَازًا بِأَنْْفُسِهِمْ عَلَى غَيْرِهِمْ. وَإِنْ قُتِلَتْ لَهُمْ اِمْرَأَةٌ قَالوُا: لَا نَقْتُلُ بِهَا إِلَّا رَجُلاً، فَأَنْزَلَ اللهُ هَذِهِ الآيةِ، يُخْبِرُهُمْ أَنَّ الْعَبْدَ باِلْعَبْدِ، وَالأُنْثَى باِلأُنثْىَ، فَنَهَاهُمْ عَنِ الْبَغْيِ.
Bahwa orang-orang jahiliyyah bangsa arab melakukan kezaliman dan mengikuti ajakan syaitan, apabila satu suku yang memiliki peralatan perang dan kekuatan kemudian seorang hamba dari mereka membunuh hamba dari suku yang lain, maka mereka berkata: “Kami tidak akan membunuh melainkan orang yang merdeka” karena rasa keangkuhan mereka atas yang lain. Dan jika ada seorang perempuan diantara mereka membunuh seorang perempuan dari suku yang lain, merekapun berkata: “kami tidak akan membunuh melainkan seorang laki-laki”. Kemudian Allah menurunkan ayat ini yang mengabarkan kepada mereka bahwa seorang hamba dengan hamba, perempuan dengan perempuan, maka ayat ini mencegah mereka dari berbuat dzolim.[1]

3. Penjelasan Kalimat
Menurut istilah qishash adalah,
أَنْ يَفْعَلَ بِالْفَاعِلِ الجَانِي مِثْلَ مَا فَعَلَ
Melakukan sesuatu kepada si pelaku dosa dengan perkara yang sama dengan perbuatannya. ...al Jurjaaniy: at ta’rifat) Al fayumi berpendapat,
ثُمَّ غَلَبَ استِعْمَالَ القِصَاصِ فِي قَتْلِ القَاتِلِ، وَ جَرْحِ الجَارِحِ وَ قَطْعِ القَاطِعِ
Qisash itu menjadi sempurna dengan membunuh si pembunuh, melukai si peluka dan memotong si pemotong ...misbah al munir)
Berdasarkan definisi tersebut difahami bahwa qishash selain memberikan kepuasan akan rasa keadilan bagi orang yang teraniaya juga memberikan batasan agar mereka yang teraniaya tidak berbuat melampaui batas kepada pelaku dosa.

4. Kandungan Hukum
Wajibnya Qishash & Keutamaan Memaafkan
Para fuqaha sepakat akan wajibnya hukum mengqishash atas orang yang terkena perintah jika orang yang berhak mengqishash tidak menghapuskan tuntutannya. Mubah meminta pengampunan dan maaf sebelum orang yang berhak mengqishash mengambil hak sepenuhnya atas qishash. Memaafkan dan melakukan perdamaian lebih utama bagi orang yang berhak mengqishash. Pendapat ini berdasarkan ayat ini serta dalil lain sebagai berikut,
Surat al isra ayat 33
وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَمَنْ قُتِلَ مَظْلُومًا فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهِ سُلْطَانًا فَلَا يُسْرِفْ فِي الْقَتْلِ إِنَّهُ كَانَ مَنْصُورًا
Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barang siapa dibunuh secara dzalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.

Surat al Maidah 45
وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالْأَنْفَ بِالْأَنْفِ وَالْأُذُنَ بِالْأُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada kisasnya. Barang siapa yang melepaskan (hak kisas) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang dzalim.

Hadits Rasulullah yang diriwayatkan bukhari-muslim dari anas bin an nadhar,
وَعَنْ أَنَسٍ أَنَّ الرُّبَيِّعَ بِنْتَ النَّضْرِ - عَمَّتَهُ - كَسَرَتْ ثَنِيَّةَ جَارِيَةٍ، فَطَلَبُوا إلَيْهَا الْعَفْوَ، فَأَبَوْا، فَعَرَضُوا الْأَرْشَ، فَأَبَوْا فَأَتَوْا رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -، فَأَبَوْا إلَّا الْقِص َاصَ، فَأَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - بِالْقِصَاصِ، فَقَالَ أَنَسُ بْنُ النَّضْرِ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَتُكْسَرُ ثَنِيَّةُ الرُّبَيِّعِ؟ لَا، وَاَلَّذِي بَعَثَك بِالْحَقِّ، لَا تُكْسَرُ ثَنِيَّتُهَا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: يَا أَنَسُ، كِتَابُ اللَّهِ الْقِصَاصُ فَرَضِيَ الْقَوْمُ فَعَفَوْا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ: إنَّ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ مَنْ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ
Dari Anas bahwa Rubayyi’ binti an nadhar – saudara perempuan ayahnya – meretakkan gigi depan seorang gadis, lalu mereka meminta maaf, namun keluarga gadis menolak, kemudian mereka menawarkan denda, namun mereka tetap menolak. Menghadaplah keluarga gadis kepada rasulullah saw dan mereka menolak kecuali qishash. Anas bin Nadhar berkata, “wahai Rasulullah apakah gigi depan Rubayyi’ juga akan diretakkan (diqishash)? Tidak demi Rabb yang telah mengutusmu dengan kebenaran, giginya tidak akan diretakkan. Rasulullah saw berkata, “wahai Anas, kitabullah memerintahkan qishash”, maka relalah keluarga gadis itu dan mereka memberikan ampunan. Lalu rasulullah saw bersabda, “sesungguhnya di antara hamba Allah itu kalau ada yang bersumpah dengan nama Allah, ia akan melaksanakannya.[2]

Jenis-jenis Pembunuhan & Qishashnya
Pembunuhan yang diancam keras sebagaimana disebutkan dalam hadits adalah pembunuhan yang disengaja (qatlul 'amd) dan bukan pada  semua bentuk pembunuhan. Jumhur ulama membagi pembunuhan menjadi tiga macam : pembunuhan disengaja (qatlul amd), pembunuhan setengah disengaja (al-qotlu syibhul amd) dan pembunuhan salah (al-qatlu al-khata').

Pembunuhan Disengaja
Pembunuhan disengaja adalah tindakan pelaku pembunuhan yang sengaja membunuh seorang manusia yang bebas  darahnya, seperti seorang yang dengan sengaja membunuh dengan pistol atau senjata atau sarana lainnya. Qatlul Amd dapat terjadi dengan cara langsung atau dengan sebab, seperti merusak bagian penting mobil seseorang yang berakibat pada kematian sopirnya atau yang menaikinya. Banyak lagi bentuk pidana yang sifatnya tidak aktif atau biasa disebut  al-jara-im as-salbiyah (Pidana Pasif) yang masuk pada pembunuhan disengaja.

Jika lebih dari seorang terlibat dalam pembunuhan, sedang mereka sengaja melakukannya , maka kondisi tersebut masuk dalam pembunuhan disengaja dan setiap orang terkena sangsi pembunuhan disengaja. Pendapat tersebut diikuti sebagian besar Fuqaha dan pendapat Umar ibnul Khattab r.a.. Diriwayatkan oleh Said ibnul Musayyib bahwa Umar ibnul Khattab membunuh tujuh orang penduduk San'a yang membunuh satu orang dan berkata:
لَوْ تَمَا لَأَعَلَيْهِ أَهْلُ الصَّنْعاَءِ لَقَتَلْتُهُم
” Jika penduduk San'a membangkang maka akan aku bunuh semuanya”[3]
Ibnu Katsir berpendapat tidak diketahui ada orang yang menentang keputusan Umar tersebut di masanya dan yang demikian itu menjadi semacam ijma’ sahabat.[4]

Pembunuhan Setengah Disengaja
Pembunuhan setengah disengaja adalah pembunuhan yang dilakukan seseorang secara tidak sengaja dan  tidak bermaksud membunuh-nya tetapi hanya bermaksud melukainya, tetapi menimbulkan kematiannya. Perbedaannya dengan qatlul amd ada dua, yaitu pada niat atau maksud pelakuknya dan pada sarana yang dipakai. Dalam qatlul amd pelaku memang bermaksud membunuhnya dan sarana yang dipakai pun secara dominan dapat digunakan untuk membunuh seperti; pedang, pistol dan lain-lain.

Adapun al-qatlu syibhul amd pelakunya tidak berniat membunuhnya dan alat yang digunakannya biasanya tidak membunuh. Pendapat ini diyakini oleh jumhur ulama sebagaimana dalil hadits dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah Saw. bersabda:
اقْتَتَلَتْ امْرَأَتَانِ مِنْ هُذَيْلٍ، فَرَمَتْ إحْدَاهُمَا الْأُخْرَى بِحَجَرٍ، فَقَتَلَتْهُمَا وَمَا فِي بَطْنِهَا، فَاخْتَصَمُوا إلَى رَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -، فَقَضَى رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: أَنَّ دِيَةَ جَنِينِهَا غُرَّةٌ: عَبْدٌ أَوْ وَلِيدَةٌ وَقَضَى بِدِيَةِ الْمَرْأَةِ عَلَى عَاقِلَتِهَا وَوَرَّثَهَا وَلَدَهَا وَمَنْ مَعَهُمْ
“Dua orang wanita dari suku Hudzail saling bunuh. Seorang diantara mereka   melempar dengan batu dan membunuh-nya dan janin yang ada dalam perutpun meninggal. Maka orang-orang datang pada Rasul Saw. meminta fatwa. Kemudian beliau memutuskan bahwa bagi mereka yang membunuh terkena sangsi dengan membayar diyat anaknya  seorang hamba lelaki atau perempuan dan memutuskan untuk membayar diyat wanita bagi keluarga si pembunuhnya.”[5]

Pembunuhan Salah
Tindakan pelaku pembunuhan yang tidak ada maksud membunuh dan tidak pula menyakitinya tetapi terjadi korban karena kesalahan. Dan pembunuhan salah disebut pidana sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur`an: ” Tidak boleh seorang mukmin membunuh mukmin lain kecuali karena salah. Barangsiapa membunuh karena salah maka harus memerdekakan budak mukmin dan membayar diyat yang diberikan kepada keluarganya ….” (an-Nisaa: 92).

Sanksi Pembunuhan disengaja
Sangsi atas tindakan pidana kriminal pembunuhan secara sengaja dalam Islam adalah qishash, kecuali keluarga pihak terbunuh memaafkannya. Dan jika memaafkan maka harus membayar diyat, kecuali juga membebaskannya. Dan jika keluarga terbunuh memaafkannya dari qishash dan diyat maka pemerintah harus memberikah hukuman yang setimpal. Allah SWT berfirman:” Telah diwajibkan qishash pada pembunuhan” (al-Baqarah 178). “Dan dalam qishash ada kehidupan,bagi kaum yang berfikir” (al-Baqarah 179). Sangsi dalam penjatuhan hukuman qishash  tidak boleh mengenai pihak yang tidak berdosa. Misalnya seorang wanita hamil yang terkena qishash maka tidak boleh diqishash sampai melahirkan dan menyusui secara cukup, sesuai firman Allah:” Tidak boleh berlebih-lebihan dalam membunuh” (al-Israa: 33) Dan ayat lain:” Tidak boleh seseorang menanggung kesalahan orang lain.” (al- An'am 164).

Membunuh Dalam Keadaan Gila
Para fuqaha sepakat bahwa qishash diberlakukan bagi seorang mukallaf yakni seorang berakal dan baligh ketika dia melakukan kejahatannya sehingga tidak diwajibkan qishash atas orang gila dan anak kecil.
Adapun jika seorang pembunuh ketika membunuh dalam keadaan berakal kemudian setelah itu menjadi gila setelah diajukan ke pengadilan maka menurut ulama hanafiyah wajib baginya qishash, sedangkan jika ia menjadi gila sebelum diajukan ke pengadilan maka dihapuskan qishash baginya dan mengganti diyat.
Jika ia gila dan kembali sadar, kemudian membunuh dalam keadaan sadar maka baginya qisash, dan jika ia menjadi gila kembali setelah itu gugur qishash atasnya.[6]
Menurut ulama malikiyah dalam kasus demikian maka ditunggu dahulu hingga ia sadar kemudian diambil qishash atasnya.
Jika seorang pembunuh gila kehilangan akal dalam waktu yang singkat (periodic), kemudian dia membunuh dalam keadaan sadarnya maka diambil qishash darinya dan jika dia membunuh dalam keadaan kehilangan akal maka tidak diambil qishash darinya.[7]
Demikian pula menurut ulama syafi’iyyah jika seorang pembunuh dan dia gila dengan sebenarnya maka dia tidak diqishash.
Dan jika dia gila secara singkat dan membunuh dalam keadaan gila maka tidak di qishash atasnya karena dalam keadaan demikian dia tidak termasuk mukallaf. Dan jika dia membunuh dalam keadaan sadar atau berakal kemudian membunuh maka wajib qishash atasnya[8]
Sedangkan menurut kalangan Hanabilah jika seorangpembunuh membunuh dalam keadaan sadar kemudian menjadi gila maka tidak gugur qishash atasnya, kemudian diambil qishash atasnya meski dalam keadaan gila jika telah ditetapkan terjadi pembunuhan dengan bukti yang kuat. Dan jika menjadi kuat bukti pembunuhan dengan kesaksian darinya maka tidak diambil qishash darinya hingga ia sadar.[9]
Dan yang semisal dengan keadaan gila adalah tidur dan pingsan hingga meniadakan taklif [10] dalam hadits disebutkan,
إِنَّ اللهَ وَضَعَ عَنْ أُمَّتىِ الخَطَأَ وَ النِسْيَانِ وَمَا اسْتَكْرَهُوا عَلَيْهِ
Sesungguhnya Allah meletakkan atas ummatku kesalahan dan kelupaan dan apa-apa yang kalian minta dijauhkan darinya.[11]
Adapun orang  yang mabuk ulama hanafiyah, malikiyah, syafi’iyyah dan hanabilah sepakat jika ia membunuh dalam keadaan mabuk dengan sesuatu yang diharamkan maka wajib atasnya qishash, dan jika mabuk karena dipaksa maka tidak ada qishash atasnya. 

Wallahu a’lam

[1] Lihat tafsir al munir 2/104-105, al qurthubi: al jami’ li ahkam al qur’an 2/245, ibnu katsir: tafsir al qur’an al adzhim 1/209, al wahidi: asbab an nuzul 26, as suyuthi: ad darr al manshur 1/173, zad al masir 1/180 dan ath thabari : jami’ al bayan an ta’wil li ayyi al qur’an 2/103.
[2] Diriwayatkan al bukhari dalam fath al bari 6/21 dan Muslim 3/1302.
[3] Riwayat Imam Malik Az-Zi'liy Nasbur Rayah 4/353, Lihat shohih bukhari 9/8 hadits ke 6896 dengan matan yg berbeda, Imam Malik: al Muwatha 2/871 hadits ke 13, Imam asy Syafi’i: al Musnad 1/200, Mushannif Ibnu Abi Syaibah 5/429 hadits ke 27693, sunan ad daruquthniy 4/279 hadits ke 3463, imam al baihaqi: sunan al kubra 8/73 hadits ke 15973, Syarh sunnah al baghawi 10/183.
[4] Lihat Ibnu Katsir: Tafsir al Qur’anul Adzhim 1/490.
[5] Lihat matan lengkap dalam Shohih al bukhari 9/11 hadits ke 6910, shohih muslim 3/1309 hadits ke 1681, sunan abu dawud 4/192 hadits ke 4576, sunan an nasa-i 8/48 hadits ke 4818, mushannif abdur razaq ash shan’ani 10/56 hadits ke 18338, musnad imam ahmad 13/132, shahih ibnu hibban 13/377 dan  sunan al kubro al baihaqi 8/123 hadits ke 16130.
[6] Ibnu ‘abidin 5/343
[7] Ad dasuqiy 4/237, az zarqaaniy 8/2
[8] Mughni al muhtaj 4/15, raudatu ath thalibin 9/149, hasyiyatu al qalyubiy 4/105.
[9] Al mughni 7/665
[10] Ibnu ‘abidin 5/376, az zarqaniy 8/2 dan al mughni 7/664.
[11] Diriwayatkan Ibnu Majah 1/659 dari ibnu ‘Abbas ra, an Nawawi menghasankannya sebagaimana dalam jami’ al ‘ulum wal hikam 2/361.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »
Give us your opinion